PEDOMAN KARYA
Senin, 22 April 2024
Kisah Hakim Memvonis
Penguasa Bersalah
Oleh: Asnawin Aminuddin
Khalifah Ali bin Abi
Thalib suatu ketika berjalan di pasar dan matanya kebetulan melihat baju besi
yang terpajang di toko seorang Yahudi. Khalifah yakin kalau baju besi itu
miliknya yang hilang beberapa waktu lalu.
Dia berhenti untuk
mengamati lebih dekat lagi dan semakin yakin kalau itu benar-benar miliknya.
Dia bertanya dan mendapat jawaban kalau baju besi itu kepunyaan pemilik toko.
Menghindari pertengkaran
yang lebih jauh dan untuk kepastian hukum, Khalifah Ali bin Abi Thalib dan
pemilik toko sepakat membawa masalah ini ke ranah hukum. Hakim yang mengadili
perkara ini adalah hakim tunggal Syuraih bin Al-Harits. Di persidangan Khalifah
tetap mempertahankan haknya.
“Baju besi ini milik saya
yang hilang. Barang tersebut terjatuh dari unta yang saya naiki,” jelas
Khalifah.
“Tidak, ini adalah baju
besi saya dan sekarang berada di tangan saya,” jawab si Yahudi.
Khalifah yang
mempertahankan haknya harus membuktikan dalil gugatannya. Khalifah mengajukan
bukti berupa dua orang saksi, Qabarah sebagai pembantunya, dan Hasan sebagai
putranya yang tidak lain cucu kesayangan Rasulullah.
Kedua orang saksi di
bawah sumpahnya menerangkan bahwa baju besi itu benar-benar milik Khalifah Ali.
Dalam persidangan Khalifah tidak mempunyai bukti lain kecuali dua orang saksi
tersebut.
Hakim Syuraih bin
Al-Harits menyatakah bahwa bukti saksi Khalifah tidak memenuhi syarat
pembuktian. Kedua saksi adalah orang dekat sebagai bawahan dan anak kandung.
Kesaksian mereka tidak menutup kemungkinan untuk berpihak kepada Khalifah.
Tidak ada bukti lain,
sehingga Khalifah tidak bisa membuktikan gugatannya. Hakim menyatakan menolak
gugatan Khalifah serta menetapkan pemilik baju besi adalah si Yahudi.
“Ambillah baju besimu
ini,” kata Syuraih kepada si Yahudi.
Orang Yahudi itu pun
kemudian mengambil dan membawa serta baju besinya. Sebelum pulang, si Yahudi
sempat menyaksikan kalau Khalifah telah menyanjung integritas hakim pengadil
saat itu.
Khalifah Ali berkata, “Ini
adalah putusan yang adil dan haq (benar). Putusan hakim yang berpihak kepada
aturan dan tidak berpihak kepada kekuasaan.”
Melihat perlakuan dua
orang mukmin tersebut, si Yahudi berpikir kembali sejujurnya. Dia menyaksikan
pemandangan yang luar biasa hebatnya.
Seorang Khalifah,
Penguasa Negara, bersedia mengalah di peradilan untuk urusan yang sebenarnya.
Yahudi sangat terkesan dengan akhlak agung sang Khalifah.
Demikian pula, seorang
hakim begitu berani menjatuhkan putusan yang tidak berpihak kepada penguasa.
Keduanya memiliki keluhuran budi yang sempurna. Mereka menjunjung tinggi
tegaknya nilai-nilai keadilan tanpa pengaruh apapun.
Ketika Khalifah Ali
keluar dari ruang persidangan, si Yahudi mengikuti dari belakang.
“Ya Amirul Mukminin, baju
besi ini memang benar milik Anda. Barang ini terjatuh dari untamu dan aku
mengambilnya. Sekarang saksikanlah kalimat syahadat saya. Asyhadu al laa ilaaha
illallaah, wa asyshadu anna Muhammadar Rasulullah.”
Si Yahudi mengucapkan dua
kalimah syahadat pertanda masuk Islam.
Khalifah Ali bin Abi
Thalib kemudian mengatakan, “Karena engkau telah masuk Islam, maka baju besi
ini aku hadiahkan kepadamu dan aku tambah lagi dengan kuda kesayanganku.”
***