Emosi Kemanusiaan untuk “Kejahatan”

dengan sebilah obeng di tangan / kotak amal pun ia congkel / tapi ia bernasib sial / bak pejabat korupsi, ia tertangkap tangan / tapi ia tewas di halaman masjid / tanpa interogasi / tanpa diborgol


-----

PEDOMAN KARYA

Senin, 08 April 2024

 

Emosi Kemanusiaan untuk “Kejahatan”

 

(Catatan Atas Puisi “Berita Pagi Lelaki Malang” Karya Aspar Paturusi)

 

 

Oleh: Anto Narasoma

(Sastrawan)

 

***

Puisi Aspar Paturusi

 

BERITA PAGI

LELAKI MALANG

 

lelaki kurus itu mengantar takdir

cahaya pagi belum tajam

di halaman masjid ia tersungkur

tewas dikeroyok bertubi-tubi hantaman

 

dengan sebilah obeng di tangan

kotak amal pun ia congkel

tapi ia bernasib sial

bak pejabat korupsi, ia tertangkap tangan

tapi ia tewas di halaman masjid

tanpa interogasi

tanpa diborgol

 

Sabtu pagi masih sepi

Sabtu celaka bagi lelaki kurus

bermodal obeng di genggaman

kotak amal masjid jadi sasaran

sekali raup uang pindah ke kantong plastik

kantong itulah yang jadi saksi di sampingnya

 

1.807.900 rupiah

seperberapa dari 10 milyaran

seperberapa dari triliunan

sebegitu harga nyawa lelaki kurus yang malang

teriakan ampunnya tak kuasa menolong

entah berapa puluh hantaman

akhirnya nyawanya melayang

 

lelaki kurus yang malang

tersungkur di halaman

saat jamaah masjid sudah pulang

ia pikir sudah aman

ia pun mencongkel kotak amal

ia tak seberuntung gubernur korupsi

sejuta harga nyawanya

yang milyaran tidur nyenyak

dan masih makan enak

 

lelaki kurus yang malang

tak ada kata selamat jalan

 

walau tak berharga bagimu

ini sajak buatmu

 

Jakarta, 08 April 2018

***

 

HANYA ucapan Masya Allah ketika seorang miskin yang dililit kesulitan tewas karena gebukan dan pukulan umat. Bandingkan dengan para koruptor yang sudah kaya tapi masih maling duit negara senilai ratusan miliar.

Membaca puisi Aspar Parurusi bertajuk “Lelaki Malang”, ada kepedulian luar biasa ketika penyair senior ini menyaksiikan seorang lelaki tak dikenal bertubuh kurus digebuki karena mencuri dana umat di kotak amal. Jumlahnya hanya Rp1 juta lebih, untuk membayar sehelai nyawa miskinnya.

Meski praktik mencuri itu adalah hal yang paling dibenci orang, tapi dalam puisinya yang memiliki nilai kemanusiaan itu, diangkat Aspar ke pelataran estetic poet.

Dari bait awal, penyair mengungkap peristiwa kekejian itu melalui diksi-diksi sederhana yang bertutur indah. Bagi Aspar, hanya nilai kemanusiaan yang ia tuju secara intention poet. Coba kita perhatikan...

 

Lelaki kurus itu mengantar takdir

Cahaya pagi belum tajam

di halaman masjid ia tersungkur

tewas dikeroyok bertubi-tubi hantaman…

 

Secara jelas penyair tuturkan peristiwa tewasnya lelaki kurus itu secara puitika. Seperti gambar hidup di atas pita seloluid yang menceritakan ketidakadilan tersebut.

Sebagai penyair yang sudah bulukan di dunia kata-kata, apa yang muncul dari batinnya, Aspar tulis berdasar kejujuran pikiran dan perasaannya.

Prof DR Ateew dalam buku Sedjarah Melaju terbitan Djambatan Djakarta 1958, menyatakan....

Rasa kemanusiaan seorang manusia itu muntjul ketika ketidakadilan terlihat di depannja. Meski ia tidak dapat memberikan pembelaan namun ia mentjoba melawan dengan tjetusan hati nuraninja. (halaman 107).

Betapa hebatnya hari nurani manusia. Meski secara fisik tak reaksi perlawanan, namun segenap hatinya tak bisa menyimpan kebenciannya terhadap ketidakadilan.

Penyair Spanyol, Jose Moreno Villa, menyatakan, karena ada seorang pemburu jang menembak mati burung geredja, kemudian dibuang begitu sadja di djalan terbuka, membuatku marah.

Ia langsung menundjuk lelaki itu sebagai manusia jang tidak adil. (penjair dumia 1947).

Melihat perhatian penyair yang begitu mendalam melihat kematian lelaki kurus itu tak dapat ditutup-tutupi. Meski tak ia ucapkan, tapi dari rona tulisan puisi “Lelaki Malang”, perasaan kasihan ia perlihatkan begitu kental.

Memang terlepas dari apakah lelaki itu adalah pencuri, paling tidak, akhlak yang diajarkan Rasulullah SAW tidak harus membunuh. Paling tidak maafkan lelaki itu. Tanyakan masalah esensi kehidupannya. Jika perlu, hukum dia dengan cara menjadi marbot masjid dalam batas waktu yang ditentukan.

 

dengan sebilah obeng di tangan

kotak amal pun ia congkel

tapi ia bernasib sial

bak pejabat korupsi, ia tertangkap tangan

tapi ia tewas di halaman masjid

tanpa interogasi/tanpa diborgol...

 

Kematian lelaki ini memang mengiriskan perasaan. Bagi orang-orang yang lembut hatinya pasti sedih dan berduka menyaksikan keberingasan orang-orang berkutat di dunia keagamaan tersebut. Membunuh orang gampang sekali. Pukul atau tembak dia, kalau sudah batas janjinya, orang itu akan mati.

Tapi untuk menjadi orang bijak yang tidak mementingkan satu alur kepentingan, memang tidak mudah. Untuk menetapkan hal yang baik, meski orang itu mencuri, membutuhkan nilai moral yang baik.

Banyak orang yang hanya berpikir selintas menghadapi persoalan itu, padahal sebagai manusia yang dididik tentang baik dan buruk, harusnya mempertimbangkan nilai yang lebih baik.

Puisi “Lelaki Malang” ini ditulis Aspar Paturusi sebagai ungkapan perasaannya semata. Tapi jika didalami, ada nilai kekuatan lain yang meski kita ambil untuk mendewasakan diri kita yang cenderung sombong, merasa lebih baik dari orang lain dan melecehkan kemampuan yang lainnya.

Memang, meski awalnya hanya tergugah melihat derita dan penderiaan orang lain, namun apa yang digagas Aspar sebagai karya sastra, intinya dapat membangun akhlak yang baik.

Penyair Cheko-Slowakia, Frantisek Halas, selalu memperhatikan nilai kemanusiaan. Dalam puisinya berjudul “Stare Zeny”, ia mengungkap kisahan tentang manusia..

Bait tiga puisiinya,

 

mata perempuan-perempuan tua

tiada berlinang dan segan-segan

tjemas dan lembut

mata terpaku pada udjung (pembunuhan seorang anak muda).

 

Puisi tak sekadar karya sastra yang memuat diction, imagery, the concrete word, figuratif language dan rhythm and rime semata, tapi nilai pembinaannya adalah langsung ke akhlak.

Dari beberapa sajak yang Aspar tulis, baru puisi Lelaki Malang yang memanggil perasaan emosi kita atas ketidakadilan yang dilakukan orang-orang bermoral agama. Ternyata bisa juga membunuh dengan meluapkan kemarahannya karena uang dalam kotak amal itu dicongkel lelaki itu.

Dalam buku berjudul “Etika Protestan dan Kapitalisme Barat Relevansinya dengan Islam Indonesia” yang ditulis Drs Ajat Sudrajat....

Perkembangan ekonomi terutama munculnya kalitalisme modern di dunia Barat dipandang sebagai sesuatu yang tidak berdiri sendiri. Karena itu dampaknya cenderung menyepelekan nilai kemanusiaan orang lain.

Maka sesuai dengan fakta tulisan Aspar tentang puisinya “Lelaki  Malang”, nyaris mengisahkan tentang peradaban itu.

Sebagai penyair yang sudah makan asam garam di dalam kesastraan Indonesia, Aspar tak sekadar menulis tentang kematian lelaki pencongkel kotak amal, tapi nilai kemasyarakatannya ia menumbuhkan kembali nilai kesadaran kita sebagai manusia beradab yang memiliki nilai kerendahan hati. (*)

 

April 2018

(Copas dari Komunitas Puisi. Pengulas Anto Narasoma, adalah sastrawan asal Palembang, Sumatera Selatan)

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama