Raja Amangkurat II membunuh ayahnya Raja Amangkurat I (kiri), Maman A Majid Binfas (kanan). |
-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 18 Agustus 2024
Hatawa,
Orangtuanya pun Dibunuh
Oleh: Maman A. Majid
Binfas
(Sastrawan, Akademisi,
Budayawan)
Hatawa, merupakan akronim dari
harta, tahta dan wanita, akan diuraikan lebih lanjut tentang tapak jejaknya,
terutama mengenai esensi akibat dari godaan nafsu kebuasan berlebihan.
Bukan terkadang, tetapi memang
godaan tentang harta, tahta, dan wanita melebihi karakter naluri berjiwa
keiblisan. Jangankan orang lain, bahkan orang tua yang melahirkan pun akan
diracuninya, baik terselubung maupun dengan secara terangan.
Tapak jejak ini, masih saja
bercermin pada perbuatan Habil dan Qabil, anak Nabi Adam sebagai turunan
pembuka kebaniannya.
Mungkin itu sebagai jejak
pembelajaran mesti dimusnahkan, dikarenakan berjejak sebagai karakter
kebiadaban yang sungguh melampaui batas rasa kemanusiaan yang sesungguhnya. Hal
ini sehingga Tuhan mengutuk Iblis dengan laknatullah, dan menurunkan titah
kalam_Nya sebagai cerminan melalui rahim Nabi Adam, yakni diutusnya para nabi
hingga Rasulullah SAW.
Bahkan, telah jelas utusan
Tuhan pun, masih tetap saja diingkari dan dibunuhnya, oleh para manusia yang
berkarakter kebiadaban laknatullah.
Sekalipun, kini juga telah
melalui akademisi pun, masih saja berlogika gelap gulita dilakukannya dengan
bercermin pada perbuatan demikian. Seakan gulita dan hampa pelita di mata
nurani kemanusiaannya, dikarenakan dorongan nafsu buas yang kebiadaban melebihi
karakter Iblis laknatullah.
Dalam goresan ini akan
dinukilkan, karakter laknatullah dari beberapa jejak raja atau orang tua yang
dibunuh oleh anaknya dan juga sebaliknya.
Membunuh Karena
Tahta
Pada bagian ini, akan dikutip
di salah satu kisah yang dibagi oleh Amelia Solekha(2021, di dalam Idntimes.com
berjudul “9 Penguasa yang Mengeksekusi Anggota Keluarganya Sendiri, Sadis!”
Di mana, kisah Brittanicus
meninggal secara misterius, dan Nero merencanakan pembunuhan dengan perahu yang
dimodifikasi agar tenggelam untuk membunuh ibunya, tetapi Agrippina berhasil
selamat dengan berenang ke pantai. Kemudian, Nero lelah berpura-pura, dan
dengan kejam mengeksekusi ibunya sendiri.
Singkat cerita dan akhirnya,
Nero menjadi Kaisar Roma saat masih remaja pada 54 M, menurut ThoughtCo.
Namun, hal ini menjadi bumerang, semua ini tidak lain, demi tahta kekuasan dan
tentu tidak lain berkaitan erat dengan harta warisan dunia semata.
Membunuh Karena
Harta
Faisal Maliki Baskoro (2013)
dalam BeritaSatu.com. mengisahkan tentang anak yang membunuh orang tuanya
karena ingin mengusai harta warisannya.
Dinukilkan dengan topik,
Manchester Inggris - Seorang pria “haus harta” menghadapi ancaman hukuman
seumur hidup karena membunuh orang tuanya demi warisan. Di mana, Stephen
Seddon, 46, sebelumnya pernah mencoba membunuh kedua orang tuanya, Robert
Seddon (68) dan Patricia (65) dengan mengikat mereka di kursi belakang mobil dan
mengemudikan mobil tersebut ke sebuah kanal.
Seddon kemudian berpura-pura
menolong kedua orang tuanya setelah rencananya gagal karena penduduk setempat
datang dan berusaha menyelamatkan korban.
Empat bulan kemudian, Seddon
menembak kedua orang tuanya dengan senapan di rumah mereka di Sale, daerah
Manchester. Seddon adalah pewaris tunggal kediaman mereka.
Ayah tiga anak ini, kemudian
didakwa atas dua tuduhan percobaan pembunuhan pada 20 Maret dan dua pembunuhan
pada 04 Juli 1013.
Seddon hanya bisa
menggelengkan kepala ketika majelis hakim menyatakan dia bersalah, terbukti
membunuh orang tuanya.
Membunuh Karena
Wanita
Kemudian, kisah yang
dibagi Herry Jatmiko (2017): “2 Kisah Sejarah Anak Tega Bunuh Ayah Demi
Kekuasaan di Indonesia” dalam IDN Times. Di mana, dikisahkan mengenai hubungan
antara Amangkurat I yang merupakan raja dari Kerajaan Mataram, dengan anaknya
Amangkurat II tidak harmonis, karena masalah wanita bernama Roro Honyi.
Diceritakan, bahwa gadis
itu dinikahi oleh anaknya (si Amangkurat II). Hal ini membuat murka ayahnya
Amangkurat I. Maka, Amangkurat I memerintahkan Amangkurat II untuk membunuh si
Rara Oyi. Kalau tidak, maka dia sendiri yang akan membunuhnya. Akhirnya dengan
berat hati Amangkurat II membunuh istrinya sendiri.
Kemudian, tahun 1677, terjadi
pemberontakan Trunjana, di dalam pemberontakan ini berhasil menghancurkan
Kerajaan Mataram. Hal ini membuat Amangkurat I melarikan diri ke Batavia untuk
meminta bantuan kepada penjajah Belanda. Dalam perjalanan, Amangkurat I
mengalami sakit berat akibat memikirkan situasi kerajaanya.
Akhirnya, Amangkurat II
memberikan ayahnya air kelapa yang dicampuri racun mematikan. Dalam keadaan
sekarat, Amangkurat I memberi kutukan bahwa kelak tidak ada keturunan dari
Amangkurat II yang menjadi raja. Walau ada, itu hanya sebentar saja. Kutukan
itu pun, menjadi kenyataan.
Dari ragam di atas, dan tentu
ini hanya secuil dari rerumputan kisah nyata, baik mulai keturunan bani Adam
maupun hingga kini masih juga terjadi, sekalipun sangat dikutuk oleh Tuhan
melalui kalam utusan_Nya.
Memang buhulan godaan naluri
jahat yang kebablasan tentang Hatawa itu, sungguh melebihi karakter berjiwa
keiblisan. Jangankan orang lain, orang tua yang melahirkan pun akan
diracuninya, baik terselubung maupun dengan terangan.
Tapak jejak ini masih saja
bercermin pada perbuatan Habil dan Qabil, anak nabi Adam sebagai turunan
pembukanya. Mungkin itu sebagai jejak pembelajaran mesti dikuburkan dikarenakan
jejak berkarakter kebiadaban.
Hal ini sehingga Tuhan
mengutuk Iblis, dan hingga menurunkan titah kalam sebagai cerminan melalui
rahim nabi Adam berhingga Rasulullah SAW. Sekalipun, telah terang benderang,
namun masih saja logika gelap gulita dilakukan seakan tanpa pelita di mata
nurani kemanusiaannya.
Padahal, mereka memahami dan
telah membacanya, QS Al Maidah ayat 32, berarti: “… barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya.”
Apalagi, membunuh orang tua,
demi merampas Hatawa yang melebihi karakter laknatullah, maka tentu akan lebih
dahsyat hukuman dan kutukan oleh Tuhan_nya.
Wallahu a’lam.