Jadi Presiden Lupa Diri

 

Para pelupa diri, tidak hanya ada di dalamnya, tetapi sebagian outputnya, boleh juga dibilang demikian, sekalipun telah berpredikat presiden. Presiden juga manusia, dan yang lain, siapa yang bilang binatang, kalau ada kelakuan bah dibilang demikian, itu soal lain.


-----

PEDOMAN KARYA

Ahad, 01 September 2024

 

Jadi Presiden Lupa Diri

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Teman bertutur spontan, ternyata banyak juga yang lupa diri, akibat dari merasa telah akademisi melampaui yang lainnya. Sekalipun, sebelumnya, telah dibantu hingga bisa jadi begitu. Bahkan pihak membantu mengorbankan karya dan mesti menjadi haknya, demi yang dimaksudkan!

Lalu, saya berkomentar sambil senyum hangat guna menghiburnya, dunia begituan bukan bah daun kelor yang bisa dibagi gratis teman! Enjoy aje di dalam menjalani hidup ini. Walau enjoy, namun berkehidupan mesti dengan ikhtiar maksimal sembari berdoa penuh tulen dalam akar berketulusan.

Dikarenakan dunia ini, sesungguhnya ia mengidamkan misteri Tuhan untuk ditelusuri dengan seksama berhingga akhirat akan bersalaman menjadi idaman keabadian tiada terkira keaduhaianya.

Asal dengan keyakinan tiada berhingga kepada Sang Menggenggam Segala Singgasana! _Hanya soal waktu dan takdir jadi penentu begitulah teman tak mesti galau akan orang lain nan lagi kasmaran dunia, dan pelupa plus pikun, memang selalu mengejar bayangannya sendiri.

Para pelupa diri, tidak hanya ada di dalamnya, tetapi sebagian outputnya, boleh juga dibilang demikian, sekalipun telah berpredikat presiden, sebagaimana rakitan goresan berikut.

Presiden juga manusia, dan yang lain, siapa yang bilang binatang, kalau ada kelakuan bah dibilang demikian, itu soal lain.

Jenderal juga manusia, dan yang lain, siapa yang bilang binatang, kalau ada kelakuan bah dibilang demikian, itu soal lain_

Profesor juga manusia, dan yang lain, siapa yang bilang binatang, kalau ada kelakuan bah dibilang demikian, itu soal lain_

Selain itu, bila tampak kelakuan mereka demikian, jangan ikutan jadi kebinatangan. Kalaupun mesti terpaksa memilih jadi karakter di antara anjing atau singa, maka pilih berjiwa singa Allah, bah goresan 14 Oktober 2021, berikut ini.

 

ANJING dan SINGA

Anjing sudah menjadi sunnatullah, memang senang menggonggong, sekalipun siang berterik dengan tuannya. Bahkan dalam keramaian bergemuruh suara berburu, maka ia lebih girang untuk menggonggong supaya dianggap garang oleh tuan dan orang lain.

Tetapi, saat sendirian, anjing itu bagaikan kesemutan: _mengidap penyakit ayan, dan lari tunggang langgang tanpa taring, dan terhina!

Hal itu, yang membedakan dengan singa dalam mengintai, tiada pernah mengeluarkan suara aumm, baik berbisik atau yang lantang. Tetapi, singa tetap mengendap-ngendap pelan, namun dengan pasti akan sergap dan menerkam tanpa ampun. Memangsa dan menghabisi, sekalipun anjing yang lagi sedang riang menggonggong itu, di dalam pertunjukan jilatan kehinaan dirinya sebagai jati diri keanjingannya.

Mungkin berasaskan dari karskter kesingaan tersebut, maka Imam Syafi'i, berdiksi yang kurang lebihnya.

“Diamku dari orang hina, adalah suatu jawaban, bukan berarti aku tidak mempunyai jawaban__

Tetapi, tidak pantas Singa meladeni Anjing__”

Jadi, penampilan tidak perlu garang bermuka garong, biar tersenyum menjadi kenangan manis, namun pasti tetap tenang, dan tentu akan tetap dikenang. Dan singa tetap singa juga anjing tetap anjing. Sekalipun, diamnya singa, adalah menjadi karakternya di dalam membasmi mangsa, bah rakitan goresan tahun 2021, berikut ini.

 

DIAM JUGA

Jiwa-jiwa yang kosong sedang berkuasa, juga menikmati dan memangsa. Sementara jiwa-jiwa nan kasar menjadi algojo dan penjilat bokong-bokong para penguasa juga pemangsa, bah rimba di belantara negeri, seakan tak bertuan dan tak bertuhan. Namun, mesti direnung dalam lubuk logika berdenyutan nadi nurani.

Kalau sayonara kuasa, makin merimba dalam sayembara bersandiwara, boleh jadi penghuni tidak akan tinggal diam juga, punya zero pamungkas aksara menghabisi.

Diam, tak selamanya dimaknai dengan emas. Namun, bisa jua diam-diam menebas tanpa basa-basi tetapi menebas hingga tewas.

Dan singa, tak mungkin mengaum dalam mengintai gerombolan mangsanya, tetapi menerkam dengan diam-diam tanpa ampun dan juga menghabisinya.

Dan tentu dalam menghadapi jiwa jiwa kosong dan kasar mengerang hanya lihai menggonggong

Aku, tak mungkin diam juga, dan Diamku bah Singa Alif Lam Mim

Jadi, apapun tetap lugas dan jangan pula pikunan secara dini berwujut lupa diri juga lautan hingga daratan untuk bertepian. Dan orang pun boleh berdiksi “lupa diri setelah jadi presiden”, atau begitu juga pada jabatan kromosom lainnya yang sedang diemban, seperti tutur spontan pembuka goresan ini.

Wallahu alam.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama