Baso Gaya

Tak seorang pun penonton yang melihatnya di dalam lapangan sepak bola. Ternyata bintang tersebut ada di luar lapangan dengan memegang bendera hakim garis. Padahal gayanya sebelum pertandingan dimulai seolah pemain yang sangat tangkas, dan terampil memainkan bola. Orang inilah yang kemudian diberi gelar “Baso Gaya.”

 

----------

PEDOMAN KARYA

Kamis, 29 Agustus 2024

 

Baso Gaya

 

Oleh: Usman Lonta

(Anggota DPRD Sulsel / PAN)

 

Ada sebuah cerita menarik yang bagus dijadikan tamsil dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun ini. Menurut jadwal KPU, bahwa hari Kamis, 29 Agustus 2024, adalah hari terakhir pendaftaran calon kepala daerah serentak seluruh Indonesia.

Dahulu kala, ada seorang ofisial pada pertandingan sepak bola antar-klub di daerah ini. Pada pertandingan antar-klub ini, tampillah seorang ofisial yang bernama Baso Gaya.

Sebelum pertandingan dimulai, Baso Gaya memainkan bola di tengah lapangan. Dengan lincah dia menggoreng bola, melakukan aktraksi layaknya Maradona. Penonton pun bersorak, tepuk tangan, bahkan banyak yang mengira bahwa ini pemain bayaran, yang bakal menjadi pemain terbaik, dan berbagai pujian lainnya.

Singkat cerita, wasit meniup pluit panjang, pertanda bahwa pertandingan segera dimulai. Penonton sudah mulai mengarahkan pandangannya kepada kedua kesebelasan yang telah berhadapan di dalam lapangan sepakbola tersebut.

Tak seorang pun penonton yang melihatnya di dalam lapangan sepak bola. Ternyata bintang tersebut ada di luar lapangan dengan memegang bendera hakim garis. Padahal gayanya sebelum pertandingan dimulai seolah pemain yang sangat tangkas, dan terampil memainkan bola. Orang inilah yang kemudian diberi gelar “Baso Gaya.”

Tamsil atau metafora ini layak menjadi perumpamaan dalam menghadapi Pilkada serentak.  Jika dalam pertandingan sepakbola, memang dari awal tidak ada niatan untuk menjadi pemain karena Baso adalah ofisial, tapi dalam Pilkada serentak mereka yang sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun mempersiapkan supaya mereka ikut bertanding dalam Pilkada serentak ini, di ujung perjalanan tiba-tiba berhenti, tidak melanjutkan perjalanan dengan berbagai alasan.

Ada yang tidak mendapatkan kendaraan politik. Ada yang dibegal partainya. Ada yang tidak didukung oleh elit partainya, lebih mendukung non-partisan yang tidak pernah berkeringat membesarkan partai tersebut, dan berbagai macam alasan untuk menyelamatkan argumentasi  masing-masing.

Barisan Baso Gaya dalam Pilkada serentak menjadi fenomena menarik, bahkan sangat menarik untuk dijadikan penelitian tentang pelembagaan partai politik. Pelembagaan partai politik yang dimaksud adalah adanya kemandirian parpol dalam menentukan calon kepala daerah yang akan didaftarkan ke KPU untuk bertarung dalam Pilkada.

Penelitian ini diharapkan mengungkap kemandirian partai dalam menentukan calon kepala daerah sesuai mekanisme penetapan calon dari partai berdasarkan AD/ART, dan peraturan masing masing-masing partai politik.

Variabel kedua yang ingin diketahui adalah apakah kandidat yang disodorkan sudah sesuai dengan basis pemilih partai yang bersangkutan? Jangan-jangan basis pemilih partai A, menyodorkan kandidat di daerah tersebut yang berasal dari partai B, apalagi jika yang disodorkan tidak berlatar-belakang partai politik, bahkan tidak pernah teruji dalam proses politik elektoral.

Mengakhiri tulisan ini, tirulah mental orang Jepang. Mereka gemar memakai mobil mewah, mereka juga menjadi produsen mobil mewah, tidak sama mental kita, mobil Esemka saja tak kunjung selesai, apalagi mobil mewah. Mental kita sangat gemar naik mobil mewah tapi tak kuasa membuatnya. Mental ini merambah dalam dunia politik. Kita mau naik kendaraan politik saat Pilkada, tapi kita tidak pernah menciptakan kendaraan politik tersebut.

Wallahu a’lam bishshawab…

Jeneponto, 29 Agustus 2024

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama