------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 02 Februari 2024
Kerakusan dan Kesemena-semenaan Harus Dikalahkan
Oleh: Shamsi Ali
Sejujurnya saya tidak
terlalu banyak kepentingan pribadi lagi dengan Indonesia. Saya telah lama dan
nampaknya juga akan memiliki kediaman abadi (pekuburan) di luar negeri. Hanya
saja di hati ini ada rasa cinta dan rindu negeri (hubbul wathon) yang selalu mendorong
saya untuk memberikan perhatian kepada isu-isu yang terkait dengan Indonesia.
Rasa cinta inilah yang
menjadikan saya tetap mengikuti dengan dekat (closely) tapi dari jarak jauh
(distance) berbagai situasi yang terjadi di Indonesia. Termasuk situasi politik
dan masalah-masalah yang terkait dengan Pemilu
dan Pilpres. Hal yang
seringkali dikritisi oleh Sebagian orang.
“Sudahlah. Ustadz kan
sudah hidup di luar negeri. Ngapain ngurusin lagi Indonesia!” kata mereka.
Kali ini yang ingin saya
tuliskan adalah situasi politik menjelang Pemilu (Pileg & Pilpres) Tahun 2024. Beberapa hari lalu, saya pernah menuliskan bahwa Pemilu kali ini, khususnya Pilpres, adalah Pemilu dan Pilpres terburuk dalam sejarah Indonesia.
Ternyata keadaan saat ini bukan saja menggambarkan politik dan Pilpres yang buruk, melainkan lebih jauh bahkan menjadi
ancaman yang nyata bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan demokrasi itu
sendiri.
Berbagai hal yang menjadi
penyebab buruknya Pilpres
kali ini semuanya merujuk kepada satu hal utama; cawe-cawe dan keberpihakan presiden kepada paslon tertentu.
Keberpihakan dan cawe-cawe presiden
ini telah menimbulkan keresahan, bahkan goncangan dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa. Situasi yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah karena di
tengah situasi politik ini dapat menimbulkan ketidakstabilan kehidupan
bernegara.
Sesungguhnya itulah yang
mulai terjadi saat ini. Berbagai protes terjadi di mana-mana. Dari asosiasi
kepala-kepala desa, mahasiswa dan akademisi di universitas-universitàs,
kelompok buruh, dan lain-lain. Belum lagi protes-protes yang dilakukan melalui
media, baik mainstream
maupun media sosial. Bahkan begitu banyak rakyat yang sesungguhnya protes tapi
hanya mampu mengekspresikan dalam hati alias marah dengan diam.
Runyamnya seluruh
perangkat kekuasaan seolah tebal muka dengan semua protes yang terjadi. Ibarat
pepatah “biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”. Semua protes itu
menjadi suara-suara yang seolah tidak berdaya. Mungkin juga karena penguasa
memang sudah mengalami penyakit “shummun, bukmun, ‘umyun” (tuli, bisu, buta)
maka mereka tak akan sadar kembali (fahum laa yarji’uun).
Pelanggaran-pelanggaran
dan kesemena-menaan itu dilakukan secara terbuka tanpa malu dan perasaan
bersalah lagi. Lebih runyam lagi perilaku
Fir’aunis ini mendapat dukungan dari para Hamanis (para elit politik) maupun
Qarunis (kelompok Oligarki).
Sempurnalah sudah
kerusakan dan pengrusakan yang terjadi terhadap kehidupan dan institusi
bernegara. Terjadi ta’awun alal itsmi” (kolaborasi kejahatan) demi kepentingan
dan kerakusan hawa nafsu kekuasaan itu.
Semua ini menjadikan saya
pribadi sebagai putra bangsa merasa miris dan sedih. Negara dan bangsa besar
ini menjadi obyek permainan bagi segelintir orang bahkan keluarga, demi kepentingan dan atas penderitaan rakyat
luas. Dan karenanya saya merasa terus terpanggil untuk menyuarakan resistensi
terhadap keadaan ini.
Untuk itu, saya mengajak semua rakyat Indonesia bangkit
dan melakukan
perlawanan. Tentu perlawanan yang dibenarkan oleh batas-batas konstitusi dan aturan yang ada. Tidak saja
bahwa kesemena-menaan ini harus dilawan, tapi
harus dipastikan bahwa kerakusan yang menjadi sebab kesemena-menaan itu harus
dikalahkan.
Dalam konteks Pemilu kali ini, sangat jelas dan terang-benderang bahwa cawe-cawe dan keberpihakan
bahkan manipulasi aturan yang terjadi mengarah kepada “memperpanjang
kesemena-semenaan itu” dengan dukungan pemerintan kepada paslon tertentu.
Apalagi paslon itu terlahir dari pemerkosaan aturan dan insitusi negara demi
meloloskan nafsu kekuasaan dengan membangun dinasti.
Karenanya sekali lagi,
saya menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk melawan dan mengalahkan nafsu
jahat kekuasaan itu. Mungkin Jokowi dan konco-konconya akan segera berakhir.
Dan dengan sendirinya akan selesai.
Tapi apa yang dipersiapkan
Jokowi saat ini melalui dukungan kepada paslon tertentu dengan mendudukkan
anaknya sebagai Cawapres
itulah yang harus dilawan dan dikalahkan. Jika rakyat merasakan apa yang
terjadi saat ini baik-baik saja maka pasti ada yang tidak beres dalam logika
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Masanya membuka mata
kasat dan batin, dan jangan lagi berpura-pura tidak tahu dan tak peduli.
“Cukuplah kejahatan menjadi kuat dan menang ketika orang-orang baik diam atau
tidak melakukan apa-apa” (enough for evil to thrive when the good people say
or do nothing).
Mari bersama kita
kalahkan kejahatan yang sedang terbangun secara sistimatis dan sistemik. Dan
yang bisa mengalahkan mereka adalah rakyat sebagai pemilik kekuasaan di negeri
ini.
Semoga kebenaran dan keadilan
menang, serta kejahatan dan kezholiman terkalahkan. Dan mari kita “AMIN”-kan bersama sampai menang!
Madinah Al-Munawwarah, 01 Februari
2024