------
PEDOMAN KARYA
Minggu, 20 Oktober 2024
Dukun Beragamakan
Keiblisan
Oleh: Maman A.
Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi,
Budayawan)
Manakala agama dimaknai secara
bebas, adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau ada juga yang
menamai Dewa serta yang lainnya, seperti ajaran kebhaktian dan kewajiban yang
bertautan dengan kepercayaan diyakni oleh masing-masing.
Tujuannya, tidak lain sebagai
keyakinan untuk nilai-nilai yang berguna di dalam memberikan panduan moral dan
spiritualitas, baik oleh manusia maupun makhluk lainnya, termasuk mungkin pada
iblis yang beragama aba wastakbara.
Terlepas domain pemaknaan
tentang esensi agama di atas, namun dalam goresan singkat ini, hanya menukilkan
secuil akibat dari dagelan perdukunan yang beragama aba wastakbara
keiblisan.
Tepatnya tanggal 07 Oktober
2024, ada yang berkomentar di inbox facebook yang lebih kurangnya:
“kita hanya memperingati,
biarkan Tuhan yang menghukumnya”
Sebelum, ditampilkan jawaban
balasan saya via inbox, adapun yang memunculkan komentar tersebut, yakni
berkaitan dengan goresan singkat berikut ini.
“Terpenting, kita tak
mengganggu orang lain. Siapapun dan apapun statusnya, semasih merasa manusia,
itu tak masalah bila berhadapan langsung atau juga bersenyapan menara badung!
Kita, hanya kepada Allah mesti
dipatahkan segala apapun akan berujung. Dan melampirin goresan yang dimuat oleh
Pedoman Karya, yang bertopik "BAGIKU ZERO & BAGIMU HERO (https://www.pedomankarya.co.id/2024/10/bagiku-zero-dan-bagimu-hero.html?m=1).
Kemudian, berkaitan jawaban
pada inbox, saya hanya menunjukkan hadits Nabi, tanpa hendak mengguruinya.
Dikarenakan yang berkomentar tersebut, dikenal dengan muballigh agresif
nan tersohor di kawasannya, dan bahkan juga penghafal ayat serta hadits plus
hampir maksimal berakademisi. Adapun, hadits yang dikutip berkaitan anjuran
membunuh ular, sebagaimana dinukilkan oleh HR Muslim no. 2236, yang artinya:
“Sesungguhnya di rumah-rumah
ada ular-ular yang berada di rumah-rumah. Apabila kalian melihat satu dari
mereka, maka buatlah peringatan padanya tiga kali. Apabila pergi, maka biarkan
dan bila tidak mau pergi maka bunuhlah, karena dia itu kafir.”
Kemudian, HR. Abu Daud, Hasan,
dari Abu Hurairah ra, di mana Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah kami pernah
berdamai dengannya (ular) sejak kami memusuhinya, maka barangsiapa yang
membiarkannya lantaran rasa takut, maka ia tidak termasuk golongan kami.”
Dari esensi dua hadits di
atas, ular saja mesti dan dianjurkan untuk dibunuh, setelah ia diperingati,
manakala ular tersebut, tak juga mau berubah/pindah dari tempatnya. Apalagi,
kalau buaya yang sudah jelas, mau menyergap kita untuk jadi mangsanya, masa
harus bilang, kita ini hanya memperingati biar nanti Tuhan yang akan
menghukumnya!
Bukan esensi logika demikian
yang justru sungguh sangat dungu dan telah menghina hakikat dari hadits
Rasullullah Saw dan melibatkan Allah dengan kadar logika jeroanan di dalam api
kesesatan pada dyrasi buhulan “aba wastakbara” keiblisan secara nyata.
Bahkan dengan tegas di
dalam pesan hadits yang kedua di atas, “... maka barangsiapa yang
membiarkannya lantaran rasa takut, maka ia tidak termasuk golongan kami.”
Sekalipun, saya bukan
penghafal ayat dan hadits, namun mesti haqqul yakin dengan esensi pesan
Rasulullah Saw, agar tidak diidentikkan “Laisa minna” (bukan golonganku).
Apalagi diidentikkan dengan
golongan “aba wastakbara” keiblisan secara nyata di kemudian menanti, Astagfirullah,
Naudzubillah min dzalik /aku mohon ampun dan perlindungan kepada Allah agar
dijauhkan dari hal-hal buruk, termasuk karakter keiblisan yang menjadikan
ibadah dalam agama sebagai topengan doang.
Iblis Pun Ibadah
Plus Hafal Qur'an
Kalau soal terkesan
menghafalin ayat Qur'an, dan seakan juga rajin beribadah, Iblis pun ada yang
demikian. Namun, Iblis paling mengedepankan rasa arogansi lebih dari makhluk
lain, dan perintah Tuhan pun tak dipatuhinya, sehingga dikutuk hingga tanpa
akhirnya.
Lalu, ada sebagian umat
manusia terkesan juga beragama, rajin beribadah dan menghafalin ayat ayat
Tuhan, plus dibarengi dengan pakaiannya pun serba berbau agamawan, melebihi
pakaian para Nabi.
Kesannya, sungguh luar biasa
tampaknya, itu sangat meyakinkan penampilannya. Bahkan rajin berkhutbah, hingga
pulang pergi haji plus umroh serta edukasi yang lainnya. Namun, disayangkan
bila kegiatan rutinitas demikian, dibarengi juga dengan kegiatan
klenikan/berdukunan. Padahal klenikan demikian, kiblat bersujudnya dan menjadi
maha guru/professor utamanya, adalah sang Iblis laknatullah.
Apakah perbuatan
klenikan/dukunan yang berkiblatan pada Iblis demikian itu, tidak menjadi
tamparan dua kali lipat _yang lebih dahsyat di dalam mempermainkan dan plus
melawan perintah Tuhan?
Bukankah hal demikian, identik
menjadikan dukun beserta kompenen penggunanya telah beragamakan keiblisan yang
dobelan ke-“aba wastakbara”_annya?
Atau berbarengan dengan
derajat kadar arogansi perbuatan klenikan berdukunan demikian, justru telah
dobelan melebihi akan kadar kelaknatullahin sang Iblis yang sesungguhnya?
DUKUN BARENGMU
Tentu, buah bara api tertanam
di sini juga akan rimbun lebih membara di sana_
Tak mesti dikuatirin akan
bekalan, tak akan bakalan kekurangan. Apalagi merasa sendirian tanpa teman
setiamu.
Bahkan, diiringi ^tuk
berbaring bersamamu di dalam kuburan. Tentu, dikau dengan para dukunmu dan juga
pion pionmu pula.
Insya Allah, demi Allah akan
dibuktikan hanya soal detakan tanpa sisa. Tak dikira ledakan hulu jantungan,
akan tersapu rata dengan tiba tiba, berhingga hujung hala bermautan tanpa
diduga rubuh. Dan juga barengan direbahin di dalam kuburan.
Itu esensi kuburan dalam
goresan “ALIF LAM MIM DAN PARA DUKUNMU” yang dimuat oleh Pedoman Karya (https://www.pedomankarya.co.id/2024/10/alif-lam-mim-dan-para-dukunmu.html?m=1).
Di samping, kita mesti membuka
logika lebih cemerlang hingga maut kematian pun tertampak dalam mata bernurani
Ketuhanan sebagai cerminan beragama yang sesungguhnya.
TAMPAK MATA KEMATIAN
Kalau, denyutan hujung pusarmu
semakin kencang bergetar, itu pertanda kematian sudah di telapak tangan. Biar
ribuan ragam obat ditelan tak bakalan sembuhan atau mencari jutaan dukun
berlanggam jurus pun, itu tetap akan binasa hingga kiamatan.
Apalagi, titik mata ledakan
tabungan semakin verbanian, bah telur di hujung tombakan. Berarti, itu telah
tampak bermata kematian menjadi kenyataan. Sekalipun, tertampak segar bah bunga
dini hari, rebah terhantam angin berpantulan dengan sendirinya.
TEWAS DENGAN
SENDIRINYA
Siang begini, tikus ingusan
sungguh terlalu pede datangi sarang singa, demi recehan dari tengkulak berisi
otak jeroan kakusan_
Jangankan lagi mentari begini,
sedangkan gulita di pelosok bumi mana pun_ terdata nyata terangnya? Sekalipun,
telah didagelani dengan ragam trik sulapan di dalam kesenyapan oleh king kong
andalanmu saja, _terdeteksi habis juga tewas.
Dan begitu juga yang lain,
bersama sekutunya, hanya sisa detik waktu berdering merinding. Dan itu, seiring
riang akan denyutan getaran pusarnya nan semakin kinclong.
Bukan hari bermingguan lagi,
apalagi bulanan, tetapi kini, hanya jam durasi menitan akan terus berjangka
berdetik tanpa diduga.
Sekalipun, lagi syur asyik
mayur di atas ranjang maya atau juga pada jalan raya, berjalan kali atau
berkendaraan lapis baja anti peloran.
Itu tak diperdulikan dan tak
ada gunanya sama sekali, tetap akan yus untuk menyusul king kongnya yang tewas
dengan sendirinya!
Aku akan tetap bersenyum manis
dengan apa adanya, dan menyaksikan segala dari akibat yang terjadi dengan
sendirinya, di hadapan mata bersama dengan Tuhanku Yang Maha Berkalam!
Wassalam