PEDOMAN KARYA
Ahad, 15 September 2024
PUISI
Yang Terakhir
Karya: Asnawin Aminuddin
Suatu hari, saat langkahku menyentuh tanah kelahiran
Engkau menggamit tanganku menuju pasar yang berdebu
Membelikan sepasang sepatu dengan senyum yang penuh arti
Sepatu itu kini mengiringiku dalam setiap detak hariku
Suatu hari, setelah langkah-langkah lelah mencari kesembuhan
Engkau mengajakku singgah di warung sederhana di tepi jalan
Kita berbagi sepiring nasi kuning dalam kehangatan percakapan
Tak kusadari mungkin itu pesan yang tak terucap
Suatu hari, menjelang senja membungkus langit dengan jingga
Engkau datang mengetuk pintu dengan seorang sahabat
Malam itu kita berbagi atap, dalam kebersamaan yang hangat
Menginap seolah memberi tanda yang tak sempat kutangkap
Suatu hari, menjelang senja membungkus langit dengan jingga
Engkau datang mengetuk pintu dengan seorang sahabat
Malam itu kita berbagi atap, dalam kebersamaan yang hangat
Menginap seolah memberi tanda yang tak sempat kutangkap
Suatu hari suara ibu terdengar lirih dalam panggilan
Katanya, engkau mencariku bertanya-tanya tentang diamku
Mengapa aku tak lagi menyapamu
Mungkin waktu yang singkat telah menjeratku dalam kebisuan
Lalu tiba suatu hari di bulan November yang kelabu
Engkau pergi dalam keabadian yang tak bisa kurengkuh
Aku terlambat, tertinggal oleh derai waktu yang kejam
Tak sempat menatap wajahmu untuk terakhir kalinya
Rupanya sepasang sepatu yang kau hadiahkan
Rupanya makan siang di tepi jalan yang sederhana
Rupanya kunjungan senjamu ke rumahku yang sepi
Rupanya pesanmu melalui ibu
Adalah jejak-jejak terakhirmu yang terukir dalam hidupku
Yang terakhir
Yang terakhir
Kenangan-kenangan yang takkan pudar
Yang terakhir engkau hadir untuk berpamitan
Adikku, maafkan aku
Maafkan ketidakmampuanku membaca isyarat kasihmu
Kini hanya doa yang kupanjatkan
Semoga di sana, kau tenang dalam pelukan Sang Maha Pengasih
Semoga dosa-dosamu diampuni dan surga menjadi tempatmu berpulang