------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 03 Agustus 2024
Stop Tarik Tambang
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Jangan terlalu lebay dan terjebak dengan
durasi diksi tarik tambang. Ini baru proses hingga dibentuk tim logis untuk
finishing. Bukan berarti anti kritikalisasi dikarenakan tergadang oleh peci
runcing yang menghadang guna melumpuhkan logika kemanusiaan.
Di dalam menggores gagasan mesti terjadi
perbedaan gesekan ide, tidak lain muaranya supaya menuai solusi cemerlang, _bukan
hanya bermuara ranah dagelan jemuran kepatuhan sehingga tidak boleh berpolemik
berpantun sesama hamba Tuhan.
Tentu, yang patut dan lebih pantasan
menjadi atlas kecemerlangan di dalam logika tindakan yang brilian mencerahkan. Itu
atlas logika brilian yang bernurani sejati, dan dianugerahi Tuhan tanpa ingkar
janji diyakininya.
Dan kaji lebih dalam logika hingga
Muhammadiyah dan NU didirikan oleh pendirinya yang lillah, tentu tidak lain
untuk perubahan yang logis dan sehingga dipahami.
Bukan dihadang logika polemikalisasi
bernurani nafas Ketuhanan guna menggapai tambang “baldatun thayyibatun wa
rabbun ghofur: sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan
perilaku penduduknya.”
Tambang kebaikan guna memanen kebaikan
tindakan logis mesti diindahkan, dengan melepas belenggu arogansi kronisan,
termasuk denyutan bara dendam di antara sesama makhluk Tuhan.
Buhulan Dendaman
Lepaskan dan tuntasin dedengkotan akan
arus dendam yang membuhulin hati berkaratan noda hitam melebihi arang berkaram
_
Mungkin, baru bisa jernih berkalam akan
logika bernurani verbanian
Supaya alam akan berseri terbaca dengan
kaffah’ dan ‘fis silmi nan paripurna berkalamullah lillahi.
Semasih, ternodai dan hanya merasa paling
dominan sucian__ selain diri dan kelopakan buhulan.
Kemudian, nan berbeda dianggap laisa
minnaa, _itu juga arogansi oligarkian dan mungkin itu pertanda kehancuran
akan bersalaman.
Apalagi, rasa patuh guna dipanen, dan
tentu, bahkan rerumputan akan semakin menjauh dengan kehijauan derita nan akut
ikutan_ akan lebih elokan memilih kering kerontangan sekalian, terpenting masih
tetap kokoh berkalam Ilahi!
Kalau arus darah nadi hati makin tercemari
noda dendam pekatan bah comberan air dalam emberan, bukan jua tumpahan kopi
hitam, dan mau diapain.
Lebih baik diam dengan Alif lam Mim
Dari pada bersemayam dengan durasi rasa
dendam berdedengkotan noda hitam hingga karam, dan akhirnya retakan dikenang
tanpa jadi cermin.
Cermin Retakan
Kini tampak jelas hanya aksesoris dengan
polesan sehingga dihinggapi keteledoran bercermin. Tidak lain, akibat dari
hampa teladan jadi panutan_
Terkecuali, hanya pada hubbuddun ya
jadi cerminan dan paling dikedepankan. Mungkin, lebih afdhalan dibotakin
sekalian, hingga tidak kerepotan bersisiran dan juga tak membuat cermin jadi
retakan.
Bah tembang tambang digusung dan bukan
menjadi tarikan retakan bertaring.
Tarik Tambang
Memang di dalam dunia perlombaan tarik
tambang mesti ada yang menang atau tumbang _ mungkin juga berimbang.
Hal yang wajar saja, bila terjadi baku
tarik menarik hingga finishing tali tambang untuk alat bertanding.
Apalagi antara gunung ganang berjurang dan
bertebing mesti ditimang dengan matang agar lebih cemerlang. Saling menghargai
arus logika luhur yang mencerahkan, sekalipun berbeda muatannya.
Tentu, niatannya tidak lain, demi kemaslahatan yang dijunjung tinggi, dan mesti diindahkan dengan tulus yang berdasar kepada akar kecintaan semata. Bukan stop polemik tarik tambang, terpenting dialogis dijunjung tinggi karena pengabdian lillah guna menggapai “baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur” untuk semua!
Wallahu a’lam.