Menang, Cukup 150 Juta Suara

Saya hanya mengutip beberapa saja dari beragam komentar yang radiusnya cukum dahsyat, dan mungkin dapat mewakili kalkulasi keresahan publik yang tanpa mesti mewakili survei an sih bermata duitan_ atau melebihi 150 juta suara untuk menyogoknya hingga kemenangan di tangan.

 

------

PEDOMAN KARYA

Selasa, 30 Januari 2024

 

Menang, Cukup 150 Juta Suara

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Dagelan kelakuan penyuapan selalu terjadi diindikasikan, baik kepada birokrasi pemerintah atau lembaga swasta lainnya yang terkesan memonopoli pelayanan publik di dalam menyalahgunakan kekuasaannya.

Kemudian mental premanisme yang berkorporasi untuk memperoleh keuntungan dengan pemberian suap tersebut, baik secara individu maupun secara gerombolan. Di samping, watak dan mental yang berpenyakitan dari oknum penegak hukum terhadap penyuapan sangat kronis sungguh luar biasa lemah sehingga mendorong untuk melakukan kebuasan dalam kebiasaan demikian.

Perilaku kebuasan demikian, boleh jadi didorong individualistik atau karena demi daulat tuanku kepada tuan-tuan yang telah melelangnya jadi jongosan hingga agamanya menjadi keyakinannya digamangkan.

Kegamangan agama begini, saya pernah menggoreskan tentang “Oh tuan-tuan” tepatnya 10 Maret 2021. Goresan tersebut,  kebetulan dikaitkan dengan kontent banjir Bandang di Makassar dan Bima, sebagaimana pada sub topik berikut ini.

 

Oh Tuan Tuan

 

Pendidikan agama digamangkan makin galau, dan juga tindakan keamanan semakin memilukan. Bahkan selalu ambigu yang sungguh memalukan.

Keadilan menjadi erupsi ilusi, dan hanya sibuk mengalihin isu. Apalagi korupsi juga manipulasi, terus menampari atas ketaklogisan tindakan nyata.

Amanat Tuhan jadi mainan demi jabatan juga proyekalisasi kalkulasi tuan, demi keluarga tuan tuan. Sementara, bencana menimpa negeri bukan jua fatamorgana, dan terus menampari anak syah negeri. Terdampari entah ke mana jua diakhiri __sungguh tiada terperi.

Oh tuan tuan, kita akan hidup di sini mungkin tiada akan lama lagi. Begitu juga jabatan dan harta rampasan pun tiada terbawa mati. Kenapa mesti mati-matian dipertahankan _dan dipertuhankan.

Oh tuan tuan, sungguh sangat disayangkan, nanti di kemudian hari dituntutin di hadapan Tuhan, dan tuan tanpa kesan kebaikan apapun. Dan apapun agamamu mesti meyakini balasan timpalan setelah kematian tanpa dapat dipungkiri.

Semoga tuan-tuan siuman, sebelum maut kematian tiba dan semoga dapat bersalaman dengan keverbanian senyuman Tuhan!

....

Kemudian, tujuh tahun sebelum kejadian banjir bandang, tepatnya bersalaman dengan bulan Maret 2014 tanggal sembilan, saya telah menggores, seperti sub topik berikut ini.

 

Bukan Canda Kami Tertindas

 

Ini bukan canda kami tertindas

Pada suatu Negara sedang tinggal landas. Sementara, pimpinannya melesat dengan mobil ratusan juta. Bahkan miliaran nan mulus anti gores dan anti senjata. Mereka bebas bercanda di hotel hotel istimewa pencakar langit dengan beragam hidangan aduhai, berharga puluhan juta.

Ini bukan canda kami tertindas, di Negara berasas pancasila. Namun, pemimpin bebas mengutang atas nama bangsa dengan segala isinya, demi kemakmuran rakyat konon katanya.__Tetapi rakyatnya tetap melarat bahkan berkarat.

Ini bukan canda kami tertindas, di Negara berdaulat, _berazas hukum undang undang berkeadilan sosial tercetak dengan tinta emas. Namun, pemimpin bebas bersiul memutarbalikkan fakta aktual, memanipulasi hasilnya, demi kolusi dan korupsi bergerombolan_

Ini bukan canda kami tertindas, di Negara ragam agama dan bertuhan. Namun, noda noda kelakuan berlumuran durjana tanpa rasa kemanusiaan yang mengucur deras dan berjamuran.

Penipuan di mana mana, malah makin kebanjiran kebohongan juga suka mengoleksi pelacuran dan isteri isteri simpanan.

