Penulis, Rusdin Tompo, di Halaman Masjid Al-Markaz Al-Islami, Jl Masjid Raya, Makassar. (Dokumentasi pribadi) |
-------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 03 April 2024
Ramadhan di Al Markas Al
Islami Makassar dan Liputan TV3 Malaysia
Oleh: Rusdin Tompo
(Koordinator SATUPENA
Provinsi Sulawesi Selatan)
Setelah rampung dibangun
tahun 1996, Masjid Al-Markaz Al-Islami yang berdiri megah di Jalan Masjid Raya
Makassar, seketika menarik perhatian publik. Arsitektur masjid yang
pengerjaannya dimulai tahun 1994 ini terinspirasi dari Masjidil Haram di Mekkah
dan Masjid Nabawi di Madinah.
Perancangnya, Ir Ahmad
Nu'man, juga menggabungkan unsur arsitektur khas Sulawesi Selatan dalam
desainnya. Lihat saja atapnya yang berbentuk kuncup segi empat, mengingatkan
kita pada Masjid Katangka, di Kabupaten Gowa.
Masjid yang oleh warga
hanya disebut dengan nama Al-Markaz ini, dibangun atas prakarsa Jenderal TNI
(Purn) M. Jusuf, mantan Menhankam/Pangab (1978-1983). Luas bangunannya mencapai
6.932 meter persegi, mampu menampung jamaah hingga 10.000 orang. Masjid yang
berdiri di atas bekas lahan kampus Unhas ini, biaya pembangunannya sebesar Rp12
miliar.
Masjid dibangun dengan
pondasi yang sangat kokoh. Terdapat 450 tiang pancang sedalam 12 meter. Atapnya
terbuat dari bahan tembaga atau tegola buatan Italia. Dinding lantai satu
menggunakan keramik, sedangkan lantai dua dan tiga menggunakan batu granit. Mihrab
masjid dihiasi kaligrafi yang indah, terbuat dari tembaga kekuning-kuningan.
Kalau dicermati, pada plafonnya terdapat tulisan Allah pada setiap kotaknya.
Masjid yang jadi pusat
pengkajian dan pengembangan agama Islam ini, punya menara setinggi 84 meter,
dengan ukuran 3×3 mater. Tinggi menaranya sering dibandingkan dengan berbagai
menara lain di dunia. Salah satunya, dengan menara Masjid Nabawi yang setinggi
104 meter. Masjid ini bukan saja terbesar di Sulawesi Selatan tapi juga
Indonesia timur. Pada masanya, masjid ini terbilang megah setelah Masjid
Istiqlal, Jakarta.
Dengan data-data
mengagumkan yang dimiliki Al-Markaz, tidak mengherankan jika masjid ini bukan
saja didatangi untuk keperluan ibadah tapi juga destinasi wisata religi. Di
awal berdirinya, saya kerap datang melakukan liputan untuk program acara SKETSA
Radio Bharata FM.
Saya jadi reporter radio
antara tahun 1996-2000. Angel liputan di sini punya banyak pilihan. Liputan
yang saya bikin, lebih menggunakan gaya feature dengan wawancara sebagai
kekuatannya. Jurnalisme radio yang kami kembangkan memang mensyaratkan
actuality voice, suara dari lapangan.
Kawasan Al-Markas akan
berubah menjadi semacam pusat aktivitas bisnis bila tiba hari Jumat. Pasar
Jumat ini ramai sebelum dan setelah jumatan. Kopiah, baju koko, kaos, kemeja,
sepatu, sendal, majalah bekas, penukaran uang kuno, pedagang jalangkote, tukang
urut, semua bisa ditemui di sana.
Jamaah yang akan shalat
Jumat, disuguhi aneka dagangan ketika ia berjalan di sepanjang koridor.
Benar-benar menggoda mata dan dompet hehehe. Kalau pun belum berminat untuk
membeli, paling tidak untuk cuci mata, ya kayak windows shopping-lah.
Bila Ramadhan tiba,
jumlah pedagang kian banyak. Mereka menempati koridor yang biasa digunakan
pejalan kaki dari lokasi parkiran menuju tempat mengambil air wudhu dan ke
masjid. Waktunya juga tak hanya sehari tapi sepanjang Ramadhan, yakni 30 hari.
Bahkan para pedagang tak jarang menggelar lapak jualannya sejak di pintu
gerbang, hingga ke trotoar jalan di sekitarnya.
Selama Ramadhan
disediakan pula buka puasa bersama. Mulai sore, kita bisa melihat para dermawan
mengantar makanan pabbuka.
Untuk keperluan liputan
Ramadhan, biasanya saya sudah berada di Al-Markaz, sekira pukul 17.00 wita,
melihat-lihat suasana sebelum wawancara dengan pengurus masjid seperti Prof
Halide, pakar ekononi syariah, atau humas Al-Markaz. M Darwis, sosiolog Unhas,
yang pernah jadi anggota KPU Sulawesi Selatan, biasa jadi narasumber saya.
Saat meliput suasana
Ramadhan di Masjid Al-Markaz Al-Islami inilah saya bertemu dengan kru TV3
Malaysia, yang jauh-jauh datang dari Kuala Lumpur untuk melakukan peliputan
suasana Ramadhan di Makassar.
Reporter dan kameramen
dari stasiun TV swasta pertama di negeri jiran itu, mengambil gambar saat-saat
menjelang berbuka puasa dan suasana buka puasa yang semarak. Ada ratusan orang
hadir, duduk tertib di bagian lantai satu masjid hingga teras, menyantap makanan
bersama, begitu azan dikumandangkan.
Liputan dari salah satu
stasiun TV paling populer di Malaysia ini, tentu menandakan kuatnya daya tarik
Masjid Al-Markaz Al-Islami. Liputan seperti ini memberikan citra yang bagus
bagi Kota Makassar, dan Sulawesi Selatan pada umumnya. Dan tentu saja bagian
dari syiar Islam.***
Makassar, 03 April 2024