-------
Kamis, 26 September 2024
Teliti Kebijakan
Pendidikan Inklusif, Arnita Soevian Raih Magister Ilmu Pemerintahan di Unpacti
Makassar
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Meneliti kebijakan pendidikan inklusif, Arnita Soevian, berhasil meraih gelar
Magister (S2) Ilmu Pemerintahan pada Program Pascasarjana Universitas
Pancasakti (Unpacti) Makassar.
Arnita meraih gelar magister setelah
mengikuti ujian tutup tesis di Kampus Unpacti, Jalan Andi Mangerangi, Makassar,
Selasa, 24 September 2024, dengan penguji Dr Sumardi, Dr Nasir, Dr Agustan, dan
Dr Nasiratunnisa Mallapiang.
Setelah dinyatakan lulus dalam ujian
tesis, Arnita Soevian langsung diyudisium oleh Rektor Unpacti Makassar, Dr
Ampauleng, disaksikan Direktur Program Pascasarjana Unpacti Makassar, Dr
Anirwan.
Dengan yudisium tersebut, maka Program
Pascasarjana Unpacti Makassar telah menelorkan tiga lulusan Magister Ilmu
Pemerintahan, yakni Suhaeni (ASN Kantor Camat Bontoramba, Jeneponto), Haping
(Kepala UPT SDN 26 Bontoramba, Jeneponto), dan Arnita Soevian (staf tenaga
kependidikan Sekolah Kharisma Makassar).
Arnita meneliti kebijakan pendidikan inklusif dan dalam tesisnya mengusung judul; “Analisis
Kebijakan Pendidikan Inklusif Terhadap Sekolah dan Masyarakat (Studi Kasus
Sekolah Kharisma Makassar)”.
Pendidikan Inklusi, jelas Arnita,
merupakan pendidikan dimana peserta didik yang berkebutuhan khusus atau difabel
(memiliki keterbatasan seperti keterbelakangan mental, fisik, dan lain-lain)
diberi kesempatan untuk bersekolah di sekolah umum dan bergabung dengan peserta
didik lainnya.
“Anak-anak yang berkebutuhan khusus tidak
serta merta harus masuk ke Sekolah Luar Biasa (SLB), tapi anak-anak yang
berkebutuhan khusus juga dapat bersekolah di sekolah reguler dengan berbaur
besama anak-anak reguler yang ada di sekolah,” kata Arnita.
Anak-anak yang berkebutuhan khusus,
lanjutnya, bisa bersekolah dimana saja, baik di sekolah umum maupun di sekolah
luar biasa, dan itu dijamin dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Dalam UU 20 Tahun 2003, Pasal 32, disebutkan
bahwa; (1) Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat
adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dan UU 20 Tahun 2003 tersebut
diterjemahkan dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013, tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Kota Makassar, dari PAUD hingga SMP, untuk menyediakan
akses luas bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan layanan
Pendidikan.
Arnita mengatakan, Indonesia memfasilitasi
anak-anak yang berkebutuhan khusus atau difabel untuk mengikuti proses
pembelajaran karena walaupun mereka memiliki kekurangan dalam hal fisik,
emosional dan mental, mereka pasti memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa yang terpendam.
“Itu berarti anak berkebutuhan khusus
berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak pada umumnya dan tidak
dibeda-bedakan,” tandas Arnita.
Dengan adanya penggabungan kelas antara
peserta didik berkebutuhan khusus dan peserta didik reguler, maka peserta didik
berkebutuhan khusus dapat belajar bersama dengan ukuran kenyamanan atau
kemudahan dengan fasilitas dan tempat yang mendukung untuk semua peserta didik
tanpa terkecuali.
“Sistem tersebut juga membantu peserta
didik berkebutuhan khusus untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang
normal lainnya, sehingga ini bisa menjadi point plus untuk kehidupannya yang
akan datang, sebab akan ada waktunya anak-anak yang berkebutuhan khusus harus
berinteraksi dengan dunia luar,” tutur Arnita. (ima)