Ujian Berat Partai Politik

Implikasi yang paling buruk dari Pilkada kotak kosong adalah merosotnya demokrasi, adanya persaingan menuju kepemimpinan daerah yang tidak fair, dan tidak setara. Bayangkan calon kepala daerah berhadapan dengan kotak kosong, betapa jauhnya jarak kesetaraan. - Usman Lonta - 

 

------

PEDOMAN KARYA

Senin, 26 Agustus 2024

 

Ujian Berat Partai Politik

 

Oleh: Usman Lonta

(Anggota DPRD Sulsel / PAN)

 

Dua bulan sebelum datangnya fajar kepemimpinan baru, bangsa Indonesia dikejutkan dengan beberapa problem yang sangat serius. Mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar, keluarnya putusan MK no 60 2024 yang membawa seberkas sinar d itengah kegelapan demokrasi, adalah rangkaian masalah besar menjelang terbitnya fajar kepemimpinan baru.

Di tengah suramnya masa depan demokrasi mengahadapi Pemilukada serentak, dimana kekuatan partai politik pemenang Pilpres berhasil mengkonsolidasi kekuatan hingga nyaris di beberapa pemilihan kepala daerah berhadapan dengan kotak kosong, Mahkamah konstitusi mengeluarkan putusan MK No. 60 2024.

Dengan keputusan ini, partai politik tidak diwajibkan lagi untuk mengakumulasi jumlah kursi 20 persen sebagai persyaratan mengusulkan calon kepala daerah ke KPU. Jika peluang ini dimanfaatkan oleh partai politik untuk mengusung kader terbaiknya, maka kandidat calon kepala daerah akan tumbuh di kalangan kader partai dan kader-kader bangsa yang mumpuni.

Dalam dilema seperti ini, partai politik mempunyai dua pilihan yang sangat besar, yaitu melakukan ‘perlawanan’ terhadap upaya calon tunggal, berhadapan dengan kotak kosong, atau berhadapan dengan calon boneka, dengan konsekuensi kehilangan menteri pada kabinet Prabowo - Gibran, atau pilihan kedua yaitu mengikuti skenario mereka, untuk mengakumasi partai-partai sehingga Pilkada hanya diikuti oleh satu atau dua pasang saja.

Padahal momentum untuk menyajikan banyak pilihan pada Pilkada serentak tahun ini adalah kesempatan emas bagi partai politik untuk melakukan rekrutmen calon kepala yang dicintai oleh masyarakat. Selain itu masyarakat juga memperoleh informasi dari para kandidat, sebelum menjatuhkan pilihannya.

Implikasi yang paling buruk dari Pilkada kotak kosong adalah merosotnya demokrasi, adanya persaingan menuju kepemimpinan daerah yang tidak fair, dan tidak setara. Bayangkan calon kepala daerah berhadapan dengan kotak kosong, betapa jauhnya jarak kesetaraan.

Implikasi kedua adalah bagi kandidat, meskipun menang berhadapan dengan kotak kosong, aura kemenangannya pasti hambar, akan terdengar ungkapan bahwa memang Anda pemenang, tapi lawan tanding Anda adalah kotak kosong. Sebaliknya jika kalah, beban psikologisnya lebih berat, menghadapi kotak kosong saja kalah apalagi berhadapan dengan calon pemimpin lain.

Bagi masyarakat / wajib pilih hanya disuguhi pilihan yang boleh jadi menu pilihan tersebut tidak ada dalam alam pikiran mereka, sehingga potensi golput akan mengitari Pilkada serentak tahun ini.

Pilkada yang sejatinya dijadikan ajang untuk pertandingan gagasan dan program, beralih ke perlombaan isi amplop dan sembako. Logika terpinggirkan oleh logistik dalam menentukan calon pemimpin. Wallahu a’lam bishshawab.

 

Jakarta, 26 Agustus 2024

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama