PEDOMAN KARYA
Ahad, 14 April 2024
Tala’ Salapang Ditanam
Sembilan Dewan Adat Kerajaan Gowa
Nama Tala’ Salapang
memang populer sebagai sebuah wilayah di Makassar. Tala’ Salapang bahkan sudah Namun tidak banyak yang tahu bagaimana
asal-usulnya. Beragam versi cerita beredar mengenai siapa sesungguhnya yang
menanam pohon yang konon berusia ratusan tahun tersebut.Tala' Salapang dalam
bahasa Makassar berarti sembilan pohon lontar. Kesembilan pohon lontar itu
memang tumbuh berjajar di salah satu ruas Jl Sultan Alauddin.
Tahun 1997, pohon ketujuh
dari arah utara, tumbang. Alhasil, yang kini nampak menjulang tinggal delapan
pohon. Namun bekas tumbuhnya yang tumbang itu telah ditanami kembali pohon
lontar lainnya, yang kini batangnya masih kecil.
Angin bertiup sepoi-sepoi
di Sabtu sore, 10 Mei. Pucuk-pucuk daun lontar dari jejeran pohon yang
menjulang ikut melambai. Pohon-pohon yang berbatang hitam dan nampak masih
kokoh itu berada persis di depan sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU).
Suasana amat ramai.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah yang baru pulang kampus, seliweran kendaraan
yang keluar-masuk mengisi BBM, transaksi penjual ikan, atau pun beberapa pria
setengah baya yang bermain kartu di bawah salah satu pohon lontar, seolah menjadi
pemandangan yang kontras dengan puluhan tahun lalu. Sebab konon kabarnya, areal
sekitar pohon ini, sempat disakralkan.
Penulis menyambagi pria
yang bermain kartu tadi. Mereka yang ternyata juga penjual ikan itu, rata-rata
tidak tahu mengenai asal-usul tala' salapang. "Orang dulua ji yang tau,
Mbak. Yang kutau, kalau yang tanam ki ini raja-raja. Umur na ini pohon 300
tahun mi bedeng, " ungkap Usman, 46, yang juga masih warga sekitar.
Ucapan Usman diamini
rekan-rekannya, Gudang dan Dg Tuju. Tidak ada yang tahu persis siapa sebenarnya
penanam pohon tersebut. "Tapi waktuku kecil, pernah ka liat kuda tidak
punya kepala atau bayangan putih menyeberang jalan di sekitar sini.
Barangkali penjaga na ini
pohon," tukas Usman. Usman yang berkulit cokelat tersebut, mengaku
percayai kalau tala' salapang bukan pohon sembarangan. Terbukti, katanya, tiap
tahun pohon itu "mengambil orang" dengan adanya kecelakaan di sekitar
pohon itu.
Toh demikian, ia mengaku
tidak perlu melakukan ritual untuk menjaga kekeramatan pohon. "Yang
penting kan kita tidak macam-macam di sini," jawabnya enteng sambil terus
bermain kartu domino.
Lantas, siapakah si
penanam tala' salapang? Penulis akhirnya bertemu dengan Tokoh Masyarakat Adat
Kerajaan Tallo, Andi Sirajuddin, 36, yang juga putra bungsu mantan Gubernur
Sulsel keempat, Andi Oddang. Dari mulut lelaki yang berperawakan tinggi ini,
tabir asal usul tala' salapang mulai terungkap.
Andi Sirajuddin yang
akrab disapa Udin, menyebut nama Karaeng Ratu, 92, sebagai sumber otentiknya.
Karaeng Ratu yang meninggal tahun 2007 lalu, merupakan putri Raja Gowa ke-36, I
Mangimangi Dg Matutu Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Tahir (1936-1946).
Tala'salapang, konon
kabarnya, bermula pada pemerintahan I Sambo Daeng Niasseng Karaeng
Pattingaloang atau Raja Tallo ke-5 (1576-1593). "Tala' salapang ditanam
sembilan orang dewan adat kerajaan Gowa atau disebut Bate' Salapang. Mereka
juga disebut sembilan kasuwiyang atau sembilan pengabdi," kata Udin
memulai kisah.
Bate' Salapang ini
dibentuk, sebagai penengah terjadinya silang pendapat antara kerajaan Gowa dan
kerajaan Tallo pada waktu itu. "Ada pesan leluhur yang mengatakan, barang
siapa yang mengadu domba kerajaan Gowa dan Tallo, maka dia akan binasa hingga
ke keturunannya," terangnya.
Berdasarkan pesan leluhur
inilah, maka bate' salapang menyepakati menanam sembilan pohon lontar sebagai
simbol perdamaian. "Sembilan tala' salapang itu masing-masing mengandung
makna," tutur lelaki berkacama ini.
Misalnya, persatuan
(passereang), kesucian hati (tullusu ati/ininnawa), perkataan bijak (kana
tojeng), keberanian tak berujung (kabaraniang), martabat kebangsaan (siri'),
satu kata berikut perbuatan (kontu tojeng) maupun menjadi tempat panutan
(kalabbirang)
* Sempat Dikeramatkan,
Muncul Perempuan Berbaju Bodo
Usia tala' salapang yang
bisa mencapai ratusan tahun, konon kabarnya, lantaran pohon itu mengalami
"reboisasi" berulang-ulang. Bedanya, proses itu tak dapat terlihat
secara kasat mata. Pertemuan penulis dengan Tokoh Masyarakat Adat Kerajaan Tallo,
Andi Sirajuddin, 36, mengungkap fakta bahwa tala 'salapang ternyata ditanam
oleh bate' salapang atau sembilan orang dewan adat kerajaan Gowa.
Tepatnya pada
pemerintahan Raja Tallo ke-5, I Sambo Daeng Niasseng Karaeng Pattingalloang
(1576-1593). Lelaki yang juga masih keturunan Raja Tallo ke-33, I Makkarumpa Dg
Parani itu menyebut, tala' salapang sebagai penanda hubungan antara kerajaan
Gowa dan kerajaan Tallo.
"Makanya tempat itu
sekaligus sebagai batas antara kerajaan Gowa dan kerajaan Tallo yang berlaku
sebelum revolusi," ujar Andi Siorajuddin yang akrab disapa Udin.
Jika memang benar, tala'
salapang yang ada saat ini ditanam sejak abad 15, tentunya daya tahan pohon itu
luar biasa. Namun menurut mitos, ungkap Udin, tala' salapang sudah kerap kali
"berganti" secara gaib.
"Pohon lontar yang
tidak produktif lagi, secara otomatis akan diganti yang baru dengan tinggi dan
di tempat yang sama," tutur lelaki lulusan Fakultas Sastra UMI ini.
Dalam metodologi mistis
Makassar, yang menggantikan atau yang menanam pohon lontar itu, sejenis makhluk
halus, disebutkan bahwa Pattanna Pa'rasangang (si pemilik kawasan tersebut,
red). "Kalau tidak ada yang mengganti, tidak mungkin bisa bertahan. Setahu
saya, jenis palem kayak pohon lontar ini hanya berusia maksimal 60 tahun,"
duganya.
Udin punya pengalaman
spiritual di tahun 1995. Dia sempat menangkap sosok makhluk halus yang berwajah
cantik di sekitar pohon itu. "Perempuan itu berbaju bodo merah jambu.
Wajahnya sangat muram. Entah mengapa," ujar Udin heran.
Namun Udin menduga, itu
karena tala' salapang tidak dikeramatkan lagi seperti dahulu. "Dahulu
orang tidak boleh membuang ludah sembarangan, bersepeda harus turun, tidak
boleh buang air kecil, atau kalau naik dokar kudanya harus dipegang,"
urainya.
Lelaki yang juga sebagai
salah satu tokoh masyarakat adat kerajaan Tallo ini mengaku prihatin, karena
tala' salapang tidak dijadikan situs sejarah. "Tala' salapang layak
disebut situs, karena ada peristiwa sejarah di dalamnya. Apalagi tiap pohon pun
mengandung nilai kebijaksanaan. Mestinya pemerintah memikirkan hal ini,"
tandasnya.
Udin memprediksi, tala'
salapang yang ada saat ini tidak akan ada yang benar-benar abadi. "Lihat
saja, satu pohon sudah tumbang. Tala' salapang hanya bisa abadi melalui
nilai-nilainya kalau dilestarikan," tegasnya kemudian.
Lain lagi cerita
Konsultan Masalah Adat Sejarah Budaya Gowa Istana Balla Lompoa, Djufri Tanri
Bali Mappile, 64. Djufri mengungkapkan bahwa tala' salapang ditanam menjelang
abad 13, atau ditandai munculnya sembilan komunitas masyarakat (bori').
Pemimpin dari sembilan
komunitas ini menyatukan sikap kesetiaan dengan menanam pohon lontar.
"Sembilan komunitas ini disebut kasuwiang salapang lalu berubah menjadi
bate' salapang," tutur lelaki ini. Sementara, barulah di abad 15 muncul
pertama kali penanaman ulang karena adanya pohon yang rapuh.
Kurun waktu abad 15
hingga abad 19, lelaki beruban ini menduga, tala' salapang sudah mengalami
tujuh kali penanaman ulang. Penanaman terakhir dilakukan oleh panglima perang
kerajaan Gowa. Sedangkan kalau yang tumbang baru-baru ini (1997), penanaman itu
dilakukan oleh masyarakat setempat yang masih sadar lingkungan.
"Penanaman tala'
salapang selalu melalui proses natural. Bibitnya bisa diambil dari tempat mana
saja yang dianggap memiliki nilai historis, misalnya dari Sanro Bone yang ada
di bagian selatan Gowa," jelas Djufri yang menyebut sumber otentiknya berasal
dari Baso Cella Tanri Bali Petta Talle, sekaligus kakeknya yang bekerja sebagai
pengumpul naskah tua pada pemerintahan Raja Gowa ke-33.
Lantas, berapa sebenarnya
usia tala' salapang yang ada saat ini? Dekan Pertanian Unhas, Prof Dr Ir
Mursalim, Msc mengatakan jenis palem-paleman seperti pohon lontar memang ada
yang mencapai usia ratusan tahun. "Kalau untuk tala' salapang, masih perlu
penelitian lebih detail.