![]() |
Sistem Demokrasi Pancasila adalah solusi terbaik, yang mengakomodasi sistem demokrasi liberal dengan syariat Islam itu sendiri. |
-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 09 Oktober 2024
Demokrasi
Pancasila Solusi dari Demokrasi Liberal & Syariat Islam
Oleh: Achmad Ramli Karim
(Pemerhati Politik & Pendidikan)
Sebagaimana dipahami bahwa secara
historis, Nusantara Indonesia adalah wilayah kepulauan dan sejak awal ada 5
pulau besar berdaulat sendiri dalam bentuk wilayah kerajaan (monarki).
Monarki adalah sistem pemerintahan di mana
kekuasaan tertinggi dipegang oleh seorang raja atau ratu yang dipilih
berdasarkan warisan atau keturunan. Monarki (maonarchia) adalah penguasaan atau
peraturan oleh satu orang.
Dan selama berabad-abad masyarakatnya
hidup dalam suasana toleransi yang tinggi, karena masyarakat terikat oleh tata krama
adab dan akhlak para pemimpinnya (raja), serta norma agama yang dianut,
khususnya syariat Islam yang berlaku pada kerajaan-kerajaan Islam Nusantara.
Indonesia memiliki sejarah yang kaya dan
beragam, termasuk dalam hal kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di
wilayah ini. Ada 5 kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak,
Kerajaan Ternate, Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Gowa, dan Kesultanan
Malaka.
Adab dan akhlak merupakan kunci penting
dalam berinteraksi dan melakukan komunikasi dengan sesama manusia dalam sistem
kerajaan, sedangkan kejujuran dan kebenaran merupakan aturan yang tidak
tertulis tetapi dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh rakyat khususnya pemimpin
(raja).
Secara garis besar adab merupakan perilaku
manusia yang dihasilkan dari norma atau aturan, sedangkan akhlak merupakan
perilaku yang didorong oleh jiwa atau hati seseorang. Meskipun berbeda, adab
dan akhlak akan saling mempengaruhi satu sama lain.
Adab dan akhlak merupakan dua hal yang
serupa tapi tak sama. Adab berasal dari bahasa Arab yang artinya budi pekerti,
tata krama, dan sopan santun. Secara istilah adab diartikan sebagai keseluruhan
sikap dan perilaku yang berlandaskan kepada aturan agama atau keyakinan suatu
masyarakat.
Dalam sebuah tatanan masyarakat,
dibutuhkan adanya kesepakatan (transaksi sosial) mengenai norma atau aturan
yang mengikat. Hal tersebut berfungsi untuk membangun harmonisasi antara satu
dengan yang lainnya. Hasil dari aturan dan norma ini akan menghasilkan adab.
Sedangkan akhlak secara bahasa memiliki
pengertian sebagai sifat atau karakter. Dan secara istilah, akhlak diartikan
sebagai tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar
untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Inilah dua hal yang melandasi lahirnya
sistem demokrasi Pancasila, yang telah dirumuskan oleh para pendahulu kita yang
dikenal sebagai bapak bangsa (The Founding Fathers).
Sejarah perumusan Pancasila sebagai dasar
negara merdeka sangat perlu diketahui oleh segenap warga negara Indonesia, agar
bisa memahami apa itu demokrasi Pancasila yang membedakannya dengan demokrasi
liberal.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi tidak
menjamin kebebasan dan kemerdekaan individu. Sebab setiap manusia adalah mahluk
individu sekaligus sebagai mahluk sosial (zoon politicon), dimana kebebasan
setiap manusia dibatasi oleh kewajibannya dan hak orang lain. Artinya dalam
menjalankan hak asasinya tidak bersifat mutlak atau bebas semaunya, karena hak
itu dibatasi oleh kewajibannya untuk tidak mengganggu hak asasi orang lain.
Inilah makna hak asasi individu sebagai
mahluk ciptaan Tuhan YME dan kewajibannya sebagai makluk sosial dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (demokrasi Pancasila).
Dengan kata lain setiap WNI kebebasannya
dibatasi oleh kewajibannya sendiri, karena demokrasi Pancasila pada prinsipnya
berlandaskan pada Hak dan kewajiban individu sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME
sekaligus sebagai mahluk sosial (zoon politicon).
Dengan demikian pancasila itu sendiri
digali dari nilai-nilai luhur budaya dan peradaban bangsa Indonesia, yaitu
bangsa yang beriman kepada Tuhan YME, berperadaban, dan berakhlak mulia
yang merupakan ciri khas atau karakter
bangsa yang membedakannya dengan bang-bangsa lain (Character Building).