Ini bukan canda kami tertindas, di Negara ribuan budaya dan berbudaya santun. Namun, kelakuan mengiris nurani memangsa kawan maupun lawan tanpa belas kasihan, demi kepuasan diri bernafsu birahi kesesatan. Selalu, ikon mengatasnamakan adab budaya harga diri, __ bahkan memaksa mendaulat aturan Tuhan untuk mengukuhkan argumentasi kebohongan tuan tuan.

Ini bukan canda kami tertindas, di Negara telah merdeka dari penjajah Asing secara fisik dan mental dari senjata. Namun, belum merdeka daripada penjajahan oleh sesama anak bangsa sendiri. Bahkan terasing dari para pemimpinya, hingga rakyat dilumat-lumatnya secara sistemik berbagai senjata tanpa diadili.

Ini bukan canda, kami tertindas

dan sedang melanda banjir bandang, tentu menjadi kalam dari alam menjadi tanda__ ...

Bila telah berlebihan di luar batas kesabaran, maka Tuhan melalui alam dan hamba_Nya akan ratakan tuan tuan dengan tanah__

Kalau, tuan tuan tidak tahu diri menjadi duri di dalam daging hamba_Nya, dan justru tuan tuan bahkan melelang rakyat/hamba Tuhan menjadi jaminan utang ribuan triliunan, tetapi bukan untuk kepentingannya. Namun, demi kebuasan dalam memenangkan tender tuan tuan dengan segala cara, termasuk berdagelan pemilu mencaloni diri juga turunan berkoronian atau sekalian gerombolan berjuta natizen untuk ratusan juta merampasin suara.

 

Cukup 150 Juta Suara

 

Penduduk Indonesia semakin terus bertambah tiap tahunnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kini jumlah penduduk Indonesia sekitar 278,8 juta (BPS, google 2023.9 Nov). Manakala, dimaknai dengan totalitas arus suara coblosan pada pemilu 2024 ini, maka dari ketiga paslon Capres akan merebut suara maksimal untuk memenangkannya lebih dari paslon lainya.

Dari jumlah penduduk dibagi rata, maka 278,8 juta ÷ 3 paslon = 95.93 juta saja. Tetapi untuk bisa menang dengan maksimal, maka mesti sekitaran 96,00 juta hingga 150 juta akan lebih aman. Dikarenakan status suara sama hanya satu, mau presiden,/profesor hingga pelacur dan orang gila pun __sama rata nilai suaranya dihitung.

Ada yang menarik, ketika saya membagi goresan, secara kuantitatif angka 75 triliun rupiah saja, sekalipun saya tidak mengaitkan pada coblosan Pemilu. Namun, di luar dugaan ternyata publik media online sangat cerdas menjuruskan, sebagaimana berikut ini, akan saya kutip apa adanya. Adapun goresan yang dibagi tanggal 26 Januari 2024, lebih kurangnya;

"75,000,000,000,000 ÷ 150 juta suara = Rp 500 ribu/Orang__Maka, kemenangan sudah di tangan_🤳"

Kemudian, muncul tanggapan beragam dengan antusias tajam, dan  sungguh menarik, yakni;

Dari Aby Wahyu:__politik tidak waras dengan cara membeli suara. Terus saya balas komentarnya: __Itu boleh saja menjadi pandangan bagi dianggap waras kali, __Masih ingat gak pemilu sebelumnya, orang gila pun dipaksa coblosin karena memiliki hak suara dalam ketidak warasannya. Selanjutnya, Aby Wahyu; ... pemaksaan kehendak, yang tidak waraspun di waraskan oleh para politikus demi mencapai tujuan untuk kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan umum.

Kemudian, mucul komentar singkat padat dari prof. Muchdie M. Syahrun; _membeli dengan duit negara, pake APBN. Lalu saya membalas, Waduh .. saya tak sampai berpikir ke situ Prof. Muchdie M Syarun .. kalau mungkin demikian, berarti lebih kurang hanya 25 % dari utang Indonesia yang Rp8.041,01 triliun (2023) kali saja, Entahlah negeriku_.

Lebih lanjut, Prof. Muchdie M Syarun berkomentar; ... lagi rame dibahas pemberian BLT 600rb diberikan oleh Ketum PAN dan Ketum Golkar, partai Koalisi pengusung PraGib/Prabowo - Gibran. Selanjutnya, saya menimpa dengan komentar; __memang indikasi tersebut, dari awalnya diduga  ... prof. Muchdie, cuma data pembuktiannya sehingga saya pribadi agak ragu dimunculkan ... semoga saja bisa dibongkar arusnya _dan diringi imej GIF bongkar Iwan Fals.

