Demokrasi Masih Diuji dalam Pilkada Serentak 2024

Alangkah eloknya jika dalam Pilkada Gubernur 2024, Golkar memberi contoh dan tauladan dalam berdemokrasi, dengan tidak membangun kesepakatan yang dapat diasumsikan sebagai penjegalan kepada figur publik lainnya. (Achmad Ramli Karim)

 

-----

PEDOMAN KARYA

Senin, 29 Juli 2024

 

Demokrasi Masih Diuji dalam Pilkada Serentak 2024

 

Oleh: Achmad Ramli Karim

(Pemerhati Politik & Pendidikan)

 

Terkait pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Golkar HAM Nurdin Halid, yang mengungkapkan peluang terjadinya kotak kosong di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan 2024.

Nurdin mengatakan, konstelasi politik terbaru di level nasional memungkinkan terjadinya kotak kosong di Pilgub Sulsel 2024 kali ini.

“Besar kemungkinan kotak kosong di Pilgub Sulsel 2024. Kalau feeling politik saya itu kemungkinan kotak kosong,” kata Nurdin Halid.

Jika Partai Golkar mengikuti jejak Partai Gerindra dan PAN resmi bergabung dengan partai koalisi (ASS-Fatma), berarti dapat diduga terjadinya kesepakatan politik (politik transaksional) di bawah kendali oligarki.

Dan hal itu dapat dimaknai sebagai upaya penjegalan kepada figur publik dan calon lainnya, agar tidak lolos dalam penjaringan bakal calon. Sebab tidak ada lagi Parpol yang mencukupi electoral threshold, untuk bisa mengusung calon lain.

Berarti koalisi Parpol menghendaki calon tunggal melalui rekayasa politik (ASS-Fatma vs Kotak Kosong). Sebenarnya strategi politik ini diduga juga telah direncanakan oleh koalisi oligarki pada Pilpres yang lalu, namun tidak berhasil rencana penjegalan tersebut.

Konsep dan strategi ini adalah bentuk penyimpangan dari demokrasi Pancasila, karena rakyat telah memberikan mandatnya kepada wakilnya (DPR & DPRD) namun dikhianati.

Menurut Mohammad Hatta (dalam Agustam, 2011:82), demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia, dan berkesinambungan.

Masih terkait pengertian demokrasi Pancasila, secara sederhana demokrasi Pancasila dapat diartikan sebagai konsep demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Prinsip demokrasi tersebut di atas seharusnya dijadikan acuan dan landasan pelaksanaan Pilkada serentak 2024, baik oleh pemerintah, penyelenggara Pemilu, maupun peserta Pemilu itu sendiri (Parpol).

Pilkada serentak seharusnya tidak mencopot kewenangan DPRD sebagai pengejawantahan dari kedaulatan rakyat (demokrasi). Oleh karena itu, tidak sepantasnya muncul calon tunggal dalam setiap Pilkada, jika parpol sebagai peserta Pemilu menerapkan prinsip demokrasi yang menjadi acuannya dan bukan kontrak politik (politik transaksional).

Partai Golkar adalah partai yang bisa menjadi guru dan dapat digugu serta mampu menjadi juri dalam politik, karena sudah matang pengalaman dalam berdemokrasi. Hal ini karena Golkar-lah yang melahirkan Orde Baru, dimana telah mampu meletakkan fondasi pembangunan nasional dalam bentuk Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), serta mampu membentengi kedaulatan NKRI dalam segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) melalui landasan politik luar negeri yang “bebas dan aktif.”

Alangkah eloknya jika dalam Pilkada Gubernur 2024, Golkar memberi contoh dan tauladan dalam berdemokrasi, dengan tidak membangun kesepakatan yang dapat diasumsikan sebagai penjegalan kepada figur publik lainnya.

Sangat tidak manusiawi bagi peserta demokrasi (pengurus Parpol), karena tidak mempertimbangkan jasa-jasa tokoh publik atau elektabilitas dan kapibilitas calon lainnya yang cukup banyak tersedia. Adakah jual beli kursi?

Praktek politik kotor seperti ini (politik transaksional), bisa melahirkan kejenuhan dan kekesalan publik yang masing-masing memiliki figur. Dan tidak tertutup kemungkinan dapat melahirkan kampanye hitam melawan tirani kekuasaan oligarki, dan akhirnya kotak kosong yang menang.

Bila kotak kosong yang menang, Mendagri akan menugaskan Plt Gubernur selama satu periode. Ini bukan solusi dalam demokrasi Pancasila, melainkan solusi politik transaksional untuk kepentingan kelompok, yang harus dipersiapkan sebelumnya bila kandidat yang diunggulkan kalah oleh kotak kosong.

Dengan menunjuk Plt Gubernur oleh Mendagri (bukan DPRD), maka itu adalah bentuk penyimpangan demokrasi Pancasila, karena dapat diduga masih dalam kendali koalisi oligarki.***

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama