-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 16 Januari 2024
Martin
Luther Day dan Perjuangan Anies Baswedan untuk Keadilan Sosial
Oleh:
Shamsi Ali
(Presiden Nusantara
Foundation & Imam di New York, AS)
Tanggal 15 Januari dikenal
sebagai Martin Luther Day yang telah ditetapkan sebagai hari libur nasional di
Amerika Serikat. Tanggal 15 Januari dikenang sebagai hari istimewa karena
perjuangan Martin Luther Jr., pejuang HAM dan kesetaraan sosial di Amerika
dalam upaya mewujudkan kesetaraan sosial bagi seluruh manusia.
Bagi bangsa Amerika,
terkecuali yang berafiliasi White Supremacy seperti Donald Trump, Tanggal 15
Januari menjadi sesuatu yang sangat penting bahkan mendasar.
Karenanya dalam
seminggu ini, saya sendiri telah diundang hadir dalam berbagai acara sebagai
rangkaian Martin Luther Day. Presiden Queens Borough, Rabu lalu, mengadakan
acara Interfaith Roundtable.
Lalu Walikota
Greatneck, sebuah kota ekslusif di Long Island New York mengadakan Konferensi Antar-agama
dan Komunitas. Di kedua acara tersebut saya diundang sebagai pembicara atau
panelis.
Saya tidak bermaksud
menuliskan sejarah Martin Luther. Tidak juga merincikan poin-poin saya di kedua
acara itu. Tapi intinya jika kita mengikuti sejarah perjuangan Martin Luther,
ada tiga hal mendasar yang beliau lakukan.
Pertama, memperjuangkan
untuk hadirnya keadilan dan kesetaraan (social
and racial justice) dalam masyarakat. Kedua, diperjuangkan dengan cara non-violence
(tanpa kekerasan). Ketiga, perjuangan itu terbangun di atas optimisme dan mimpi
yang tinggi (I have a dream).
Perjuangan
Anies dan Martin Luther Jr.
Saya tidak bermaksud
menyamakan keduanya. Karena pastinya punya latar bekakang dan filosofi hidup
yang berbeda. Juga keduanya memiliki konteks situasi perjuangan yang berbeda.
Tetapi saya melihat keduanya memiliki semangat (spirit) yang sama, yaitu
memperjuangkan keadilan sosial melalui cara-cara yang damai dengan penuh
harapan dan optimisme.
Jika kita mengikuti
sepak terjang Anies Rasyid Baswedan lalu diselami langkah-langkah perjuangan
Martin Luther Jr., akan didapati dengan jelas bahwa keduanya memiliki semangat
juang yang tak tiada henti untuk mewujudkan keadilan sosial itu.
Jika Martin Luther
terinspirasi dengan phrase Konstitusi Amerika “Justice for all”, Anies didorong
oleh semangat Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Selain memiliki
semangat dan dorongan yang sama, keduanya juga memiliki karakter yang hampir
sama. Keduanya mampu mengekspresikan ide/gagasan dalam rangkaian kata yang
fasih (terstruktur dan jelas) dengan perjuangan yang tidak mengenal lelah.
Tapi yang lebih penting
keduanya memperjuangkan cita-cita keadilan itu melalui langkah-langkah “non
violence” (tanpa kekerasan). Anies membuktikan bahkan tidak mempermasalahkan,
apalagi membalas berbagai serangan, tuduhan, upaya asasinasi karakter, hinaan
dan cacian.
Penting pula untuk
digarisbawahi bahwa keduanya dalam perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan
kesetaraan untuk semua itu bersifat inklusif. Dalam sejarahnya Martin Luther
juga tidak sedikit didukung oleh kalangan masyarakat non-hitam, termasuk
masyarakat berkulit putih bahkan kalangan Yahudi ketika itu.
Demikian pula Anies,
rekam jejaknya tidak akan bisa ditutupi bahwa perjuangannya untuk mewujudkan
kesetaraan itu bersifat menyeluruh, menyentuh semua segmen masyarakat. Secara
agama, semua menikmati hasil usaha itu. Dan secara strata sosial ekonomi, Anies
menghadirkan motto: “membesarkan yang kecil tanpa mengecilkan yang besar.”
Yang terakhir dan tidak
kalah pentingnya adalah bahwa di tengah tantangan yang dahsyat itu, keduanya
terus melangkah dalam perjuangan dengan penuh harapan dan optimisme.
Kita diingatkan pidato
monumental Martin Luther dengan judul “I have a dream” (saya bermimpi).
Demikianlah Anies melangkah, bahkan di tengah terpaan badai yang besar, dia
terus dan terus melangkah memperjuangkan cita-cita dan amanah kemerdekaan itu.
Kita mengenal bahwa
sejak awal, Anies terlibat dalam politik sebagai calon Gubernur DKI Jakarta ketika
itu, beliau menghadapi tantangan yang tidak mudah. Frame yang terbangun sangat
dahsyat untuk bisa mengganjal dan menjatuhkannya di tengah jalan.
Beliau hadir dalam kancah
itu di tengah badai ketidaknyamanan politik dan sosial. Tapi dengan semangat
tinggi dan optimisme tadi, semua dilalui dengan sangat baik. Mungkin tidak
semua politisi yang menghadirkan janji-janji politik yang semuanya ditunaikan,
bahkan melebihi dari janji-janji kampanyenya.
Mungkin yang paling
jelas adalah bagaimana berbagai program dan inisiatif beliau sebagai Gubernur DKI
Jakarta ketika itu berupaya diganjal dan digagalkan karena satu tujuan.
Mengeliminir kemungkinan Anies untuk maju menjadi kandidat Presiden RI.
Sejak itu, hingga
detik-detik pencapresan oleh Partai Nasdem, hingga upaya membangun koalisi,
penuh dengan upaya penjegalan dan penggagalan. Bahkan ada seorang menteri dan
politisi senior dengan pongah pernah menyampaikan “hanya akan ada dua Capres”.
Dan pastinya Anies buka satu dari yang dua itu.
Namun dengan semangat,
kerja keras yang terstruktur dalam kedisiplinan, serta harapan dan optimisme yang
dikuatkan dalam iman dan doa, semua mereka yang berupaya menggagalkan,
merekalah yang gagal, sehingga Anies pernah berkata; “Kepada mereka yang pesimis,
maafkan jika kami mengecewakan kalian.”
Insya Allah, semangat
ini akan terus membara, diikuti oleh langkah-langkah tegap, dengan kepala yang
terus terangkat ke langit penuh harapan dan optimisme, pasangan Amin akan
sampai kepada “dream” atau mimpi dan cita-cita mulia itu, yaitu menghadirkan
kemakmuran untuk semua (keadilan) demi terwujudnya “baldatun thoyyibah wa
Rabbun Ghafur.”
Aminkan saja dulu!
New York, 15 Januari
2024