------
PEDOMAN KARYA
Senin, 26 Agustus 2024
Bara Kehidupan
Bertopengan
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Semalam, tepatnya malam Senin 25/8/2024,
ada 15 titik api unggun nan kelam, justru jadi bara bencana membakari raga
rerumputan bersama rongsongan sekelilingnya.
Senin pagi, ada telepon dari pecundang
terselubung yang masuk tanpa identitas diri, menawar lowongan kerja. Katanya,
atas bekingan bos buhulan topengan formalin kampusan _musang berbulu ayam.
Kemudian, pecundang belum berapa kata
disampaikannya, lalu saya matikan Hp dan memblokirnya. Setelah saya usai
mengerjakan rutinitas berliteratur yang memadai dan mencerahkan.
Kemudian, siangnya kurang lebih jam 14:26,
saya buka blokiran nomor pecundang, terus saya kirim balik via sms, apa you
masih mau, dan butuh kerja yang lebih menjanjikan dibanding gerombolan bos
topengan musanganmu. Berhingga, goresan termuat, belum ada balasan sms dari
operator gerombolan musangan topengan bulu ayam.
Atau gerombolan topengan hanya mau
berdiksi, bah berikut ini.
Apa boleh buat, sudah di ujung tanduk akan
meledak juga, dan terbakar makin membara hingga ubun-ubun dirasa mendidih bukan
main
Bukan jua, nasi telah jadi bubur,
terhambur melebihi cairan comberan, dan tak berguna lagi, sekalipun hanya
jadi debu kuburan.
Tak mesti berhenti, terus lakukan saja
sesukamu, dan tentu akan kembali padamu jua hingga dirasa di sini juga di
sana_bahkan lebih dahsyat lagi.
Akibat dari ulah nafsu angkara, sekalipun
dari semula telah diberi tahu-jangan bermain juga melawan firman Tuhan, agar
tak mautan dalam kesesatan.
Kalau, tewas juga akan mati sia-sia, dan
bahkan akan lebih waladholin sebelum waktunya ditakdirin.
Berkaitan waladholin tersebut, telah
dinukilkan goresan pada media Pedoman Karya 14/8/2024, dan penggalannya,
sebagaimana berikut ini.
Waladholin dalam Kehidupan
Kali ini, goresan akan dinukilkan dengan
meminjam diksi pantun lama,_”Lain ladang lain belalang” dan lain dulu lain
sekarang, boleh jadi “musang berbulu ayam” kini juga terselubung waladholin.
Jejak kata di dalam diksi peribahasa
berpantun pun, dapat dipetik makna positif juga negatif teridentikkan. Namun,
boleh dimaknai berbeda, tergantung konteks yang akan ditujukan, termasuk unsur
kegilaan akan topengan kehidupan duniawian.
Kalau makin gila di dunia akhirat untuk
mengabdi lillah, tiada mengapalah! Tetapi, berlebihan tak karuan gaya
keiblisan. Tentu, akan tetap telanjangan pula, baik dunia maupun keakhiratan.
Bahkan, mungkin akan bermakna cicak juga
kecoa suruhan mesti dimatikan. Bila berlebih bah majnun berhingga waladholin
lebih diindahkan menjadi pantun kehidupannya.
Sekalipun demikian, kehidupan tidak mesti
seriusan melulu di dalam mengindahkan, Namun, butuh juga senda gurau dengan
tidak berlebihan pula, termasuk dalam candaan, dan boleh beragam, misalnya di
antaranya_ saat bercocok tanam atau panen buah pepaya menjadi hiburan dalam
menghiasi taman.
Pepaya Payah - Muntah Darah
Ada teman di taman berkomentar seriusan,
sangat menohok kebenaran:
_ Bila telah melampaui keanehan
Telah muntahin darah plus dibarengi buang
kotoran dalam koloran_
itu pertanda kuburan di depan mata mesti
digalihin __
Yang benar aje kalau candain bro!
itu benar, telah banyak jejaknya, bukan di
dunia maya tetapi nyata di depan mata!
Waduh, Sudahlah candanya bro!
Oh ya, bila nanti buah pepaya ini di
panen, boleh minta gak?
Boleh saja, tapi diminta ya, sama yang
punya, agar tak muntahan, bah dicandain tu ... 😊
Waduh..!
Canda, gitu aja waduh, masa buah pepaya
bisa memuntahin darah, berarti buah pepaya payah dong! 'kan atas ulahmu jua
dari semula tu, ha...ha...ha.... Mungkin, menjadi dinamik
ber_iqra, tidak semuanya jadi topengan kehidupan. Terkecuali oleh para
pelakonnya yang kurang bersyukur saja, dan mungkin yang akan berwujud bara api
membara.
Wallahu alam