----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 15 Maret 2024
Sepercik dari DKSS
Sulsel Tanpa Seniman, Marakko
Oleh: Marus Andis
(Seniman, Kritikus
Sastra, Budayawan)
Judul di atas diucapkan
oleh Penjabat Gubernur Sulsel, Dr Bahtiar Baharuddin, dalam acara Pelantikan
Pengurus Dewan Kesenian Sulawesi Selatan (DKSS), di Aula Tudang Sipulung Rumah Jabatan
Gubernur Sulsel, Kamis, 14 Maret 2024.
Pelantikan yang
dirangkaikan dengan penandatanganan MoU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bira &
Takabonerate itu, dihadiri seratusan tokoh seniman dan pejabat terkait.
Kalimat “Tanpa seniman,
marakko” ini menarik di imaji saya. Bukan karena terlontar dari mulut petinggi
pemerintahan yang, tentu berbeda jika diucapkan oleh Baco Puraga (baca: orang
awam), melainkan lantaran kalimat itu belum pernah diucapkan oleh seorang
pejabat selevel gubernur. Umumnya, para pejabat sangat berat menyimpulkan makna
kehadiran seniman sebagai “pelengkap” kesempurnaan manajemen pemerintahan.
Kata marakko
adalah idiom bahasa Bugis yang berarti ranggas atau kering. Dari ungkapan
tersebut, seakan Pak Bahtiar ingin menyatakan bahwa seniman itu adalah rahmat
dari Tuhan yang patut disyukuri eksistensinya.
Ibarat hujan, seniman
hadir untuk menyiram bunga-bunga yang layu, menyejukkan bumi yang rengkah dan
menguncupmekarkan ranting-ranting kayu yang kering (bahasa Bugis klasik;
paccolliq loloengngi aju marakkoe).
Menurut saya, analogi ini
sangat tepat. Ungkapan bahwa Sulsel tanpa seniman adalah ranggas, bukanlah
basa-basi (boleh dibaca: bukan bahasa yang basi). Ia kalimat keramat yang
mengandung ruh peradaban sebuah negeri.
Saya sebut keramat sebab
Sulawesi Selatan tergolong wilayah yang sarat dengan kearifan budaya leluhur.
Alamnya indah, kaya akan buah-buahan, ikan dan sayuran, serta mulia
adat-istiadatnya.
Bumi Sulawesi Selatan dan
seluruh isinya membutuhkan sentuhan seni. Baik seni yang bersifat ruhaniah seperti
paseng, kelong, tari, musik, film dan teater, maupun seni lahiriah yang
wujudnya bisa dilihat serta diraba seperti: patung, ukiran, lukisan, relief,
bahkan termasuk arsitektur dan relasi artistik penataan kota).
Mengangkat citra Sulsel
sehingga tampak tidak ranggas (marakko), diperlukan peran para seniman. Pemikir
dan pencipta seni harus menjadi bagian yang utuh di dalam proses pembangunan.
Dengan kata lain, seniman
harus mendapat tempat untuk membangun dirinya agar turut hidup damai dan layak
di mata masyarakat. Inilah makna filosofis dari kata marakko. Bahwa ke
depan, paling tidak, seusai pelantikan pengurus DKSS, Sulsel akan kembali
bersinar dengan hadirnya produksi kesenian di berbagai cabang.
Dan, tentu diawali dengan
hadirnya kebijakan gubernur berupa: Ketersediaan anggaran rutin di dalam APBD
Provinsi sebagaimana bidang kegiatan lainnya. Insya Allah.
Selamat atas Pelantikan
Pengurus Dewan Kesenian Sulawesi Selatan (DKSS) Periode 2024-2029. Semoga
tampil kreatif dan tidak membuat marakko bumi leluhur, Sulawesi Selatan.***
Makassar, 14 Maret 2024