------
PEDOMAN KARYA
Senin, 09 September 2024
Panggung Puisi dan Launching Buku “Terbawa
Biru Azure” (1):
Melepas Kangen dan
Melampiaskan Kegelisahan di Panggung Puisi Fosait
Oleh: Asnawin Aminuddin
Acara “Panggung Puisi & Launching Buku
Puisi Terbawa Biru Azure”, yang digelar di Aula UPT Laboratorium dan Pelayanan
Kesehatan (Eks Akper Anging Mammiri), Jalan Wijaya Kusuma Raya, Banta-bantaeng,
Makassar, Sabtu, 07 September 2024, menjadi ajang perayaan yang tak sekadar
panggung puisi, tetapi juga ajang melepas kangen para sastrawan dan sekaligus
panggung pelampiasan kegelisahan.
Dalam acara yang digelar Forum Sastra
Indonesia Timur (FOSAIT) dan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Penulis Muslim
Indonesia (DPP IPMI), berkumpul sekitar 30-an penyair, cerpenis, dan novelis Sulawesi Selatan (Sulsel) dan
Sulawesi Barat (Sulbar).
Para penyair yang hadir antara lain Mahrus
Andis, Ram Prapanca (Asia Ramli Prapanca), Yudhistira Sukatanya, Asmin Amin, Syahriar Tato, Muhammad Amir Jaya, Anil Hukma, Syahril Rani Patakaki Dg. Nassa, Daeng
Mangeppek, Anwar Nasyaruddin.
Juga hadir penyair asal Sulawesi Barat
yakni Suradi Yasil dan Mira Pasolong, serta sejumlah penyair lainnya, Zahir Cinta
(Zahir Juana Ridwan), Andi Marliah, Efa Patmawati Halik, Kasmawati Yakub (Jeneponto),
Fitra Fajarwati, Nur Fadillah, Dewi Ritayana, Andi Nurhayana, Syarif Liwang, Rahman
Rumaday, Irnia, dan Tofan Arief Wibowo.
Suasana kangen-kangenan sangat terasa
karena banyak di antara mereka yang baru bertemu lagi setelah sekian lama tidak
bertemu secara fisik. Pertemuan mereka selama ini hanya lewat media sosial
WhatsApp (WA) dan Facebook (FB). Saat bertemu mereka bersalaman dan juga ada
yang berpelukan serta cipika-cipiki.
Onde-onde sebagai pengganti kue tart, kopi
panas yang mengepul di sudut meja, dan canda-canda yang mengalir begitu saja,
menjadi pengiring percakapan di antara penyair yang saling berbagi cerita dan
inspirasi.
Acara yang dipandu dengan piawai oleh Bung
Maman Rumaday diawali dengan sambutan Muhammad Amir Jaya, selaku Presiden FOSAIT
sekaligus Ketua DPP IPMI.
Dalam sambutannya, Amir Jaya menjelaskan bahwa
acara ini merupakan rangkaian dari perayaan ulang tahun ke-5 FOSAIT dan ulang
tahun ke-2 IPMI, sebuah tonggak penting bagi komunitas sastra di kawasan ini.
Dua momentum istimewa, “Panggung Puisi”
dan peluncuran buku “Terbawa Biru Azure”, digelar bersamaan, menghadirkan
kolaborasi yang memikat hati.
Buku puisi “Terbawa Biru Azure” memuat 58
karya yang bernafas laut, karya 18 penyair, yakni Andi Marliah (5 puisi), Andi
Ruhban (5 puisi), Aslam Katutu (2 puisi), Asnawin Aminuddin (3 puisi), Bukamaruddin
(5 puisi), Daeng Mangeppek (4 puisi), Efa Patmawati Halik (3 puisi), Irhyl R.
Makkatutu (4 puisi), Irfan Akbar (2 puisi), Kasmawati Yakub (5 puisi), Mardi
Adi Armin (2 puisi).
Syafruddin Muhtamar (1 puisi), Syahril
Ramli Rani (5 puisi), Tofan Arief Wibowo (2 puisi), Syarif Liwang (2 puisi),
Suradi Yasil (2 puisi), Zahir Juana Ridwan (1 puisi), dan Muhammad Amir Jaya (5
puisi).
Setiap puisi yang tercetak dalam buku
tersebut seolah mengarungi lautan perasaan, menggambarkan kedalaman cinta,
rindu, dan kegelisahan dalam alunan kata-kata.
Seusai sambutan hangat dari Presiden
Fosait, dilanjutkan amanat dari Penasehat Fosait Mahrus Andis, yang memberikan
amanat dengan penuh kebijakan, disusul
dengan pembacaan puisi dari para penyair yang hadir, menciptakan simfoni
kata-kata yang menyentuh jiwa.
Mereka yang tampil membaca
puisi antara lain, Mira Pasolong (Mamuju, Sulbar) membaca puisi karyanya
tentang Palestina berjudul: “Tak Ada Ruang yang Aman”, kemudian penyair asal Kabupaten
Jeneponto, Kasmawati, yang membacakan puisi karyanya berjudul, “Terlalu Biru.”
Mahrus Andis membacakan sebuah
puisi karyanya yang ditulis tahun 2002, berjudul “Sajak Panrita Lopi”, Ram
Prapanca membaca puisi karyanya yang ditulis tahun 1980-an, berjudul “Batang
Pisang.”
Dua puisi religius dibacakan
oleh Bung Asmin Amin, yakni puisi bahasa Makassar berjudul “Pappasang”, dan
“Dekapan Tuhan”, yang kedua-duanya merupakan karyanya sendiri.
Shahril Rani Patakaki Dg.
Nassa tampil ekspresif membacakan pusi karyanya berjudul: “Melayari Samudera
Bestari.”
Di sela-sela pembacaan puisi, digelar
peluncuran dan sekaligus bedah buku “Terbawa Biru Azure” yang menampilkan Anil Hukma sebagai pembicara, dan
Maman Rumaday sebagai moderator. Anil Hukma juga sempat membacakan sebuah puisi
karyanya berjudul: Keputusan.
Setelah Anil Hukma membedah
buku “Terbawa Biru Azure”, Yudhistira Sukatanya yang tampil sebagai penanggap, mengajak
para penyair mengikuti kegelisahannya.
“Saya ingin mengajak kita semua mengikuti
kegelisahan saya,” kata Bung Yudhi, sapaan akrab Yudhistira Sukatanya.
Ajakan itu memancing tawa dari para
hadirin. Bung Yudhi kemudian melanjutkan, “Kita sekarang masuk di era AI
(Artificial Intelligence), era kecerdasan buatan. Banyak orang bisa membuat
puisi dengan bantuan AI, tapi mereka tidak punya getah puisi. Mereka hanya
memasukkan beberapa kata atau kalimat ke aplikasi AI dan selanjutnya
terciptalah puisi karya AI.”
Ungkapan kegelisahan Bung Yudhi itu
mendapat respons beragam dari peserta diskusi. Ada yang setuju, ada juga yang
tidak setuju.
Ram Prapanca yang tidak setuju dengan pernyataan dan ajakan Yudhistira Sukatanya, langsung bereaksi dengan mengatakan, “Tidak perlu gelisah dengan munculnya AI.”
Mahrus Andis menimpali dengan mengatakan, “AI hanya menulis puisi, penyair mencipta puisi.” (bersambung)