Aspar Paturusi bersama Salim Said. |
------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 11 Juni 2014
Kesaksian Sejarah dari Salim Said
Oleh: Aspar Paturusi
(Sastrawan, Budayawan, Aktor)
Prof. Dr. Salim Said telah mendahului kita. Dia pergi dengan banyak memberi arti pada kritik film dan sastra. Sejumlah karya buku diwariskannya pada bangsa dan negara. Film, pers, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
Salim Said menulis proses dan peristiwa perjalanan sejarah dari Gestapu ke Reformasi, seperti judul bukunya, tidak hanya merekamnya, tetapi dia menjadi saksi hidup atas periswa yang terjadi. Dia sebutkan sebagai rangkaian kesaksian.
Dia tidak hanya sebagai wartawan terjun ke lapangan, tetapi sekaligus sebagai pengamat dan saksi atas sejumlah kejadian.
Salim Said tidak hanya bersama petinggi militer, tetapi juga bergerak bersama prajurit yang bertindak dan mengamankan situasi. Dia pun menyaksikan langsung rangkaian langkah pengamanan yang perlu segera dilakukan oleh seluruh petugas operasi militer.
Apa yang ditulis dalan bukunya dengan berada dalam peristiwa sejarah, adalah karya tepat, otentik, cermat, dan cerdas. Karya sejarah itu lebih lengkap bila hanya ditulis seorang sejarawan. Penuturannya bak kisah serupa adegan hidup di depan kita.
Ketika apresiasi saya sampaikan melalui WhatsApp (WA) kepada Salim Said, dia langsung menulis: "Saya percaya kepada integritas Anda."
Salim Said muda adalah seniman Parepare bersama seniman muda lainnya seperti Andi Makmur Makka, Andi Syafiuddin Makka, dan Anzas.
Mereka mendirikan organisasi yang diberi nama ORSENIM, Organisasi Seniman Muda yang berpusat di Parepare.
Pada awal tahun 1960-an kami bertemu di Makassar. Saya mengajukan usul yang tidak mungkin disetujui yakni menjadikan Makassar sebagai pusat.
ORSENIM tetap eksis. Mereka mendirikan cabang di Makassar. Mereka giatkan aktivitas sastra dan kesenian umumnya. Seniman Salim Said tentu turut aktif berkarya.
Akan tetapi tidak lama lantaran Salim hijrah ke Solo untuk melanjutkan pendidikan.
Salim Said bertemu tokoh-tokoh seniman di Solo dan Yogya. Tak lama kemudian tulisannya dimuat di majalah kebudayaan Mimbar Indonesia. Redaktur rubrik budayanya adalah H B. Jassin.
Menetap di Jakarta dia aktif sebagai wartawan dan menjadi salah seorang pendiri majalah TEMPO.
Salim Said kemudian dikenal sebagai penulis kritik film yang banyak diikuti oleh artis dan pegiat perfilman nasional.
Mundur dari majalah TEMPO, Salim Said mendapatkan kesempatan studi di Amerika Serikat.
Di Makassar, suatu hari saya menerima kartu pos yang dikirim oleh Salim Said.
"Aspar, justru di sini saya baru baca novelmu Arus, di perpustakaan ketiga terbesar di Amerika, Ohio."
Sebagaimana diketahui novel Arus itu adalah termasuk 5 novel yang mendapat penghargaan selaku peserta Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, tahun 1974.
Pada tahun 1990, Akademi Jakarta memilih sejumlah seniman dan sastrawan menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta. Mereka akan aktif di bidang sastra, tari, seni rupa, dan film/musik.
Salim Said yang sudah balik ke Jakarta, dan saya dipilih untuk duduk selaku anggota DKJ.
Ketika akan diadakan rapat anggota, Salim menelpon saya untuk mendukungnya selaku ketua. Saya langsung setuju. Dia pantas untuk jabatan tersebut.
Tiga tahun di masa jabatannya, Salim Said, banyak melakukan perjalanan menghadiri diskusi dan festival film internasional.
Jelang akhir periode selaku anggota DKJ, terjadi rapat di Graha Bhakti Budaya. Rapat itu berupa pertemuan antara pengurus DKJ dan Seniman Jakarta yang menuntut pengunduran diri para pengurus.
Saya yang memimpin pertemuan. Suara-suara lantang memenuhi gedung. Salim berbisik ke Adi Kurdi untuk mengambil alih pimpinan.
"Aspar emosional," katanya.a
Adi Kurdi diam saja. Saya terus memimpin pertemuan.
Sastrawan Hamsad Rangkuti berteriak lantang, saya tidak mau mundur.
Saya juga tidak mundur. Saya melanjutkan perjalanan tugas sampai tahun 2002. 12 belas tahun lamanya.
Salim Said secara terhormat meletakkan jabatan selalu Ketua DKJ.
Dr. Salim Said diangkat jadi Dubes RI di Cekoslovakia. Selama beliau bertugas di sana, kami tidak ada komunikasi.
Selesai masa tugas dia berkantor di salah satu tempat di jl. Soepomo pada sebuah yayasan yang didirikannya.
Saya diundang untuk menemuinya. Ternyata saya menerima sebuah buku yang tebalnya 587 halaman.
Buku itu berjudul=
DARI GESTAPU
KE REFORMASI
serangkaian kesaksian .
Saya menerima buku cetakan kedua 2014.
Salim Said menulis
Untuk sahabat lama
Aspar Paturusi
Tertanda Salim Said .
Saya membaca buku itu hampir sekali selesai. Ditulis sangat menarik saat Gestapu. Kemudian di era Reformasi.
Kita diajak mengikuti peristiwa demi peristiwa. Hal-hal yang tidak terungkap selama ini menjadi terbuka.
Saksi hidup, Prof. Dr. Salim Haji Said, telah mewariskan karya sejarah yang belum tentu mampu ditulis oleh sejarawan biasa.
Selamat jalan, saudaraku.
Jakarta, 10 Juni 2024