Sekolah Guru Muhammadiyah pada masanya. (int) |
-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 19 Februari 2024
KH Ahmad Dahlan Melelang Harta Benda untuk Menggaji Guru Muhammadiyah
Oleh: Syukriyanto AR
Suatu siang KH Ahmad
Dahlan memukul kentongan mengundang penduduk Kauman, Yogyakarta, ke rumahnya. Penduduk
Kauman berduyun-duyun ke rumahnya. Setelah banyak orang berkumpul di rumahnya, KH Ahmad
Dahlan pidato yang isinya menyatakan bahwa kas Muhammadiyah kosong, sementara guru-guru Muhammadiyah belum
digaji.
KH Ahmad Dahlan mengatakan, Muhammadiyah memerlukan
uang kira-kira 500 gulden (gulden
adalah nama mata uang Belanda) untuk menggaji guru, karyawan dan
membiayai sekolah Muhammadiyah.
Karena itu KH Ahmad
Dahlan menyatakan melelang seluruh barang-barang yang ada di rumahnya. Pakaian,
almari, meja kursi, tempat-tempat tidur, jam dinding, jam berdiri, lampu-lampu
dan lain-lain.
Ringkasnya KH Ahmad
Dahlan melelang semua barang-barang miliknya itu dan uang hasil lelang itu
seluruhnya akan dipakai untuk membiayai sekolah Muhammadiyah, khususnya untuk
menggaji guru dan karyawan.
Para penduduk Kauman itu
terbengong-bengong setelah mendengar penjelasan KH Ahmad
Dahlan. Murid-murid KH Ahmad Dahlan yang ikut pada pengajian
Thaharatul Qulub sama terharu melihat semangat pengorbanan KH Ahmad
Dahlan, dan mereka saling berpandangan satu sama lain, berbisik-bisik satu sama
lain.
Singkat cerita, penduduk
Kauman itu khususnya para juragan yang menjadi anggota kelompok pengajian
Tharatul Qulub itu, kemudian berebut membeli barang-barang KH Ahmad
Dahlan.
Ada yang membeli jasnya,
ada yang membeli sarungnya, ada yang membeli jamnya, almari, meja kursi dan sebagainya. Dalam waktu singkat semua barang
milik KH Ahmad
Dahlan itu habis terlelang dan terkumpul uang lebih dari 4.000 gulden. Anehnya
setelah selesai lelangan itu tidak ada seorang pun yang membawa barang-barang
KH Ahmad
Dahlan. Mereka lalu pamit mau pulang.
Tentu saja KH Ahmad
Dahlan heran, mengapa mereka tidak mau membawa barang-barang yang sudah
dilelang. KH Ahmad Dahlan berseru, “Saudara-saudara, silakan barang-barang
yang sudah sampeyan lelang itu saudara bawa pulang. Atau nanti saya antar?”
“Tidak usah Kiai.
Barang-barang itu biar di sini saja, semua kami kembalikan pada Kiai,” jawab
mereka kepada
KH Ahmad
Dahlan.
“Lalu uang yang terkumpul
ini bagaimana?”
tanya KH Ahmad
Dahlan.
Kata salah seorang dari
mereka, “Ya untuk Muhammadiyah. Kan Kiai tadi mengatakan Muhammadiyah perlu
dana untuk menggaji guru, karyawan,
dan membiayai sekolahnya?”
“Ya, tapi kebutuhan
Muhammadiyah hanya sekitar 500 gulden. Ini
dana yang terkumpul lebih dari 4000 gulden. Lalu sisanya bagaimana?” tanya KH Ahmad
Dahlan.
“Ya biar dimasukkan saja ke kas Muhammadiyah,” jawab mereka.***
Keterangan:
-- Tulisan ini dimuat di Majalah “Suara Muhammadiyah”, No. 13/98/1-15 Juni 2013, dan juga sudah dimuat di banyak media massa.
-- Gulden (Belanda: gulden, Inggris: guilder) adalah mata uang Belanda selama beberapa abad, sebelum digantikan oleh euro pada 1 Januari 2002. Kata gulden berasal dari bahasa Belanda Kuno yang berarti 'emas'. Nama ini mulanya digunakan untuk menyebut uang yang berbentuk kepingan emas, tetapi kemudian menjadi nama umum untuk kepingan perak atau logam dasar lainnya. Nama lain untuk gulden adalah florin (dilambangkan dengan fl. atau ƒ). Satu setengah gulden juga disebut daalder (lihat thaler); sedangkan dua setengah gulden disebut rijksdaalder. Kata daalder atau thaler ini adalah asal mula dari kata dolar.
-- Kiai Haji Ahmad Dahlan adalah pendiri Muhammadiyah. Ia lahir pada 01 Agustus 1868 dan wafat pada 23 Februari 1923. Ia lahir dan diberi nama Muhammad Darwis, tetapi kemudian mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. KH Ahmad Dahlan adalah seorang ulama besar bergelar Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga KH Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Ibunya, Siti Aminah, adalah putri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.