Gawat! Karaeng Di IGD

 

Pementasan Drama "Sang Karaeng di IGD" yang karyanya dibuat dan dramanya disutradarai Yudhistira Sukatanya, di Gedung Perpustakaan Multimedia, Jalan Sultan Alauddin, Makassar, Sabtu dan Ahad, 20-21 September 2024. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA) 


------

PEDOMAN KARYA

Kamis, 26 September 2024

 

Gawat! Karaeng Di IGD

 

Oleh: Muhammad David Aritanto

(Seniman, Wartawan)

 

Saya menonton pementasan drama yang dipentaskan Sinergi Teater Makassar dalam judul “Sang Karaeng Di IGD”, yang naskahnya ditulis dan disutradarai sahabat berkesenian saya sejak tahun 1980an, Eddy Thamrin atau santer dikenal Yudhistira Sukatanya, dimana pementasannya berlangsung dua malam berturut-turut di Gedung Perpustakaan Multimedia, Makassar, Sabtu dan Ahad, 20-21 September 2024.

Maka sebagai penulis, naluri metafora saya menangkap ada beberapa pesan moral dan sosial yang ingin disampaikan penulis naskah dan sutradara Yudhistira.

Sang Karaeng Di IGD bercerita tentang suasana di ruang IGD rumah sakitm di mana Sang Karaeng sedang dirawat. Ketika sang Karaeng dirawat di ruang IGD, membuat banyak anggota keluarga, sahabat, handaitolan datang membesuk. Tapi maksud mereka tidak diperkenankan oleh seorang penjaga.

Akibatnya terjadi silang pendapat. Seorang perawat yang datang ke IGD nyaris disandera oleh tetamu yang sangat ingin mengetahui keadaan terakhir sang Karaeng. Bahkan seseorang yang mengaku sahabat Karaeng, nyaris jadi korban kemarahan tetamu yang sudah frustrasi menunggu.

Setiap menyebut kata IGD, selalu terkait rumah sakit dan tim medisnya. Antaranya kehidupan masyarakat di era digital ini. Yang masih dikuasai manusia-manusia kepo atau terlalu memusingi kondisi dan kehidupan orang lain tapi mereka tidak lihat kondisi diri dan kehidupannya sendiri.

Kedua, dugaan adanya biro jasa untuk meraut untung menerbitkan sertifikat lisensi garis keturunan untuk peroleh gelar seperti Karaeng dan sebagainya. Padahal gelar Karaeng secara tarik garis lurus ke atas tidaklah mudah. Karena berdasarkan garis aliran darah secara turun temurun dan memakai aturan dan ketentuan.

Bertutur kata santun dan berprilaku bijak. Rendah hati dan bijaksana dalam mengambil keputasan. Tidak munafik. Tidak mementingkan diri sendiri, keluarga maupun kelompoknya. Dapat memanusiakan manusia di segala lini kehidupan.

Ketiga, adanya oknum yang antara taat dan tidak taat oleh aturan dan undang-undang dalam menghadapi kolusi, nepotisme, suap dan sebagainya. Seperti yang diperankan seorang petugas penjaga IGD saat Karaeng masuk di IGD.

Seseorang yang mengaku wakil rakyat berupaya memaksakan kehendaknya. Karena takut viral akibat ancaman balik sang petugas IGD untuk dimedsoskan. Akhirnya yang mengaku wakil rakyat berubah jurus persilatan kata-kata.

Yang keempat, tujuan dari penulis naskah drama Sang Karaeng Di IGD adalah sebuah imbauan untuk siapa saja. Rajin-rajinlah membaca buku, jangan hanya mengandalkan Google. Jangan karena tidak pernah baca buku atau baca buku setengah-setengah lalu sudah berani mengeluarkan pendapat berkoar-koar bagai ilmuwan tanpa landasan.***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama