------
Sabtu, 24 Agustus 2024
Guru Besar Unhas Tuntut
DPR RI Hentikan Revisi UU Pilkada dan Minta KPU Laksanakan Putusan MK
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Para Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar menuntut Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menghentikan revisi UU Pilkada
dan meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) No. 60 dan No. 70 tahun 2024, demi terwujudnya kedaulatan
rakyat berdasarkan Pancasila.
Tuntutan dan permintaan itu disampaikan
dalam Pernyataan Keprihatinan Guru Besar Unhas, tertanggal 22 Agustus 2024, ditandatangani
lebih dari 100 guru besar Unhas, dan disebarkan secara luas kepada pemerintah,
DPR RI dan masyarakat melalui berbagai media.
Berikut pernyataan keprihatinan tersebut:
Menyikapi kegentingan situasi bernegara
dalam dua hari ini, maka dengan penuh keprihatinan dan kesesakan yang mendalam,
kami Guru Besar Universitas Hasanuddin (GB UNHAS) menilai bahwa tengah terjadi
pembangkangan dan pembegalan Konstitusi di Negara Kesatuan Republik Indonesia
akibat dari tindakan atau perbuatan dari Dewan Perwakilan Rakyat R.I. yang
secara sepihak mengatur dan mengubah UU Pemilihan Kepala Daerah dengan tidak
berdasar pada Keputusan MK Nomor 60 dan Nomor 70 yang akibatnya negara hukum Indonesia
yang demokratis berada dalam ancaman bahaya otoritarianisme yang seakan
mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme dan penindasan.
Adanya tindakan tercela yang diperlihatkan
para anggota DPR sepertinya tidak lagi mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat
yang merasakan betul betapa proses penegakan hukum kita mengalami titik nadir
dan tidak lagi mengindahkan tata aturan yang berlaku.
Oleh karena itu, kami dari guru besar
universitas hasanuddin menyatakan keprihatian yang mendalam atas apa yang
terjadi dan menyatakan:
1. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi
bersifat final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara
sehingga tidak ada alasan untuk menerima dan menolaknya.
2. Bahwa Pembahasan revisi Undang-Undang
Pemilihan Kepala Daerah dengan mengabaikan putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan
No.70/PUU-XXII/2024 sehari setelah diputuskan secara jelas dan nyata telah
menciderai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat.
3. Bahwa sama sekali tidak ada dasar
filosofis, yuridis, maupun sosiologis yang dapat dan bisa dipertanggungjawabkan
untuk mengubah persyaratan usia calon kepala daerah termasuk besaran kursi
parpol melalui revisi UU Pemilihan Kepala Daerah.
4. Bahwa perubahan tersebut berpotensi
menimbulkan sengketa antarlembaga tinggi negara seperti Mahkamah Konstitusi
dengan DPR dan juga MA sehingga kelak hasil pilkada justru akan merugikan
seluruh elemen masyarakat karena bersifat kontraproduktif dan akan menimbulkan
kerusakan kehidupan bernegara.
5. Bahwa Kami tersentak dan sangat geram
atas sikap serta tindak laku para pejabat baik di tataran eksekutif,
legislatif, maupun yudisial yang sangat arogan dan secara nyata telah
mengingkari sumpah jabatan mereka.
6. Bahwa Kami sangat prihatin dan cemas
akan masa depan demokrasi Indonesia yang akan menghancurkan bangsa ini.
Seharusnya anggota Dewan yang terhormat semestinya mengawal dan menjamin
keberlangsungan Reformasi namun justru telah berkhianat dengan menolak mematuhi
putusan Mahkamah Konstitusi yang secara nyata memberi keadilan dalam perlakuan yang
sama dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
7. Bahwa Kami menuntut untuk menghentikan
revisi UU Pilkada serta Meminta KPU segera melaksanakan putusan MK No. 60 dan
No. 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila.
Makassar, 22 Agustus 2024.
Editor: Asnawin Aminuddin