PEDOMAN KARYA
Kamis, 04 Januari 2024
Pemimpin
dan Skill Komunikasi
Oleh:
Shamsi Ali
(Presiden Nusantara
Foundation & Imam di New York, AS)
Sering kita dengar
kata-kata: “dia mah pintar ngomong” atau “dia memang cerdas merangkai kata”.
Pada umumnya ungkapan ini dijadikan peluru untuk menyerang orang tertentu.
Sejak Anies Rasyid Baswedan ditakdirkan menjadi pemimpin Ibu Kota negara
ungkapan di atas semakin menjadi-jadi sebagai senjata untuk menyerang sang
Gubernur.
Terlebih lagi ketika
Anies kemudian diminta oleh Nasdem dan PKS, lalu belakangan membangun koalisi
dengan PKB untuk menjadi capres pada pilpres tahun 2024 ini. Ungkapan “pintar
ngomong” dan “jago merangkai kata” semakin menjadi-jadi. Seolah kemampuan dan
kelebihan Anies hanya pada sebatas berkata dan ngomong.
Ada dua hal yang ingin
saya garis bawahi kali ini. Satu, benarkah Anies pintar bicara dan jago
merangkai kata? Dua, salahkah atau negatifkah seorang calon pemimpin yang
pintar berbicara dan merangkai kata?
Saya yakin jika kita
semua mencoba mencari tahu kehidupan Anies sejak kecil akan didapati bahwa
salah satu kelebihan yang Allah berikan kepadanya adalah kemampuan berkomunikasi.
Sejak bangku SD, SMP, apalagi SMA Anies telah memperlihatkan kemampuan itu. Ibu
beliau mengisahkan bagaimana Anies sejak kecil memilki skill komunikasi yang
baik.
Apalagi memang Anies
memiliki sejarah panjang dalam pergerakan pelajar dan mahasiswa. Semua pastinya
tahu bahwa salah satu kemampuan mereka yang terlibat dalam pergerakan, apalagi
menjadi pemimpin dan pelopor pergerakan adalah kemampuan berkomunikasi. Sebagai
pemimpin pergerakan Anies harus mampu mengkomunikasikan ide-ide dan gagasannya
kepada semua.
Karenanya pintar bicara
dan kemampuan merangkai kata bukankah lobang kekurangan. Justeru sebuah
kelebihan yang dikaruniakan kepada seseorang yang memang ditakdirkan untuk
menjadi aktifis dan pemimpin. Sebab memang salah satu kriteria pemimpin adalah
“tablig” yang salah satu dipahami sebagai kemampuan untuk mengkomunikasikan
pesan-pesan kepada masyarakat.
Sebenarnya label yang
selama ini dibangun adalah seolah Anies “sekedar” bisa bicara tanpa kemampuan merealisasikan apa yang
dibicarakan. Biasanya jika yang melabelkan ini punya latar belakang ilmu Islam
akan memakai ayat “lima tqauuluuna maalaa ta’aluun”. Tujuannya memang membangun
imej atau persepsi negatif jika Anies memang seorang NATO (no action talk
only).
Untuk merespon tuduhan
ini biasanya Anies memberikan “self proof”. Beliau tidak pernah merespon dengan
kata-kata dan omongan lagi. Karena menurutnya itu hanya akan menjadi “rantai
kata” yang tidak bernilai. Maka beliau biasanya membalas “pernyataan-pernyataan
dengan kenyataan-kenyataan”.
Lihat bagaimana tuduhan
atau label yang dibangun ketika beliau menjabat sebagai Gubenur DKI. Beliau
dikritik bahkan diserang (attacked) dengan berbagai cara yang seringkali sangat
kasar bahkan dalam bentuk fitnah yang keji. Tapi sekali lagi, saya berani
mengatakan jika saja seseorang itu ada secuil kejujuran di hatinya pastinya
akan mengakui berbagai kemajuan yang dicapai selama Anies memimpin Ibukota
Negara. Saya tidak perlu lagi menyebutkan satu per satu fakta itu. Cukup dengan
berkunjung ke Jakarta sambil membuka mata dan hati nurani.
Intinya adalah seorang
pemimpin itu harus pintar berkata dan bicara. Dalam bahasa ilmunya seorang
pemimpin itu harus memilki kemampuan komunikasi (communication skill). Karena
seorang pemimpin harus bersifat “tablig” untuk mengkomunikasikan pesan-pesan
kepada rakyatnya dan dunia luar.
Al-Quran sendiri
menegaskan bahwa salah satu hal penting yang Allah ajarkan kepada “al-insan”
selain petunjuk (allamahul Quran) adalah kemampuan komunikasi (allamahul
bayaan). Al-Quran lebih jauh bersumpah
dengan “lisan dan dua bibir” yang dengarnya terlahir kata-kata dan pembicaraan.
Rasulullah SAW bahkan mengajarkan tatacara berbicara dengan jelas dan to the
point (dalla wa qalla).
Sebaliknya tentu sangat
disayangkan dan terus terang sebagai putra bangsa yang telah lama di luar
negeri, saya seringkali merasa malu dan risih melihat pemimpin bangsa dan
negara yang tidak bisa mengekspresikan ide/ide dan gagasannya. Lebih runyam
lagi jika memang pemimpin itu minim ide dan gagasan.
Karenanya saya bangga
membaca sejarah Soekarno yang hebat dalam berkomunikasi. Saya juga mengikuti
kemampuan pak Harto dalam komunikasi walau tidak dalam bahasa asing. Demikian
juga dengan Gus Dur dan Habibie. Juga Bapak Susilo Bambang Yudhoyono semua tahulah.
Karena itu pula, kemampuan
berkomunikasi (bicara) Anies bukanlah titik kelemahan. Tapi pada poin itu sudah
merupakan satu kelebihan yang patut diacungi jempol. Bukan sebaliknya justru
ingin diputar balik seolah sebuah kekurangan. Kecenderungan seperti ini hanya
pertanda kekurangan pada pihak lain. Karenanya kekurangan itu ingin ditutupi
dengan cara memutar balikkan realita dan fakta.
Gunakan rasio dalam
menentukan pilihan!
Manhattan City, 03
Januari 2024