Kemudian, muncul komentar dari Nina Sumartini Ule_Bagi yg kurang uang boleh diambil tp calonnya jangan dipilih;saya membalas; Ya, kalau tidak diintimidasi, manakala tidak dipilih maka akan disuruh kembalikan oleh bekingan badutan ..  jadi, buah simalakama dong. Lalu, ditimpalin olen Sumartini Ule; ... di TPS tidak ada cctv pak ada yg bisa lacak ga pak. Saya balas maksudnya_ Pada transaksinya, sebelum menerima duit__ bukan di TPS.

Selanjutnya, muncul komentar singkat dari Gondrong: _"Yang ikutan ngga berkah." Saya balas;Bagi Gondrong mungkin demikian, tetapi bagi badut dan juga yang lagi membutuhkan 1 atau 10 kg beras karena diperas selamat untuk tetap melarat.

Akibat korupsian secara sistemik selama ini, mungkin menjadi kesempatan, sekalipun tak dianggap tak berkah. Hal ini hampir mirip dengan komentar Erwin Tanjung: __Dimiskinkan kemudian dikasi bantuan_. Maka menjadi dewalah. Saya balas berkomentar: ... Oh gitu bang, berarti prediksi yang saya komentar sama Gondrong ... itu agak mirip dong, ... termasuk koment saya sama Prof. Muchdie M Syarun ... kalau boleh jadi dari utang atau bekingan cukongan.

Tidak kalah menariknya, komebtar dari Bakri Acry; .. Negara tidak bisa maju.... kalau kenyataannya seperti ini tetapi mari kita bersatu ambil uangnya tetapi jangan coblos orangnya. Lalu, saya balas;_Boleh saja berprinsip demikian, tetapi kondisi telah menampari anak negeri, karena radius moral elitnya mungkin telah melebihi asfala safilin yang agak tolalit kewarasannya, sebagaiman saya koment sama Aby Wahyu sebelumnya !_ dan kemudian dikomentar oleh Aby Wahyu; ... wibawa dan marwah yang harus kita jaga.

Muncul lagi komentar yang agak agitatif realis dari Nurlianah Usman, di sini saya kutip salah satunya;_Alhamdulillah 3 periode duduk di dprd provinsi tak pernah sekalipun melakukan hal yang haram ini,, sekarang maju ke DPR-RI (pusat) tetap melakukan dan mengedukasi terus ke masyarakat agar tetap memilih tanpa menjual suara mereka. Semoga tetap mengacu kepada Tauhid yang benar. Karena rezeki sudah ditetapkan tinggal diambil dengan cara dan ikhtiar yang benar agar terhisab saat di padang mahsyar dengan mudah. Salam akal sehat.

Saya membalas sesuai konten argumentatif:_ Moga-moga demikian dan memang itu diharapkan menjadi domain dari esensi pernyatan tegas Allah di dalam Q.S Ash-Shaff ayat 3, yang arrinya_ kaburo maqtan adalah murka Allah terhadap orang-orang yang mengatakan hal yang tidak dilakukannya__ (saat komentar, saya tidak tuliskan arti ayat tersebut, dikarenakan Nurlinah mungkin agak faham) ..  Ini ayat tanpa menggurui ustazah_! .. sembari saya iringi dengan imej emoji senyum hangat.

Kemudian, lebih lanjut Nurlinah Usman berkomentar: _... mencoba terus dengan berusaha menjalankan perintah ini. Harus selalu mengharap dibersamai dengan teman2 yang baik yang selalu mau bernasehat dan selalu menjaga_, saya hanya balas dengan GIF sesuai isi kontenya.

Selanjutnya, komentar dari Dr. Muhammad Lukman Ashari; _Banyak calo suara di daerah2 tuh_ dan saya balas Wah ....  makin jelas kalau begitu indikasinya senior, ... sembari diiringi imej GIF lagi menggunakan kalkulator.

Ternyata, tautan singkat dengan diksi goresan angka mata duitan, cukup menawan berhingga tiga puluh komentar_tanpa saya duga sebelumnya. Bahkan saya hanya mengutip beberapa saja dari beragam komentar yang radiusnya cukum dahsyat, dan mungkin dapat mewakili kalkulasi keresahan publik yang tanpa mesti mewakili survei an sich bermata duitan_ atau melebihi 150 juta suara untuk menyogoknya hingga kemenangan di tangan.

 

Wallahu a’lam


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama