DEBAT dengan tenang, pemikiran yang rasional, jernih, akan bermanfaat untuk mencerahkan umat dan bangsa. |
-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 24 Januari 2024
Pentingnya
Etika dalam Berdebat
Oleh:
Dr Amirsyah Tambunan
(Sekjen MUI Pusat)
Banyak yang bertanya
kepada saya, apa sih manfaatnya debat? Dan apa dasarnya melakukan debat?
Pertanyaan ini sederhana, akan tetapi penting untuk dicermati, terlebih di Tahun
Politik 2024, agar umat dan bangsa tercerahkan dengan memperkuat literasi,
sosialisasi, dan edukasi.
Sebelum menjawab
pertanyaan ini, ada baiknya memaknai debat yang baik dan benar dengan merujuk
Al-Qur’an dan hadits, serta ulama, sehingga terhindar dari berdebat kusir dan
tidak menjadi berdosa.
Untuk itu, bagi penyelenggara
Pemilu dan semua pemangku kepentingan, perlu memperkuat literasi kata “debat”
bagi semua pihak dalam mempersiapkan debat yang lebih baik bagi calon pasangan
calon Presiden 2024. Tujuannya agar tidak melanggar etika atau tidak, sopan,
bahkan jangan sampai mencela atau melecehkan.
Oleh karena itu untuk
memperoleh manfaat debat kita perlu memperkuat literasi yakni pertama, de·bat
/débat/ yakni pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan
saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.
Bedanya, debat kusir
yakni debat yang tidak disertai alasan yang masuk akal. Kedua, ber·de·bat yakni
bertukar pikiran tentang suatu hal dengan saling memberi alasan untuk
mempertahankan pendapat.
Ketiga, men·de·bat
yakni membantah pendapat orang lain dengan mengajukan alasan. Keempat,
per·de·bat·an soal yang diperdebatkan; atau perbantahan. Kelima,
mem·per·de·bat·kan yakni menjadikan bahan untuk berdebat (berbantah)
memperbantahkan. Keenam, pen·de·bat yakni orang yang mendebat.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan secara terminologi debat adalah kegiatan
argumentasi yang bertujuan menyampaikan pendapat yang bertentangan dengan
pendapat orang lain.
Penyebab terjadinya
debat adalah adanya perbedaan pendapat oleh pihak-pihak yang meyakini
pendapatnya merupakan suatu kebenaran. Pentingnya argumen yang benar dalam
berdebat berdasarkan firman Allah SWT:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ
بِا لْحِكْمَةِ وَا لْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَا دِلْهُمْ بِا لَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ
ۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِا لْمُهْتَدِيْنَ
“Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah
dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih
mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui
siapa yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl Ayat 125).
Jika kita telusuri
lebih jauh, para ulama sudah menaruh perhatian tentang pentingnya debat.
Pertama, As-Sa’di berkata ketika menjelaskan tentang maksud dari melakukan
debat atau bantahan yang terbaik dari ayat di atas:
“Jika orang yang
didakwahi menyangka bahwa dia berada di atas kebenaran atau dia menyeru kepada
kebatilan, maka bantahlah dia dengan cara yang terbaik. Maksudnya adalah metode
dakwah yang lebih mendukung untuk diterimanya argumen, secara akal dan dalil
syar’i.”
Kedua, di antara metode
tersebut adalah berargumen dengan dalil-dalil yang dia yakini kebenarannya. Karena
yang demikian ini lebih mendukung untuk dapat mewujudkan tujuan dakwah
tersebut.
Ketiga, bantahan
tersebut hendaknya tidak menyebabkan munculnya permusuhan, atau saling mencela,
sehingga sirnalah tujuan yang hendak dicapai.
Keempat, tujuan dari debat
(jidal) tersebut adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia menuju jalan
kebenaran, bukan untuk mengalahkan lawan bicara atau tujuan yang semisalnya.
Begitulah pentingnya
debat dengan fokus kepada tema permasalahan untuk menunjukkan banyak hal
pertama, mencari kebenaran sejalan hadits riwayat At Tirmidzi dari Abu Umamah,
Nabi - shollallohu 'alaihi wa sallam - bersabda:
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ
هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ: مَا ضَرَبُوْهُ
لَكَ إِلاَّ جَدَلاً
“Tidaklah suatu kaum
menjadi sesat setelah sebelumnya berada di atas hidayah kecuali mereka suka
berdebat (jidal, berdebat kusir)”.
Kemudian Nabi
membacakan ayat, ‘Mereka tidak memberi perumpamaan itu kepadamu, melainkan
dengan tujuan untuk membantah saja.” (QS. Az Zukhruf ayat 58).
وَقَالُوْٓا ءَاٰلِهَتُنَا
خَيْرٌ اَمْ هُوَۗ مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ اِلَّا جَدَلًاۗ بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُوْنَ
Artinya: Mereka
berkata, “Manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?” Mereka
tidak memberikan (perumpamaan itu) kepadamu, kecuali dengan maksud membantah
saja. Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.
Kedua, menghindari
kesesatan. Menurut al-Mubarakfuri mengatakan dalam Tuhfat al-Ahwadzi. “Maksud
dari hadits di atas adalah tidaklah kesesatan dan terjatuhnya mereka dalam
kekufuran melainkan disebabkan jidal yakni mendebat nabi mereka untuk membela
kebatilan dan meminta didatangkannya mukjizat dengan penuh pengingkaran.”
Oleh sebab itu, begitu
banyak diriwayatkan dari ulama terhadap debat kusir dan yang semisalnya agar
dihindari. Misalnya Imam Malik pernah berkata, “Aku membenci debat dalam
permasalahan agama. Dan penduduk negeri kita (Madinah) senantiasa membenci dan
melarangnya.”
Begitu juga Imam Malik
juga menegaskan tentang kebenciannya terhadap hal di atas, kecuali perbincangan
yang dapat mendatangkan kebaikan (kebenaran).
Diperkuat Al ‘Awam bin
Hausyab berkata, “Waspadalah terhadap perdebatan dalam agama. Karena hal itu
dapat menggugurkan amal kalian.”
Begitu besarnya dampak
debat kusir, kata Bakr bin Mudhar menyatakan, “Jika Allah menghendaki kesesatan
pada suatu kaum, maka Allah akan menenggelamkan mereka dalam perdebatan dan
menghalangi mereka untuk beramal.”
Dari 'Abdullah bin
Mas’ud, radhiyallohu ‘anhu, disampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW.
ليسَ المؤمنُ بالطَّعَّانِ
ولا اللَّعَّانِ ولا الفاحشِ ولا البَذيءِ
“Seorang mukmin (yang
beriman) bukanlah orang yang suka mencela, atau suka melaknat, atau suka
berkata kotor, atau suka berkata-kata cabul.” (HR Tirmidzi no 1977).
Oleh karena itu debat
dengan tenang, pemikiran yang rasional, jernih, akan bermanfaat untuk
mencerahkan umat dan bangsa. Semoga.
Sumber: http://mui.or.id/baca/berita/pentingnya-etika-dalam-berdebat