------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 06 Oktober 2024
Deflasi: Tanda
Ketimpangan Ekonomi Makin Akut
Oleh: Mukhaer Pakkanna
(Direktur Program Pascasarjana ITB Ahmad
Dahlan Jakarta)
Sudah 5 (lima) bulan beruntun, fenomena
deflasi berjalan. Terhitung sejak Mei – September 2024. Padahal rentang lima
bulan itu, mestinya inflasi terkerek naik akibat perayaan Idul Adha dan prosesi
tahun ajaran baru. Bahkan, rentang itu kita masih dalam suasana hiruk pikuk
demokrasi, yang sejatinya pengeluaran signifikan. Tapi, mengapa roda ekonomi
malas beringsut? Disitulah letaknya patologi deflasi!
Mengapa deflasi? Anomali deflasi, tidak
semata karena tergerusnya daya beli masyarakat. Tapi juga melemahnya permintaan
agregat dan ciutnya jumlah uang beredar.
Banyak orang kaya raya, cenderung menyimpan duitnya di brankas bank.
Bahkan, mereka mungkin mengalihkan duitnya ke luar negeri alias capital
outflow. Mereka berasumsi, adanya simptom ketidakpastian ekonomi dan politik
nasional. Nilai kurs rupiah pun makin terhuyung-huyung jatuh.
Akibat pengeringan jumlah uang beredar,
maka terjadilah pengerutan jumlah permintaan barang. Sementara, produksi barang
telanjur terdongkrak, tidak bisa ditekan. Mungkin masyarakat pun bisa tidak
lagi belanja barang tersebut, karena jenuh atau membatasi pembelian.
Konsekuensinya, terjadilah pelambatan aktivitas ekonomi.
Itulah yang mengonfirmasi mengapa dalam
Satu Semester 2024 ini, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berskala masif,
khususnya pada industri manufaktur yang padat karya. Bukan semata itu, deflasi
juga memantulkan akar penyebab, yakni distribusi tabungan yang tidak merata.
Meminjam data Lembaga Penjaminan Simpanan
(LPS), jika pertumbuhan tabungan orang kaya makin kencang. Bayangkan! pada
Maret 2024, pertumbuhan simpanan nasabah yang di atas Rp2 miliar terdongrak
8,9%, sedangkan April 2024, terus meroket 10,11%.
Sementara itu, simpanan di bawah Rp500
juta melambat, dan yang paling parah di bawah Rp100 juta kian melorot. Apalagi
yang tidak punya tabungan, pasti makin kalang-kabut, nasib tidak menentu.
Sekadar catatan, tabungan orang kaya di
bank per Agustus 2024 telah meroket hingga Rp4,245 triliun. Sementara yang
tidak punya tabungan makin mengisi ruang-ruang kemiskinan dan kemelaratan di
jalan-jalan.
Sektor informal membubung tinggi. Itulah
mengapa deflasi justru mengirim pesan, bahwa ketimpangan pendapatan makin akut.
Jadi, jangan percaya komentar Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa deflasi justru
mengirim pesan yang positif. “Itu bullshit”.***