------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 03 Juli 2024
Membalas Puisi D. Zawawi Imron
Oleh:
Mahrus Andis
(Sastrawan, Budayawan, Kritikus Sastra)
Puisi D. Zawawi Imron berjudul “Hikmah”
yang dia tulis untuk saya memaksa batin saya tepekur. Di bait awal puisinya ada
frasa “gerimis hikmah”. Lama saya renungi diksi itu. Di kelopak hati saya
terbetik ucapan ulama besar dunia, Syekh Muhammad Abduh. Lafaznya seperti ini
(semoga saya tidak salah ingat):
“Al Hikmatu hiyal ilmusshahiihul muharraqu
lil iraadhati ilal 'amalinnaafi'-hikmah adalah ilmu yang benar, menggerakkan
hati manusia untuk berbuat kebajikan.”
Hasil perenungan saya menyimpulkan (baca:
saya mencoba mendekatinya secara hermeneutik) bahwa KH Zawawi Imron adalah
tipikal seorang alim yang sudah meraih maqam kesufian di level “mabuk di laut
kerinduan”. Bagi saya, diksi “gerimis hikmah” pada puisinya itu menjadi
indeksikal hadirnya “keterharuan transenden” di hati penyair.
Dengan simpulan itulah, maka saya
menukilkan puisi “pengaguman” kepada penyair D. Zawawi Imron sebagai berikut:
AHH !
-kepada dzi-
Ketika badai
berkabut mengamuk
Garang gelombang
mengguncang
Perahu yang
membawamu jauh
Begitu asing
dari kerlip
bintang gemintang
Di laut mana
jiwamu terpaut
Di arus apa
nyalimu tergerus
Di asin bagaimana
zikirmu terjamin
Di palung siapa
detak jantungmu berujung?
Engkau tak sanggup
lagi mengangguk
Sebab nafasmu
tinggal selafaz:
Allah
Huwa
Hu
!
Ibarat sebuah gelas penuh air, penyair
Zawawi memilih tak bergerak dari tempatnya. Ia berada pada puncak “diam”-Nya:
tak sanggup lagi mengangguk, menjawab pertanyaan-pertanyaan imanensial. Wallahu
a'lam.
Demikian, dan salam hormat kembali kepada
KH. Zawawi Imron. *
Makassar, 03 Juli 2024