-------
PEDOMAN KARYA
Senin, 08 Januari 2024
In
Memoriam Penyair M. Anis Kaba: “Pak, Yang Mana Ditindis?”
Oleh:
Mahrus Andis
(Sastrawan, Budayawan, Kritikus
Sastra)
M. Anis Kaba tergolong
penyair senior. Usianya selisih 15 tahun lebih di atas saya. Kami hanya
sesekali bertemu kalau ada kegiatan seni di Dewan Kesenian Makassar (DKM) atau
di acara forum diskusi sastra di tempat lain. Kami berpisah cukup lama. Dia hidup
di kota, dan saya “mencangkul” di kampung.
Tahun 2023 lalu, saya
berkunjung ke rumah penyair ini untuk sekadar silaturrahim. M. Anis Kaba,
orangnya humanis. Setiap ada tamu yang berkunjung, baik untuk silaturrahim
maupun observasi pustaka atau wawancara budaya, selalu disuguhi kopi yang siap
saji di atas meja.
Hari itu, saya bersama
beberapa teman dari Forum Sastrawan Indonesia Timur (FOSAIT), pun dilayani
dengan ramah. Sambil meneguk kopi, kami berbincang banyak tentang dinamika
sastra sejak tahun 50-an hingga tahun 70-an.
Menurut Anis, dulu
sastrawan hidup lebih bagus dibanding sekarang. Kita menulis di media cetak,
honorariumnya jelas dan dihargai oleh masyarakat. Hanya saja ada juga dukanya,
yakni kita selalu diawasi oleh pemerintah.
“Dulu, di tahun
60-70-an, saya membina rubrik budaya di RRI Nusantara IV Makassar, saya diberi
imbalan berupa honorarium. Tapi saya juga hampir ditangkap oleh oknum karena
dalam siaran budaya waktu itu saya mengeritik pemerintah. Untung ada seorang
perwira TNI, yang juga seniman, melindungi saya,” tutur Anis Kaba, dengan
bahasanya yang lembut.
Dia juga berkisah bahwa
di era 1970-an, kesenian di Makassar, khususnya teater dan sastra, dikuasai
para seniman asal daerah Bulukumba. Masih ada nama yang sempat diingat olehnya,
seperti Andi Hisbuldin Patunru, Mochtar Pabottingi, Aspar Paturusi, Fahmi
Syariff, Ichsan Amar, T. Konin, Marhayani, dan Mappidemmang.
Banyak kenangan saya
bersama penyair yang berusia 83 tahun itu. Pertemuan sebelumnya, sejak saya
kembali berkiprah di Makassar, terjadi pada tahun 2022 di sebuah hotel, di Jl.
Adhyaksa. Saat itu, saya menjadi pembicara dalam forum bedah buku sastra yang
dilaksanakan oleh Dinas Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan. Di loby, saya
sempat bertemu dengan M. Anis Kaba. Ada prosesi yang membuat saya merasa geli.
Pak Anis memandangi saya seperti ingin menguliti seluruh diri saya.
“Siapa Anda?” katanya
dengan nada berbisik.
“Saya Mahrus Andis,”
jawab saya.
Mendengar nama itu, Pak
Anis tampak gembira. Ia cepat menggeser kursinya dan berdiri merangkul saya.
Boleh jadi, nama saya membuatnya teringat kembali kalau puluhan tahun yang
lalu, di Dewan Kesenian Makassar, ia pernah bersahabat dengan saya.
Beberapa saat, dia
merogoh hp dari sakunya. Dia kembali memeluk saya seraya mengajak berswafoto.
Saya pun mengambil ancang-ancang. Lengan kiri saya melingkar di pinggangnya.
Tangan kiri Pak Anis merentang ke depan; siap klik. Namun, tiba-tiba lelaki
yang suka bertopi koboi itu mendekatkan mulutnya ke telinga saya, kemudian
membisikkan sesuatu yang sangat penting dan mendesak saat itu.
Mendengar bisikannya,
saya tersenyum diam-diam. Sebuah hp merek Nokia buatan tahun 2015 di tangannya
berkedip-kedip. Saya segera menyambarnya dan memenuhi bisikan Pak Anis.
Tahukah Anda, apa yang
dibisikkan ke saya?
Dia bilang: “Pak, yang
mana ditindis?”
Bisikan itu yang
pertama terkenang ketika berita meninggalnya mampir di beranda fesbuk saya,
Rabu, 03 Januari 2024. Tak sempat melayat secara fisik, namun dari balik
bunga-bunga kopi di tengah kebun, 150 kilometer dari Kota Makassar, saya tetap
melafazkan do’a;
“Allahummagfirlahu warhamhu
wa afihi wa’fuanhu, ya arhamarrahimin.”
Mengakhiri tulisan ini,
saya kutipkan salah satu puisi M. Anis Kaba, yang secara semiotik sangat bernas
di wilayah batin pembaca, sebagai berikut:
NYANYIAN
PENGEMBARA
Di antara dua paha
Kita menenun kain
Ketika malam tiba
Ada selimut di
pembaringan
Di antara buah dada
Kita larut dalam duka
Malam kelam
Luka makin dalam
Belati di hati
Dibawa pergi, berlari
Berlari dan berlari
Mencari di mana tepi.
Makassar, November 2000
Semoga almarhum M. Anis
Kaba mendapat syafa’at dari Allah SWT dan Rasul-Nya atas karya-karya sastra
yang pernah dia tulis. Aamiin.
Bulukumba, 03 Januari
2024