Loyalitas Sabri: Mengabdi dengan Hati di Unismuh Makassar

Sejak tahun 1992 hingga menutup lembaran kariernya di Unismuh Makassar pada tahun 2024, Sabri telah mengabdikan dirinya selama 32 tahun penuh dedikasi. 


------

PEDOMAN KARYA

Senin, 26 Agustus 2024

 

Loyalitas Sabri: Mengabdi dengan Hati di Unismuh Makassar

 

Bermula dari kesetiaan yang terpatri dalam jiwa, Sabri mengikuti pengajian rutin yang dibawakan oleh Kiai Djamaluddin Amien di Jalan Veteran Selatan, Makassar. Setiap pekan, ia menyimak dengan tekun dan perlahan.

Jalan hidupnya berubah saat ia menjadi bagian dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar. Dari sanalah, benih kesetiaan dan pengabdian tertanam, tumbuh subur, hingga akhirnya mengakar kuat dalam kehidupannya.

Sejak tahun 1992 hingga menutup lembaran kariernya di Unismuh Makassar pada tahun 2024, Sabri telah mengabdikan dirinya selama 32 tahun penuh dedikasi. Setiap hari yang dilalui di kampus ini ia pandang bukan hanya sebagai rutinitas pekerjaan, melainkan sebagai ladang ibadah dan amal yang menumbuhkan keberkahan.

Gaji pertama yang hanya sebesar Rp35 ribu per bulan tak menggoyahkan semangatnya. Ia menyambutnya dengan senyum tulus dan hati yang lapang, karena baginya, Unismuh bukan sekadar tempat mencari nafkah, melainkan rumah bagi pengabdian sejati.

Dengan ajakan Kiai Djamaluddin Amien, yang kala itu menjabat Rektor Unismuh dan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Sabri menerima panggilan hidupnya. Menjadi kader Muhammadiyah sejak bergabung dengan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Cabang Mamajang, Makassar, pada tahun 1982, perjalanan Sabri terus berlanjut, membawanya lebih dalam ke lingkaran dakwah dan perjuangan Muhammadiyah.

“Pak Kiai (sapaan akrab Kiai Djamaluddin Amien) membina sebuah pengajian di Jalan Veteran Makassar, dan saya rajin ikut pengajian beliau. Saya sudah ikut pengajian beliau sejak saya masih kuliah di Unhas (Universitas Hasanuddin, Makassar),” kata Sabri, mengenang awal mula perjalanannya.

Suatu hari, di tengah kajian yang sarat hikmah, Kiai Djamaluddin Amien mengungkapkan bahwa Unismuh Makassar membuka Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris dan membutuhkan laboratorium bahasa. Untuk mengelola lab bahasa tersebut, diperlukan tenaga terampil dengan ijazah minimal D3 Elektro. Sabri, yang berijazah D3 Elektro dari Unhas, merasa panggilan itu seperti takdir yang mengetuk pintu hatinya.

“Saya dipanggil Pak Kiai di Jalan Veteran saat pengajian dan ditanya apakah bersedia bekerja di Unismuh dan ditempatkan di lab bahasa. Saya bilang siap,” ungkap Sabri.

Dalam jawaban singkat itu, terkandung niat tulus yang kelak akan mengiringi setiap langkah pengabdiannya di kampus ini.

Sejak saat itu, Sabri bekerja sebagai staf tenaga kependidikan di Unismuh Makassar. Gaji pertama yang diterimanya kala itu hanya Rp35.500, namun dengan keyakinan dan kesabaran, ia menyaksikan bagaimana Unismuh Makassar tumbuh dan berkembang.

Gajinya pun perlahan naik, mengikuti langkah kampus yang semakin kokoh berdiri. Dari Rp35 ribu, naik menjadi Rp50.500, kemudian Rp150.000, hingga mencapai Rp350.000, dan seterusnya, seiring dengan semakin besarnya Unismuh yang ia cintai.

Unismuh Makassar di masa itu masih dalam kondisi yang memprihatinkan, membutuhkan orang-orang berjiwa sabar untuk membesarkan mimpi-mimpi yang tertanam.

“Pak Kiai Makmur Ali (Ketua BPH Unismuh kala itu) pernah berkata, ‘kita harus sabar dalam bekerja, insya Allah nanti akan berbuah manis’. Pak Kiai Djamaluddin Amien selalu mengingatkan bahwa bekerja dengan sabar di Unismuh adalah amal jariyah,” tutur Sabri, mengenang pesan yang selalu ia pegang teguh sebagai pegangan hidup.

Perjalanan karier Sabri di Unismuh diawali dari staf di laboratorium bahasa, kemudian dipindahkan ke Bagian Tata Usaha Fakultas Agama Islam (FAI), lalu diangkat menjadi Kepala Tata Usaha FAI.

Tidak berhenti di situ, ia terus melangkah hingga menjadi Kepala Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), dan akhirnya menjadi Kepala Tata Usaha Program Pascasarjana. Di setiap langkah kariernya, Sabri tidak hanya bekerja, tetapi juga menanamkan semangat pengabdian dan ketulusan.

Meski gaji yang diterimanya tidak besar, Sabri tidak pernah merasakan kekurangan. Bagi dirinya, yang penting bukanlah angka di slip gaji, melainkan berkah yang mengalir dalam hidupnya. Dalam kesederhanaan, ia menemukan kebahagiaan yang sejati, sebuah kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan materi.

Karena kesetiaan dan ketulusannya, Sabri dua kali dianugerahi penghargaan sebagai “Karyawan Berprestasi,” yaitu pada tahun 2011 dan 2018, yang membawanya hingga ke Tanah Suci, menikmati hadiah umrah yang tak ternilai. Penghargaan tersebut bukan sekadar pengakuan atas kinerjanya, melainkan juga cermin dari dedikasi dan ketulusan yang ia tanamkan selama bertahun-tahun.

Sabri mengikat janji suci dengan Rahmawati pada tahun 1995, setelah perkenalan yang singkat selama dua bulan. Sang istri, yang saat itu masih kuliah di Fakultas Ekonomi Unismuh, menerima lamarannya yang diantarkan langsung oleh Kiai Djamaluddin Amien, yang juga memimpin akad nikah mereka. Dalam kebersamaan yang diberkahi, mereka telah dianugerahi empat anak, yang menjadi buah cinta dan kesetiaan mereka.

Tahun 2024, Sabri diberikan amanah sebagai Ketua Panitia Amaliyah Ramadhan Masjid Subulussalam Al-Khoory, Kampus Unismuh Makassar. Dengan penuh tanggung jawab, ia menjalankan tugasnya, sementara kesetiaannya pada dakwah tetap terjaga dalam berbagai pengajian, ceramah Ramadhan, hingga khutbah Jumat yang disampaikannya.

Di tengah kesibukan tersebut, Sabri selalu ingat bahwa setiap langkahnya adalah pengabdian kepada Allah dan sesama.

Dalam 32 tahun pengabdiannya, Sabri telah menorehkan pelajaran hidup yang berharga tentang loyalitas dan ketulusan dalam bekerja. Ia adalah contoh nyata bahwa niat ikhlas untuk beramal akan selalu membuahkan hasil yang manis, baik di dunia maupun di akhirat kelak. (asnawin aminuddin)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama