---------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 11 September 2024
Panggung Puisi dan Launching Buku “Terbawa
Biru Azure” (3):
Era Puisi Hybrid
Telah Tiba
Oleh: Asnawin Aminuddin
Yudhistira Sukatanya membuat
kaget sejenak puluhan penyair, cerpenis dan novelis yang hadir pada acara
“Panggung Puisi & Launching Buku Puisi Terbawa Biru Azure”, di Aula UPT
Laboratorium dan Pelayanan Kesehatan (Eks Akper Anging Mammiri), Jalan Wijaya
Kusuma Raya, Banta-bantaeng, Makassar, Sabtu, 07 September 2024.
Para penyair kaget setelah
Bung Yudhi, sapaan akrab Yudhistira Sukatanya, mengajak para penyair mengikuti
kegelisahannya.
“Saya ingin mengajak kita
semua mengikuti kegelisahan saya,” kata Bung Yudhi yang seorang sastrawan,
budayawan, penulis naskah drama dan sutradara.
Ajakan itu mengagetkan tapi
kemudian memancing tawa dari para hadirin. Bung Yudhi kemudian melanjutkan,
“Kita sekarang masuk di era AI (Artificial Intelligence), era kecerdasan
buatan. Banyak orang bisa membuat puisi dengan bantuan AI, tapi mereka tidak
punya getah puisi. Mereka hanya memasukkan beberapa kata atau kalimat ke
aplikasi AI dan selanjutnya terciptalah puisi karya AI.”
Ungkapan kegelisahan Bung
Yudhi itu mendapat respons beragam dari peserta diskusi. Ada yang setuju, ada
juga yang tidak setuju.
Ram Prapanca (akademisi,
sastrawan, dramawan, dan sutradara) yang tidak setuju dengan pernyataan dan
ajakan Yudhistira Sukatanya, langsung bereaksi dengan mengatakan, “Tidak perlu
gelisah dengan munculnya AI.”
Mahrus Andis (satrawan,
kritikus sastra) menimpali dengan mengatakan, “AI hanya menulis puisi, penyair
mencipta puisi.”
Bung Yudhi mengatakan, kita sekarang masuk
di era puisi hybrid. Saat di mana puisi yang ditulis secara konvensional,
digabungkan dengan hasil penulisan yang memanfaatkan kemampuan AI, mesin
komputasi berkemampuan penulis puisi.
Melalui komputasi, proses algoritmik, AI -
Aplikasi program yang dibuat oleh pemakai yang ditujukan untuk melakukan suatu
tugas khusus, memecahkan masalah kognitif yang terkait dengan kecerdasan
manusia. Dalam hal ini, penciptaan puisi kian terlihat riuh memengaruhi ruang
aktivitas sastra.
“Dengan menggunakan AI, proses penulisan ‘puisi’
(dalam tanda petik) dapat dilakukan dengan mengimput sejumlah diksi, maka
kemudian dengan cepat akan dimunculkan hasil ‘puisi’ (dalam tanda petik) sebagaimana
yang diorder,” papar Bung Yudhi.
Kepada Anil Hukma yang menjadi narasumber
diskusi sastra petang itu, Bung Yudhi menyampaikan bahwa penggunaan AI adalah
keniscayaan yang terjadi. Ada anak generasi millenial dan Gen Z yang kian doyan
menggunakan AI untuk memeroleh pengalaman “penciptaan” puisi secara instant
tanpa mengandalkan daya kreatif, dan keyakinan estetika pribadi.
Hal itu, kata Bung Yudhi, mengingatkan
kita pada Martin Suryajaya, doktor di bidang filsafat dari Sekolah Tinggi
Filsafat Driyarkara dalam bukunya Penyair Sebagai Mesin: Sebuah Eksperimen dalam
Penulisan Jauh dan Sejarah Lain Puisi Indonesia. (Gang Kabel, 2023)
Di dalam bukunya, Martin Suryajaya menuliskan
bahwa ia telah melakukan eksperimen automatic writing ‘penulisan otomatis’
menggunakan ChatGPT untuk membuat puisi. Ia mendeklarasikan bahwa telah tiba
saatnya “menciptakan” puisi tanpa merasakan apa-apa. Selama ini memang dianggap
tidak memungkinkan, namun muncul celah saat AI berkembang.
“Nah, sontak dengan kehadiran buku
tersebut memancing kontroversi, bagaimana dengan penciptaan puisi selanjutnya?
Telah datang era baru, puisi hasil proses mesin AI digabungkan dengan puisi
melalui proses konvensional-manual. Inilah era puisi hybrid,” kata Bung Yudhi.
Bagaimana dengan penggunaan rasa, pikiran,
keyakinan estetika, gaya pribadi dan hal-hal yang sifatnya vertikal dan
transendental yang namanya kesadaran diri dalam penciptaan puisi?
“Era AI bisa jadi masa kegilaan kreatif baru. Kalau AI bisa begini, maka kita bisa buat yang berbeda. Masa hanya bikin karya kita, biasa-biasa saja? Nah, apa penyair harus bersaing dengan AI atau mengadopsinya dalam penciptaan?” tanya Bung Yudhi. (bersambung)
-----
Artikel sebelumnya:
Penyair Harus Mau dan Berani Merambah Wilayah-wilayah Diksi yang Berbeda
Melepas Kangen dan Melampiaskan Kegelisahan di Panggung Puisi Fosait