Demokrasi liberal lahir di Barat pada
negara yang berhaluan liberal, yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia
secara pribadi (kebebasan & kemerdekaan individu).
Piagam Jakarta
Sebelum terbentuk rumusan Pancasila, pada
22 Juni 1945, sembilan tokoh nasional yang disebut Panitia Sembilan berhasil
menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal dengan nama “Piagam Jakarta.”
Panitia Sembilan terdiri dari golongan
Islam dan golongan nasionalis, yang terdiri atas Ir Soekarno (ketua), Drs Moh
Hatta (wakil ketua), Mohammad Yamin (anggota), Mr. A.A Maramis (anggota), Mr.
Ahmad Soebardjo (anggota dari Golongan Kebangsaan), Kyai Haji Wasid Hasyim
(anggota), Abdulkahar Muzakkir (anggota), Haji Agus Salim (anggota), dan R.
Abikoesno Tjokroejoso (anggota dari Golongan Islam).
Pancasila dirumuskan dalam sidang pertama
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang dilaksanakan
pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Dalam sidang tersebut, pembahasannya berkaitan
dengan dasar negara Indonesia merdeka.
Tiga tokoh bangsa menyampaikan konsep
usulan mengenai falsafah atau dasar negara Indonesia. Mereka adalah Soepomo,
Moh. Yamin, dan Soekarno.
Merujuk modul Sejarah Perumusan Pancasila
Universitas Negeri Yogyakarta oleh Suranto, penyampaian tersebut didasarkan
pada arahan Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodinigrat.
Pada pembukaan sidang, ia mengatakan bahwa
mendirikan negara yang merdeka, membutuhkan suatu dasar negara. Berikut ini
usulan rumusan dasar negara dari tiga tokoh perumus Pancasila, yaitu Moh.
Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Mereka mengutarakan usulan dasar negara tersebut
dalam sidang BPUPKI.
Moh. Yamin mengusulkan dasar negara
Indonesia secara tertulis dan lisan. Usulan tersebut disampaikan pada 29 Mei
1945.
Usulan lisan: Peri Kebangsaan, Peri
Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, Kesejahteraan Rakyat
Usulan tertulis: (1) Ketuhanan yang Maha
Esa, (2) Kebangsaan Persatuan Indonesia, (3) Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
(4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
(5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pada 31 Mei 1945, Soepomo menyampaikan
usulannya. Menurutnya Indonesia merdeka adalah negara yang dapat mempersatukan
semua golongan dan paham perseorangan, serta mempersatukan diri dengan berbagai
lapisan rakyat.
Berikut ini usulan dasar negara menurut
Soepomo; Persatuan (Unitarisme), Kekeluargaan, Keseimbangan lahir dan batin, Musyawarah,
Keadilan rakyat.
Pada 1 Juni 1945, Soekarno memberikan
usulan yang berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung, yakni
fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya.
Soekarno mengusulkan dasar negara dengan
sebutan Panca Dharma, kemudian dengan anjuran (bisikan) dari ahli bahasa,
rumusan dasar negara dinamakan Pancasila.
Berikut usulan dasar negara dari Ir.
Soekarno; (1) Kebangsaan Indonesia, (2) International atau Perikemanusiaan, (3)
Mufakat atau Demokrasi, (4) Kesejahteraan Sosial, (5) Ketuhanan yang Maha Esa.
Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara
Di dalam naskah Piagam Jakarta, tepatnya
pada alinea keempat tercantum rumusan Pancasila. Berikut rumusan Pancasila
dalam naskah Piagam Jakarta: (1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3)
Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Namun, beberapa tokoh perwakilan dari
Indonesia Timur menyatakan keberatan dengan sila pertama dalam rumusan
tersebut. Pasalnya, rakyat Indonesia tidak hanya berasal dari kalangan muslim.
Hal itu menjadi salah satu latar belakang perubahan sila pertama Pancasila
menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa.”
Selanjutnya secara konstitusional
Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI pada
sidang pengesahan UUD 1945. Dalam sidang tersebut, PPKI mengesahkan UUD 1945
yang di mana terdapat rumusan Pancasila sebagai dasar negara pada alinea
keempat pembukaan UUD 1945.
Berikut bunyi Pancasila sebagaimana
disahkan dalam konstitusi:
(1) Ketuhanan yang Maha Esa. (2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab. (3) Persatuan Indonesia. (4) Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. (5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Sumber literasi: CNN Indonesia.
Jumat, 24 Feb 2023).
Demokrasi Pancasila Tidak Mengenal Politik
Transaksional
Betul tidak bisa dipisahkan antara
politik, demokrasi dan transaksional dalam dunia politik (kebijakan), karena
ketiga unsur tersebut saling berkaitan. Namun penekanannya bagaimana wujud pada
“transaksinya”. Apakah untuk kepentingan rakyat? Jika untuk kepentingan rakyat,
maka sudah benar dan tepat. Namun jika untuk kepentingan kelompok tertentu
seperti kelompok kaum pemilik modal utang (investor) atau untuk kelompok
penguasa bersama para Ketua Parpol, maka hal itu bertentangan dengan sistem
demokrasi itu sendiri.
Transaksional dalam alam demokrasi boleh
saja dan itu tidak kotor, sepanjang transaksinya untuk kepentingan umum
(publik). Yang kotor itu, adalah pikiran manusia baik secara individu maupun
secara kelompok.
Seperti person pengusaha, penguasa,
bersama politikus yang membuat kesepakatan untuk menetapkan kebijakan
(politik), mendahulukan kepentingan kelompoknya (oligarki) dan menghindari atau
mengabaikan kepentingan rakyat (publik). Akibatnya demokrasi diterapkan untuk
mengutamakan kepentingan bisnis investor bersama kelompoknya (oligarki).
Bahwa zaman itulah yang membentuk
demokrasi sebagaimana yang dibutuhkan saat itu, sebagaimana para The Founding
Fathers yang telah merumuskan sistem “Demokrasi Pancasila” pada zaman
kemerdekaan yang berbeda dengan sistem “demokrasi liberal” yang berlaku di Barat.
Demokrasi Pancasila adalah sistem
pemerintahan rakyat, yang dilandasi oleh iman dan tagwa kepada Tuhan YME,
demokrasi yang mengutamakan rasa kemanusiaan (sosilidatas sosial), mengutamakan
persatuan dan kesatuan karena bangsa Indonesia beraneka ragam suku, agama, ras,
antar golongan (SARA), demokrasi yang mendahulukan prinsip “hikmah dan
kebijaksanaan” (bersumber dari syariat Islam), serta demokrasi yang
mengedepankan “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat dan bukan bagi kelompok
investor/pengusaha, penguasa, dan politikus (oligarki).
Namun yang perlu digarisbawahi bahwa
demokrasi itu bukan sistem yang ideal. Olehnya itu pemikiran para The Founding
Father sangat mulia dan mengagumkan, karena mereka tidak mau menerapkan sistem
demokrasi barat (sistem liberal) yang memisahkan antara agama dan politik
(kebijakan), tetapi juga tidak bisa memaksakan sistem syariat Islam dalam hidup
berbangsa dan bernegara atau berdemokrasi, walaupun penduduknya mayoritas
pemeluk Islam.
Tetapi dalam hidup bermasyarakat, syariat
setiap agama untuk para pemeluknya, dijamin oleh konstitusi negara sebagaimana
termaktub dalam Pasal 29 UUD 1945. Oleh karenanya, sistem demokrasi Pancasila
adalah solusi terbaik, yang mengakomodasi sistem demokrasi liberal dengan
syariat Islam itu sendiri.
Hanya sangat disayangkan karena sepanjang
sejarah kemerdekaan Indonesia, demokrasi Pancasila selalu dikhianati akibat
ancaman dan ronrongan baik dari dalam maupun dari luar bangsa Indonesia dari
kaum anti kemapanan atau anti Islam (islamophobia).
Dan hal yang sama sekarang pun terjadi
pertarungan kepentingan politik dan ekonomi di antara kaum kapitalis, dengan
memanfaatkan para politikus dan eksekutif melalui pendekatan kepentingan dan
kost politik.
Akibatnya demokrasi Pancasila lagi-lagi
berada pada ancaman dan ronrongan dari dalam dan luar, untuk menggeser
demokrasi Pancasila yang dianggap bersumber dari nilai-nilai Islam menjadi
demokrasi liberal yang memisahkan antara agama dan politik.
Dimana urusan agama menjadi urusan pribadi
tiap-tiap penduduk, dan lambat laun akan mendapatkan perlindungan secara
konstitusional melalui revisi dan amandemen UUD 1945. Ancaman lain, terjadinya
konspirasi politik dagang (ekspansi global) antara kaum kapitalis barat
(yahudi) dan kaum kapitalis timur (Cina Komunis).
Ekspansi global adalah strategi
pertumbuhan bisnis yang dilakukan dengan memperluas operasi ke pasar-pasar baru
di luar negeri. Ekspansi global juga dikenal sebagai ekspansi internasional,
ekspansi luar negeri, atau ekspansi asing.
Makassar, 09 Oktober 2024