Perubahan

Masyarakat sipil masih menunggu gerakan dari partai yang mempunyai wakil di DPR RI untuk melakukan perubahan undang-undang, sembari menunggu lahirnya partai baru untuk menuntun perubahan. 

 

----

PEDOMAN KARYA

Kamis, 05 September 2024

 

Perubahan

 

Oleh: Usman Lonta

(Anggota DPRD Sulsel / PAN)

 

Kata perubahan sering menghipnotis publik pada setiap event Pemilu/Pilpres. Pertarungan antara perubahan dan status quo acapkasi menjadi isu sentral saat memulai tahapan Pemilu/Pilpres. Isu ini menyeruak hingga selesainya seluruh tahapan Pemilu/Pilpres.

Ironisnya, setelah selesai Pemilu/Pilpres, partai pengusung isu perubahan berbalik arah ke status quo sebagai pemenang Pemilu/Pilpres. Berbagai macam alasan pembenaran, retorika, dan argumentasi yang menyertainya.

Masyarakat hanya diiming-iming dengan harapan palsu. Harapan palsu tersebut dibenarkan dengan satu kata bahwa ini adalah dunia politik.

Seolah membenarkan lirik lagu Iwan Fals, bahwa dunia politik adalah dunia hura-hura para binatang, asyik nggak asyik. Rakyat lugu kena getahnya, buah mangga entah ke mana. Tinggal biji tinggal kulitnya, tinggal mimpi ambil hikmahnya.

Begitulah syair lagu Iwan Fals yang menyinggung dunia politik kita, padahal Iwan Fals menyanyikan lirik ini sebagai bentuk kritik untuk memperbaiki citra dunia politik, atau praktek politik di negeri ini.

Citra politik yang disinggung oleh Iwan Fals seharusnya menuntun para politisi dan partai politik ke arah perubahan, sesuai amanat reformasi, yakni, meluluhlantahkan korupsi, kolusi dan nepotisme, membangun pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang demokratis, dan tidak memberikan toleransi terhadap munculnya kembali pemerintahan yang otoriter, dan politik dinasti (nepotis).

Pertanyaan yang akan menghantui pikiran publik dalam menanti perubahan adalah masih efektifkah partai-partai yang ada hari ini untuk menuntun arah perubahan sesuai dengan amanat reformasi? Apa yang sebaiknya dilakukan oleh partai politik untuk membangun trust dan memulihkan citra politik di tengah merosotnya kepercayaan publik terhadap partai politik?

Evaluasi diri dan kepekaan adalah kata yang pantas menjadi renungan, melakukan evaluasi terhadap perilaku politik yang cenderung mengabdi kepada kekuasaan. Peka terhadap suara rakyat dan masyarakat suara sipil, suara para cendekiawan. Peka terhadap berbagai kasus ketidakadilan yang yang secara kasat mata dilakukan oleh penguasa.

Keberadaan partai politik pada sistem pemerintahan demokrasi adalah melakukan check and balances. Melakukan kontrol, menegur presiden, menteri, dan seluruh lembaga pelaksana kebijakan publik, apabila kebijakan publik tersebut tidak sesuai harapan masyarakat sebagai penerima dampak kebijakan tersebut.

Jika peran dan fungsi partai politik tidak jalan sesuai dengan harapan masyarakat, maka penantian akan lahirnya partai baru sebagai suluh kehidupan berbangsa akan menjadi kesadaran dan penantian bersama oleh sebagian besar masyarakat.

Pada titik ini, semangat perubahan dan kesadaran kolektif publik akan menemukan momentumnya untuk meninggalkan partai politik yang selama ini menjadi pilihannya. Masyarakat tidak mungkin bertahan pada pilihan yang tidak menjanjikan harapan.

Membangun trust untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap partai politik hari ini butuh waktu, dan bukti. Bentangan waktu yang panjang, mulai hari ini sampai menjelang Pemilihan umum dan Pilpres, masyarakat sipil menginginkan adanya langkah nyata sebagai bukti adanya semangat perubahan.

Bukti yang dimaksud adalah melakukan beberapa revisi Undang-undang, di antaranya, UU Pilpres. Yang paling mendasar dari perubahan ini adalah menghapus pasal presidensial threshold, sehingga siapa pun berhak ikut pemilihan yang didukung oleh partai politik peserta Pemilu, baik yang mempunyai kursi di DPR RI maupun yang tidak mempunyai kursi.

Demikian pula Undang-Undang Pilkada, perubahannya dengan menghapus pasal yang membatasi syarat pencalonan 20% kursi. Pasal ini diperbaiki menjadi syarat calon didukung oleh partai peserta Pemilu, baik yang mempunyai kursi di DPRD maupun yang tidak mempunyai kursi.

Perubahan mendasar ini akan menghasilkan banyak pilihan: baik pilihan calon presiden maupun pilihan calon kepala daerah, sekaligus menyanggah bahwa ambang batas syarat calon kepala daerah tersebut adalah peternakan politik bagi oligarki, meminjam istilah Rocky Gerung

Tapi jika jawabannya bahwa partai yang ada sekarang tidak efektif lagi untuk menuntun dan mengarahkan perubahan dari dalam kekuasaan, maka pilihannya adalah lahirnya partai baru yang bisa menjadi wadah untuk menggaungkan gerakan perubahan.

Masyarakat sipil masih menunggu gerakan dari partai yang mempunyai wakil di DPR RI untuk melakukan perubahan undang-undang, sembari menunggu lahirnya partai baru untuk menuntun perubahan. Wallahu a’lam bishshawab

 

Jakarta, 05 September 2024

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama