Kopi dan Rokok, Harmoni yang Tak Selalu Sejalan

Kopi dan rokok, dua hal yang sering kali dianggap sebagai pasangan serasi. Banyak yang menganggap keduanya tak terpisahkan, seperti langit dan bumi, malam dan bintang. Bagi sebagian orang, meminum secangkir kopi tanpa sebatang rokok adalah sebuah anomali. Hal ini mungkin disebabkan oleh citra yang terbentuk di masyarakat, bahwa penikmat kopi sejati adalah juga seorang perokok. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)

 

-------

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 28 September 2024

 

Kopi dan Rokok, Harmoni yang Tak Selalu Sejalan

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

Kopi dan rokok, dua hal yang sering kali dianggap sebagai pasangan serasi. Banyak yang menganggap keduanya tak terpisahkan, seperti langit dan bumi, malam dan bintang. Bagi sebagian orang, meminum secangkir kopi tanpa sebatang rokok adalah sebuah anomali. Hal ini mungkin disebabkan oleh citra yang terbentuk di masyarakat, bahwa penikmat kopi sejati adalah juga seorang perokok.

Apakah benar kopi dan rokok selalu harus berjalan beriringan? Nyatanya, banyak juga orang yang menikmati kopi tanpa rokok, dan saya adalah salah satunya.

Kisahnya sering kali berulang ketika saya duduk di warkop, menikmati secangkir kopi hangat. Pertanyaan yang tak jarang terdengar adalah, “Anda tidak merokok?” Ketika saya menjawab, “Tidak,” mereka kerap kali terheran-heran. “Aneh, Anda minum kopi tapi tidak merokok,” kata seorang teman. Saya hanya bisa tersenyum dan menjawab, “Peminum kopi kan tidak harus merokok.”

Bagi saya, kopi memiliki cita rasa yang khas. Ada seni dalam menyeduh dan menikmati kopi, mulai dari memilih biji kopi yang berkualitas, merasakan aroma segar yang menguar, hingga menikmati setiap tegukan yang memunculkan berbagai nuansa rasa.

Selain itu, kopi juga merupakan teman setia ketika saya butuh konsentrasi untuk menulis atau mengikuti pelatihan yang panjang. Dalam situasi seperti ini, secangkir kopi hangat sangat membantu saya tetap terjaga dan fokus, tanpa harus ditemani oleh sebatang rokok.

Sebaliknya, rokok bagi saya adalah gangguan. Saya sensitif terhadap asap rokok, dan efeknya bisa langsung terasa: kepala pusing, tenggorokan gatal, dan kadang batuk-batuk.

Saya masih ingat saat menghadiri sebuah konser musik di Makassar, di mana Broery Pesulima tampil sebagai penyanyi. Sayangnya, acara tersebut penuh dengan asap rokok. Belum selesai satu lagu, saya harus keluar ruangan karena kepala saya sudah pusing dan batuk-batuk. Saya terpaksa meninggalkan teman yang mengajak saya, demi kesehatan saya sendiri.

Meskipun demikian, saya tidak suka berdebat dengan para perokok. Saya menyadari bahwa kebiasaan merokok adalah hak pribadi masing-masing orang. Saya juga mengerti bahwa memberi ceramah atau menyampaikan dalil tentang haramnya rokok, atau bahaya rokok bagi kesehatan, tidak akan banyak berpengaruh.

Para perokok sering kali memiliki argumen kuat untuk membantah semua dalil itu. Mereka bisa menceritakan kisah tentang seseorang yang tetap sehat dan panjang umur, meskipun menjadi perokok aktif selama puluhan tahun.

Bagi saya, lebih baik menghormati pilihan mereka dan menjaga jarak ketika mereka merokok. Saya memilih untuk menikmati kopi tanpa rokok, dan itu sudah cukup.

Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menikmati hidup, dan bagi saya, kebersamaan dengan secangkir kopi hangat adalah kenikmatan yang tak membutuhkan pelengkap berupa asap rokok.

Kopi dan rokok mungkin kerap dianggap sebagai pasangan serasi, namun keduanya sebenarnya dapat berjalan sendiri-sendiri. Menikmati kopi tanpa rokok adalah hal yang lumrah, dan itu sama sekali tidak mengurangi kenikmatan secangkir kopi yang berkualitas. Akhirnya, apapun pilihannya, baik kopi dengan atau tanpa rokok, semuanya kembali kepada preferensi dan kenyamanan masing-masing individu.***

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama