-------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 04 Februari 2024
Alumni Perguruan
Muhammadiyah Hapus Prabowo-Gibran
Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi
Akhir-akhir ini kita
saksikan maraknya suara-suara kekhawatiran bahkan kemarahan, sekaligus
resistensi dari berbagai kalangan terhadap berbagai ketidak-becusan sikap pemerintah terhadap Pemilu dan Pilpres kali ini. Selain datang dari
guru-guru besar dari berbagai universitas,
para aktivis
LSM, alumni Timur Tengah dan juga alumni perguruan Muhammadiyah di seluruh
Indonesia.
Kesemua mereka ini
khawatir bahkan marah dengan perkembangan dan sepak terjang pemerintah,
khususnya presiden, dalam menyikapi Pilpres.
Mereka marah dan muak dengan cara-cara yang diambil Presiden dengan terbuka ikut menentukan Capres dan Cawapres.
Dimulai dengan secara
terbuka mengakui ikut cawe-cawe menentukan Capres dan Cawapres, terbuka tidak netral dengan
mendukung Paslon
02, bahkan ada indikasi jika fasilitas
negara (Bansos
misalnya) ikut diarahkan untuk mendukung Paslon
02.
Tentu yang paling runyam,
berbahaya dan memalukan adalah proses pencawapresan Paslon 02 yang penuh manipulasi, termasuk
manipulasi aturan melalui cara-cara nepotis yang memalukan. Siapapun, bahkan
anak kecil di pinggir jalan,
pastinya tersadarkan bahwa ada kesalahan mendasar yang sedang terjadi dengan
pencawapresan anak Presiden itu.
Di sinilah kemudian
suara-suara kemarahan dan resistensi itu disuarakan dengan lantang oleh pada
akademisi di berbagai universitas, aktivis
yang tergantung dalam banyak LSM, hingga berbagai asosiasi alumni seperti
alumni Timur Tengah dan Perguruan Muhammadiyah.
Saya bahkan yakin jika
kemarahan dan resistensi itu terjadi secara luas di kalangan masyarakat. Hanya
saja mereka tidak menemukan media untuk mengekspresikan kemarahan mereka.
Bahkan kekecewaan itu juga terjadi di internal pemerintahan Jokowi, saperti
yang kita lihat pada pernyataan-pernyataan beberapa menteri.
Karenanya untuk
memudahkan bagi masyarakat membaca “mindset” dari kemarahan, kekecewaan dan
resistensi banyak kalangan tersebut, saya menyampaikan beberapa alasan
pentingnya. Perlu tentunya diingat bahwa kekecewaan dan kemarahan kepada
pemerintahan Jokowi ini, merupakan aktualisasi dari kekecewaan, kemarahan dan
resistensi kepada Paslon
02 Prabowo-Gibran.
Alasan Kemarahan
Pertama, proses pencalonan Prabowo yang penuh dengan rekayasa
dan intervensi kekuasaan. Pencalonan seperti ini dengan sendirinya menggambarkan
jika dalam pencalonan ini Prabowo berwujud boneka kekuasaan. Prabowo kehilangan
self trust (percaya diri) dan independensi. Dia lemah dan tidak percaya diri
tanpa dukungan penguasa (incumbent).
Kedua,
Presiden secara terbuka cawe-cawe atau memihak dalam Pilpres ini. Presiden dengan cawe-cawe ini
bahkan telah melakukan pelanggaran konstitusi
dan etika berat. Presiden yang masih aktif adalah milik semua rakyat, termasuk milik semua Capres yang berkompetisi, sehingga Presiden harus menempatkan diri
sebagai pemimpin bagi semua.
Ketiga,
proses-proses yang terjadi dalam membangun koalisi dukungan bagi Paslon 02 penuh dengan manipulasi yang memalukan.
Petinggi-petinggi Parpol
di setengah paksa dengan ancaman “kriminalisasi” atas kesalahan masa lalu jika
tidak mendukung. Bahkan belakangan ini ada pemaksaan secara halus kepada
elit-elit politik, gubernur misalnya, untuk mendukung Paslon 02 dengan ancaman yang sama.
Keempat,
pernyataan Presiden
secara terbuka membolehkan dirinya untuk mendukung bahkan berkampanye bagi Paslon tertentu (tentu Paslon
02). Hal ini membuka kesempatan kepada
seluruh aparatur negara dan ASN. Keadaan ini kemudian diperburuk dengan secara
terbuka dan tanpa malu-malu menggunakan Bansos
sebagai alat promosi Paslon
tertentu. Presiden bahkan meminta kepada Menteri Keuangan untuk menaikkan dana Bansos (di musim kampanye ini).
Kelima,
yang paling runyam dan memalukan sebenarnya adalah ketika tokoh-tokoh politik
nasional, pemimpin partai-partai besar, dipaksa secara halus tunduk
patuh kepada keinginan Presiden Jokowi untuk melanjutkan kekuasaan melalui
dinasti yang dia bangun.
Dan proses itu terjadi
secara jahat melalui kolaborasi nepotis (adik ipar) yang saat itu sebagaj Ketua MK untuk meloloskan penggantian
aturan batas minimal
umur untuk seseorang dicapreskan atau dicawapreskan. Anak Jokowi pun jadi Cawapres melalui aborsi paksa politik di
MK.
Kesimpulannya, sangat wajar dan rasional jika asosiasi
alumni perguruan
Muhammadiyah menyerukan
melalui petisi kepada seluruh warga Muhammadiyah untuk menghapus Prabowo-Gibran
sebagai pilihan pada Pilpres
kali ini. Saya sangat memahami bahkan sebagai alumni pesantren Muhammadiyah
saya ikut mendukung.
Asosiasi alumni Perguruan
Muhammadiyah bahkan menyerukan kepada semua kader Muhammadiyah yang mendukung
dan menjadi tim pemenangan Prabowo-Gibran agar mundur dan bertaubat. Tentu saya
memahami seruan ini, karena
mendukung Prabowo-Gibran mengotori hati nurani serta merendahkan akal sehat.
Dan pastinya dengan
hal-hal di atas dan dukungan oligarki, Prabowo-Gibran justru saya lihat sebagai
ancaman bagi demokrasi dan insitusi kenegaraan, termasuk demokrasi ke depan.
Semoga tidak demikian. Aminkan aja dulu!
Makkah KSA, 04 Februari
2024