------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 14 Agustus 2024
Waladholin Pantun
Kehidupan
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Kali ini, goresan akan dinukilkan dengan
meminjam diksi pantun lama,_”Lain ladang lain belalang” dan lain dulu lain
sekarang, boleh jadi “musang berbulu ayam” kini juga terselubung waladholin.
Jejak kata di dalam diksi peribahasa
berpantun pun, dapat dipetik makna positif juga negatif teridentikkan. Namun,
boleh dimaknai dengan berbeda pula dan tergantung situasi yang diindahkannya.
Kandungan makna dibolehkan berlainan, manakala konten dinamika diperankan
berbeda menjadi nilai langgam cerminan tanpa paksaan.
Berbeda Itu Rahmatan Lil Alamin
Tak mesti dipaksakan orang lain, untuk
menyukai akan tayangan roman tentang bayangan diri kita dalam bercermin.
Suka atau tidak perduli, itu juga dinamika
menjadi wujud dari adanya perbedaan kecenderungan tentang esensi Rahmatan
lil alamin.
Jangankan kita yang bukan Nabi, sedangkan
Nabi yang jelas utusan Tuhan pun mesti dicerminin, juga masih bergentayangan
yang mengingkarinya.
Namun, mesti dihormati akan hakikat nilai perbedaan menjadi dimensi rahmatan lil aalamin yang sesungguhnya jadi
cermin ragam budaya yang berlanggam kalam_!
Tentu, mesti dibedakan agar tidak menjadi
gamang berlebihan ketidak-etisannya hingga kadarnya melampaui harkat diksi
ke_majnun_an yang waladholin.
Majnun
Kalau makin gila di dunia akhirat untuk
mengabdi lillah, tiada mengapalah!
Tetapi, berlebihan tak karuan gaya
keiblisan. Tentu, akan tetap telanjangan pula, baik dunia maupun keakhiratan
Bahkan, mungkin akan bermakna cicak juga
kecoa suruhan mesti dimatikan. Bila berlebih bah majnun berhingga waladholin
lebih diindahkan menjadi pantun kehidupannya.
Wallahualam