------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 24 Januari 2024
Yakin
Jagoan Anda akan Menang?
Oleh:
Shamsi Ali Al-Kajangi
Dalam sebuah platform
media social, ada yang DM saya. Dengan sedikit sinis menyampaikan pertanyaan
ini: “Emangnya pasangan Anda akan menang? Udahlah Anda kan Ustadz, baiknya
fokus saja ke tugasnya sebagai ustadz.”
Saya awalnya malas merespons,
karena saya tahu yang mengirimkan pesan ini adalah seseorang yang juga sekadar
mengantarkan pesan dari orang lain. Orang lain itu agak ragu untuk langsung
berdiskusi dengan saya. Entah kenapa.
Tapi demi kemanfaatan
luas, saya pikir perlu untuk saya merespons. Saya yakin ada saja dan mungkin
masih banyak yang memiliki pandangan yang sama dengan orang ini, sehingga untuk
mengoreksi pandangan itu saya sampaikan respons secara publik demi kemanfaatan
yang lebih luas.
Hal pertama yang saya
respons adalah anjurannya agar seorang ustadz harusnya fokus pada tugas
keustadzannya. Dalam hal ini, sejujurnya saya bingung. Saya mencoba
merenung-renung kembali tentang apa tugas seorang ustadz itu. Yang pertama
memang terbetik di pikiran saya adalah ceramah, khutbah, mengimami shalat dan
seterusnya.
Lalu saya mencoba
merenungkan makna dan tujuan dari kegiatan ceramah, khutbah, tausiah dan
nasehat-nasehat yang seorang ustadz lakukan. Sesungguhnya untuk apa? Saya
temukan jawabannya, ternyata satu kesimpulan: menegakkan amar ma’ruf nahi
mungkar demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik, benar, dan berkeadilan.
Kesimpulan tentang
tujuan aktivitas seorang ustadz itu membawa saya kepada kesimpulan lain. Bahwa
aktivitas politik yang sesungguhnya bertujuan untuk menghadirkan perubahan ke
arah kehidupan yang lebih baik, benar dan berkeadilan, ternyata menjadi bagian
penting dari tugas seorang ustadz. Tugas politik pada esensinya bukan secara
eksklusif tugas para politisi.
Dengan demikian,
anjuran sebagian agar para ustadz membatasi ruang geraknya dalam melakukan
dakwah menjadi batal dengan sendirinya. Karena memang politik adalah
proses-proses untuk mengelola kehidupan publik demi terwujudnya kehidupan yang
diinginkan sesuai kehendak Pemilik langit dan bumi (Allah SWT).
Kecurigaan saya kemudian
tumbuh lebih jauh. Ternyata upaya pembatasan tugas-tugas para ustadz, kiai, syeikh,
maulana, imam, dan gelar keagamaan lainnya, boleh jadi bagian dari upaya
pemisahan agama dari politik dan kehidupan publik secara umum. Itulah ruh
sekularisme yang sedang dan terus-menerus dipromosikan oleh mereka yang memang
anti-Islam.
Dengan cara ini pula,
ketika para ustadz dan ulama menjauh menghindari politik, maka yang akan
menguasai panggung politik adalah “political gangsters” (bandit-bandit politik)
yang cenderung menghalalkan segala cara. Tujuan politik untuk menghadirkan
kemaslahatan umum berbalik menjadi jalan berbagai kezhaliman kepada masyarakat
luas.
Insya
Allah Menang
Lalu saya merespons ke
pertanyaan: “Apakah yakin jagoan Anda menang?
Untuk menjawab
pertanyaan ini, saya tidak berpikir panjang, dan dengan segala keyakinan
menjawab: “Iya, insya Allah paslon yang saya dukung pasti menang.”
Dia kemudian dengan
agak sinis, seolah meyakinkan bahwa paslon yang saya dukung pasti kalah: “Kok Anda
terlalu yakin?”
Di sinilah kemudian
saya agak panjang dalam merespons. Intinya saya sampaikan seperti berikut ini.
Bahwa ketika saya
melakukan sesuatu, termasuk dalam dukungan politik, saya tidak melakukannya
dengan setengah hati. Tapi dengan hati nurani dan keyakinan yang tinggi.
Melakukan sesuatu untuk kepentingan pribadi saja saya sepenuh hati, apalagi hal
ini berkaitan dengan urusan umat, bangsa dan negara bahkan dunia.
Selanjutnya saya
sampaikan bahwa memang ada perbedaan mendasar antara cara pandang Anda dan saya
dalam melihat makna kemenangan. Ukuran Anda dengan kemenangan ini sempit, hanya
dengan kekuasaan.
Bagi saya kemenangan
tidak sekadar kekuasaan. Selain karena kuasa Allah-lah yang akan menentukan
kemenangan (Maalikal mulk), juga bagi saya itu hanyalah bonus. Fir’aun,
Tsamud, Aad, dan banyak yang lain, juga pernah diberi kekuasaan. Tapi saya
yakin mereka adalah “the losers” (orang-orang kalah).
Dia kembali melanjutkan
pertanyaannya: “Lalu kemenangan dalam pandangan Anda apa?”
Jawaban saya: Kemenangan
itu selama dalam batasan-batasan dunia tidak pada hasil akhir. Semua yang masih
termaknai dengan pemaknaan dunia itu bagian dari proses. Hasil akhir untuk
semua kemenangan bagi saya adalah akhirat.
Karenanya kemenangan pada
tataran dunianya, bukan sekadar di akhirnya. Karena sekali lagi, itu bukan
akhir. Tapi masih bagian dari “proses-proses” yang terjadi. Yang menentukan
kemenangan di sini adalah proses-proses itu benar, baik secara legal (hukum)
maupun secara etika (moral). Dan tentunya dilalui dengan sepenuh hati (yakin)
dan kesungguhan. Selebihnya itu ada pada ketentuan Allah SWT.
Lalu saya menguatkan
bahwa proses yang benar dan dijalani secara sungguh-sungguh itu merupakan
kemenangan. Sebaliknya, kami yakin bahwa mereka yang melakukan proses-proses
salah, termasuk melanggar etika berat, serta melakukan berbagai manipulasi,
maka kalaupun akhirnya diberikan kekuasaan, itu bukan kemenangan. Justru itu
adalah kekalahan dan jalan kehancuran.
Saya akhirnya ingatkan
bahwa mereka yang secara sadar ikut terlibat dalam proses-proses yang salah dan
manipulatif itu menjadi bagian. Dan pastinya kelak akan ada pertanggung-jawaban
akan disampaikan di hadapan rakyat dan Allah SWT.
Semoga Allah menjaga
kita dan memudahkan jalan bagi proses-proses yang benar dan bertujuan untuk
kemaslahan bagi semua. Aminkan aja dulu!
New York, 23 Januari
2024