Hilang Akal Sehat Menjelang Pilpres


“Saya bilang mereka seperti hilang akal sehatnya, hilang hati nuraninya, karena mereka pasti tahu bahwa ada pelanggaran etika, ada pemaksaan atau pemerkosaan aturan yang dibuat untuk meloloskan salah satu Cawapres, tetapi mereka tetap mendukung Paslon yang proses pencalonannya bermasalah itu. Mereka juga pasti tahu bahwa Cawapres yang belum berusia 40 tahun itu sebenarnya belum pantas menjadi Cawapres, tetapi mereka tetap mendukung,” tutur Daeng Tompo’.

 

-----

PEDOMAN KARYA

Rabu, 14 Februari 2024

 

Obrolan Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:

 

Hilang Akal Sehat Menjelang Pilpres

 

“Sedih kurasa hatiku,” kata Daeng Tompo’ kepada Daeng Nappa’ saat ngopi siang di teras belakang rumah Daeng Tompo’.

“Kenapaki’ sedih? Apa yang bikin sedih hati ta’?” tanya Daeng Nappa’.

“Saya sedih karena banyak orang, termasuk orang-orang cerdas, doktor, profesor, yang sepertinya hilang akal sehatnya, hilang hati nuraninya menjelang Pilpres,” kata Daeng Tompo’.

“Hilang bagaimana?” tanya Daeng Nappa’.

“Pada Pilpres kali ini ada tiga pasangan Capres-Cawapres. Di antara tiga Paslon ini, ada satu Paslon yang bermasalah pencalonannya,” kata Daeng Tompo’.

“Apa masalahnya?” tanya Daeng Nappa’.

“Masalahnya adalah Cawapresnya belum berusia 40 tahun, padahal batas usia Capres-Cawapres harus minimal 40 tahun. Mahkamah Konstitusi kemudian mengubah aturan itu dengan mengeluarkan putusan bahwa batas usia Capres-Cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk kepala daerah. Dengan putusan itu, maka Cawapres yang belum berusia 40 tahun ini lolos menjadi Cawapres, karena dia kebetulan sedang menjabat kepala daerah yang dipilih melalui Pilkada,” tutur Daeng Tompo’.

“Jadi MK mengubah aturan demi meloloskan salah satu Cawapres?” tanya Daeng Nappa’.

“Betul. Dan celakanya, KPU langsung menggunakan putusan MK itu untuk meloloskan Cawapres yang belum berusia 40 tahun, padahal KPU sendiri belum mengubah aturan PKPU yang dibuatnya yakni batas usia Capres-Cawapres minimal 40 tahun,” papar Daeng Tompo’.

“Berarti MK dan KPU sebenarnya melanggar?” tanya Daeng Nappa’.

“Benar. MK dan KPU melanggar, tetapi hanya disebutkan melanggar etika, sehingga Ketua MK dijatuhi sanksi oleh DKPP yakni dicopot sebagai Ketua MK, sedangkan Ketua KPU dan enam anggota lainnya dinyatakan 'Terbukti Melanggar Kode Etik' dan dijatuhi sanksi ‘Peringatan Keras Terakhir’,” kata Daeng Tompo’.

“Terus apa hubungannya dengan orang-orang cerdas, doktor, profesor, yang kita’ sebut hilang akal sehatnya, hilang hati nuraninya menjelang Pilpres?” tanya Daeng Nappa’.

“Saya bilang mereka seperti hilang akal sehatnya, hilang hati nuraninya, karena mereka pasti tahu bahwa ada pelanggaran etika, ada pemaksaan atau pemerkosaan aturan yang dibuat untuk meloloskan salah satu Cawapres, tetapi mereka tetap mendukung Paslon yang proses pencalonannya bermasalah itu. Mereka juga pasti tahu bahwa Cawapres yang belum berusia 40 tahun itu sebenarnya belum pantas menjadi Cawapres, tetapi mereka tetap mendukung,” tutur Daeng Tompo’.

“Mungkin akal sehat dan hati nuraninya hilang karena ada faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya faktor jabatan, faktor bantuan, faktor janji-janji muluk, atau faktor ketakutan,” kata Daeng Nappa’.

“Itumi juga yang bikin sedih hatiku’,” potong Daeng Tompo’.

“Duh,” ujar Daeng Nappa’. (asnawin)

 

Rabu, 14 Februari 2024


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama