Negeri Impian

Di zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja yang dikenal akan kebijaksanaannya yang menyinari kerajaannya bak cahaya bulan purnama. Di bawah naungan kekuasaannya, rakyat hidup dalam ketenteraman, menikmati damai dan bahagia di setiap helaan napasnya. 

 

------

PEDOMAN KARYA

Jumat, 23 Agustus 2024

 

Negeri Impian

 

Oleh: Usman Lonta

(Anggota DPRD Sulsel)

 

Di zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja yang dikenal akan kebijaksanaannya yang menyinari kerajaannya bak cahaya bulan purnama. Di bawah naungan kekuasaannya, rakyat hidup dalam ketenteraman, menikmati damai dan bahagia di setiap helaan napasnya. Namun, roda nasib mulai berputar saat angin perubahan bertiup keras di tanah kerajaan.

Musibah datang menyergap, mengoyak kedamaian saat benih-benih perpecahan mulai tumbuh subur di antara rakyatnya. Konflik merajalela, api pertikaian menyala ketika kebijaksanaan sang raja mulai terdistorsi oleh kepentingan pribadi dan keluarganya.

Sang raja yang dahulu dipuja karena keadilannya, kini dinodai oleh tindakan nepotis yang meracuni akhir masa kekuasaannya. Lembaga-lembaga negara pun satu per satu terkooptasi, menjadi alat yang memuluskan ambisi dinasti dan memperpanjang kekuasaan yang mulai rapuh.

Namun, di tengah gulita tersebut, muncul satu lembaga yang masih setia menjaga kemurnian konstitusi. Keputusannya menjadi semburat cahaya yang menerangi jagat raya, menggugah kembali semangat demokrasi yang hampir padam. Di tengah lesunya bursa kandidat pada pemilihan pemimpin lokal, keputusan lembaga ini bagaikan angin segar yang membangkitkan kembali harapan.

Ujian yang dihadapi kerajaan ini sangatlah berat. Koleganya yang dahulu setia, kini gagal mempertahankan keinginan sang raja untuk terus melanggengkan kekuasaan dinastinya. Rencana untuk mengubah aturan main pemilihan pemimpin lokal mendapatkan perlawanan sengit dari masyarakat.

Pekikan demonstrasi yang menggema ke angkasa menggetarkan jantung kekuasaan, membuat kolega sang raja tak lagi mampu berkutik, dan niat untuk merevisi aturan pun terpaksa dibatalkan.

Kini, saatnya partai politik memanfaatkan momentum ini. Mereka harus merumuskan kembali posisinya, merenungkan ulang langkah-langkah yang diambil untuk mendorong kader-kader mereka maju dalam pemilihan pemimpin lokal.

Ini saatnya bagi partai politik untuk benar-benar memikirkan kepentingan pemerintahan lokal, bukan hanya menjadi alat bagi elite, tetapi menjadi wadah yang menampung aspirasi publik, termasuk suara daerah dalam menentukan pemimpin mereka sendiri.

Inilah waktu bagi partai politik untuk tidak lagi berdiri di satu barisan kartel, melainkan memberikan banyak pilihan bagi masyarakat dalam menentukan masa depan mereka.

Sebagai masyarakat sipil, secercah harapan masih ada untuk menyehatkan demokrasi yang mulai sakit. Memanfaatkan keputusan lembaga negara yang masih punya niat tulus membenahi bangsa ini adalah solusi terbaik untuk menekan tumbuh suburnya calon pemimpin lokal hasil kartel, boneka, atau bahkan berhadapan dengan kotak kosong.

Alangkah malangnya seorang pemimpin lokal yang harus berhadapan dengan lawan yang tak seimbang, apalagi jika yang dihadapi hanyalah kotak kosong. Mungkin dengan melawan kotak kosong, kemenangan sudah di depan mata, tetapi kemenangan itu akan terasa hambar, tak memiliki kehormatan. Dan, jika kalah, sungguh, di mana muka hendak disembunyikan

 

Jakarta, 23 Agustus 2024

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama