Occult Aku Penyihir

Aku bukan jua ditakdirkan jadi Nabi apalagi Penyihir, tetapi Aku Penyihir perangkai diksi syair, dan juga pengkias ilmu logika akan kebenaran anugerah dari Tuhan. Ilmu yang berguna untuk tetap bersyukur tanpa guna-guna.


------

PEDOMAN KARYA

Ahad, 22 September 2024

 

Occult Aku Penyihir

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Klenik/occult atau gulita tersembunyi, yakni kelakuan perdukunan yang dipercayai oleh banyak orang. Manakala ditelusuri Google, klenik dari bahasa Jawa “Nik/enik: keadaan terkecil” yang diilustrasikan sebagai aktivitas mistis.

Aktivitas mistis, di mana para pelakonnya yang meminta bantuan terhadap dukun atau roh leluhurnya, baik secara indra kasar maupun mata batin secara halus hingga halusinasi semaksimal mungkin. 

Namun, occult atau klenikan agak berbeda esensi dengan kadar halusinasi sesungguhnya. Dikarenakan esensi dari halusinasi hanya merupakan gangguan persepsi sehingga seseorang melihat sesuatu yang kenyataannya tidak ada, konon katanya demikian.

 

Katanya Koq Klenikan

 

Katanya pejabat publik mesti jadi pamong untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya akademisi mesti jadi dicermin kecerdasan untuk diteladani tetapi koq klenikan

Katanya pendidik mesti jadi tutwuri handayani untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya bertitel tertinggi mesti jadi patokan logika untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya mubaligh ternama mesti jadi contoh untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya pengkhotbah mesti jadi contoh untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya agamawan mesti jadi panutan untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya pengagum Karya HAMKA mesti jadi inspirasi untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya rajin beribadah mesti jadi tiruan untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya pengelola pendidikan keagamaan mesti jadi acuan untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Katanya rutin baca kitab suci mesti jadi pembelajaran untuk diteladani, tetapi koq klenikan

Padahal klenikan telah ditahu dengan jelas, sungguh sangat menodai agama Tuhan

Astaghfirullahal'adzim; Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung. (dini hari Ahad, 02:24, 22/9/2024).

Kehadiran goresan di atas ini, selepas rutinitas bah generasi milenial untuk melepas lelah di bantal apa adanya, namun bukan berbantalin paku betonan gaya klinik berklenikan.

 

Paku Beton Milenial

 

Dulu, saat masih umur dua tahun, saya sering memaini ular hitam yang ditemukan di kolom atau teras rumah orang yang mengajak bermain. Terkadang, orang tua atau orang pemilik rumah kaget dan langsung membuang ular dimaksud. Bahkan ada yang histeris, dan saya biasa saja. 

Kemudian, ketika SD sering membunuh ular jenis apapun, terpenting saya sudah lihat atau diberitahu ada ular di sekitar rumah tetangga atau kebun. Bahkan saya kejar pake kayu untuk menghabisinya, orang justru lari ketakutan.

Tetapi, pada suatu saat kena batunya di kebun sendiri. Ada ular kobra besar lagi kawin, saya lempar, dan tiba-tiba ular itu mengejar saya, untung ada batu besar saya lompat. Saya lihat lagi, ular kobra tadi tak lanjut mengejar saya, mungkin merasa kasihan kali sama saya masih ingusan ...😊 tapi saya sudah ancang-ancang untuk ambil kayu untuk menghantamnya. Eh ... ular tak tahu lagi ke mana bersembunyi.

Saat kuliah S1, lebih kurang semester lima, saya sering ketemu ular hitam di kampus, karena kampus baru dibangun, dan lokasinya memang dikelilingi sawah. Suatu saat, saya lagi jalan pulang dari masjid tiba-tiba ada ular menghadang, dan hampir terinjak, dengan sigap spontan saya lompat ambil batu, lalu melempar pas kena kepalanya, maka tewaslah ular itu tanpa bergerak lagi.

Sungguh yang paling aneh, justru ditemukan di dalam masjid, di suatu daerah saat saya diundang untuk mengisi acara dialog. Tentu, nasib ular sama, bila sudah diusir tak mau pergi ... ya, mautnya mesti ia terima.

Belum jenis lain, selain dari ular, bahkan beragam benda, yang kononnya menurut dukun berpengalaman di daerah itu, katanya ada mengisinya. Namun, saya tak mempercayai hal demikian. Bahkan terkadang dengan spontanitas saya temukan, tanpa ada niat mencarinya.

Memang, dikarenakan saya tak mempercayai klenikan yang dipertuankan atau disakralkan oleh sebagian orang. Aneh, bukan saja di era Fir'aun tetapi pada zaman milenium kini pun, masih meyakininya occult kedunguan demikian.

Anehnya, benda-benda demikian bukan saja dilakoni oleh orang awam tetapi ada sebagian orang yang terkesan agamawan juga akademis pun, berkelakuan demikian.

Bahkan, pernah saya temukan benda demikian, di suatu kampus yang dikategorikan akan mencetak output akademis tertinggi secara formalin administratif, baik di dalam maupun di luar negara.

Terkadang, bila saya temukan benda-benda demikian, saya senyum sambil berucap, ya Allah sadarkan mereka dan bila tak bisa lagi, hamba serahkan kepada Engkau Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu .... aamiin. Sembari membuang benda demikian.

Sungguh disesalkan hal demikian, di era milenial yang telah melampaui langit jingga tiada berhingga, koq masih bermain paku beton di atas palang pipa pompa mumian_ sungguh kedunguan luar biasa dan binasa!

Padahal, perbuatan ini, sudah jelas menodai agama Tuhan dan mengkhianati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai teladan utama mesti diyakini. Aneh, biar paku beton dinodai untuk dimediasinya sehingga jadi kesesatan nyata di dalam mengingkari tauhid Bertuhan. “Astaghfirullahal'adzim: Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung” dengan sigap hamba khaturkan.

 

Sigap

 

Hidup juga kematian mesti sigap, kapan pun akan terjadi, tak perlu ditakuti.

Terpenting siap tetapi tak mesti tegap, boleh jadi dengan senyap tetap juga akan lenyap

Terkecuali, atas kelakuan diri nan selalu melawan Kuasa Tuhan.

Tentu, boleh jadi mautan akan sigap tanpa basa basi sebelum ditakdirin Tuhan. (Kamis Malam, 21:49, 19/9/2024).

 

Sigap 'Tuk Tuan

 

Sigap tidak mesti bersayap atau bersenjata laras lengkap, untuk membidik dan menghabisi sasaran berlapis baja anti peloran jenis apapun.

Apalagi, kalau hanya membidik logika ecekan yang bergulita recehan dari rongsongan gorengan bertopengan kulit bawang senyapan.

Sigap juga bukan berarti mesti tegap, guna melenyapin senyap , akan tetapi kepastian sasaran, bah senjata makan tuannya, dan juga bertautan tanpa tersisahkan. Apa yang telah dilakukan dan juga telah dirasakan akan meledakkan nadi jantung tuannya (Saptu, 08;55/detik, 21/9/2024). Hal demikian, tidak mesti menjadi occult jadi penyihiran, sebagaiman goresan tertanggal 27 Nopember 2021, berikut ini.

 

Aku Penyihir

 

Hidupku mungkin ditakdirkan untuk berada di tengah gelora rasa iri dan dengki sehingga aku rajin berdzikir.

Bahkan hampir di setiap pelancongan, selalu berhadapan dan dipertemukan dengan penyamun juga penyihir, serta penggemar guna-guna tanpa diduga-duga membuhulkan api kebencian

Aku ditakdir Tuhan, mungkin untuk melawan para penggemar penyesatan guna-guna tidak berguna_ agar kembali pada titik nadir kebenaran yang berguna.

Walaupun, mereka juga pengguna tak berguna, tetapi aku mungkin ditakdirkan agar menunjukkan tapak sikap kearifan mencerahkan hati dan pikiran agar kembali pada titik langkah kebenaran.

Bukan juga aku, mesti merasa diri ditakdirkan untuk jadi nabi sebagai logika penyesatan keimanan tauhidan pada Tuhan.

Aku hanya hamba biasa pencari titik kisar berhingga berkalam pada ars Shiratal Mustaqim, atau mungkin juga, ibrar bagi mereka, terlebih bagi diriku untuk bersyukur dan terus berdzikir mengingat Tuhan seru sekalian alam.

Hingga dihadapkan dengan beragam kebodohan berlogika sakit hati, arogan juga hasad, hasud, iri dan dendam berdengkulan penuh kedengkian bara api. Berhingga jadi kayu bakar neraka jahanam, nan setia menanti dikemudian nanti.

Mungkin, aku hamba biasa berhingga dijadikan tapak batasan menjadi manusia biasa, mesti berTuhan secara totalitasan tanpa menyekutukan dengan kutukan-Nya telah pasti menjadi bara api Jahanam.

Terkadang, Aku dihadapkan pada lingkungan beragam perilaku aneh, juga berkesesatan nyata, sungguh memilukan dan memalukan.

Dan berbagai langgam arogan logika kesurupan asfala safilin berlebihan, di perkampungan kumuh hingga merasa metropolitan sekalipun, juga tiada terkecuali pada kampung halamanku.

Di bale-bale perkebunan kampungan juga kompleks perumahan, merasa dikotakan sok elitan sekalipun.

Di sekolah dilabelin agama juga modern liberalisme pun dihadapkan demikian, masih ada nan gemar berprilaku demikian, apalagi bersifat nasionalisme murahan tanpa Tuhan.

Bahkan di tempat Ibadah sekalipun, masih ada mentalan demikian. Para penggemar demikian, di antarannya ada yang predikat tinggi,  tidak terkecuali pendidikan tinggi berhingga doktoran juga bermentalan meyesatkan pula, dan apalagi rendahan.

Aku bukan jua ditakdirkan jadi Nabi apalagi Penyihir, tetapi Aku Penyihir perangkai diksi syair, dan juga pengkias ilmu logika akan kebenaran anugerah dari Tuhan. Ilmu yang berguna untuk tetap bersyukur tanpa guna-guna.

Bukan mungkin lagi, memang Aku pengagum para Nabi Nabi yang ditakdir Tuhan, berpeta atlas logika titik jalan kebenaran berkalamullah hampa berakhiran

Akhirnya, Aku penyihir rangkain diksi tentang Kemahabesaran Tuhan semata, tentu narasi logis bermata hatinurani mesti diyakini.

Tidak mesti Aku menjadi occult penyihir, mungkin dosaku telah menumpuk memang, dan apalagi mau ditambah beban kedunguan dengan perilaku occult yang telah dikutuk oleh Tuhan tanpa ampunan... Astaghfirullah al'adzim.

Wallahu alam

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama