------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 16 Oktober
2024
Eceng Gondok
Tutupi Sungai Jeneberang Gowa
Melintas di Jembatan Kembar
Kabupaten Gowa pada Rabu sore, 16 Oktober 2024, saya memutuskan berhenti
sejenak untuk mengabadikan sebuah pemandangan yang berbeda dari biasanya.
Permukaan air Sungai Jeneberang, sejauh mata memandang, berubah menjadi hamparan
hijau. Bukan air yang terlihat, melainkan deretan eceng gondok yang menutupi
sungai sepenuhnya.
Tumbuhan air itu menutupi
hampir seluruh permukaan, menciptakan lanskap hijau daun yang memanjakan mata.
Jika biasanya air sungai terlihat keruh dan kecokelatan, hari itu seluruh
pemandangan terasa lebih segar dan asri.
Meski kehadiran eceng gondok
seringkali muncul pada waktu-waktu tertentu, biasanya tetap ada celah yang
menampilkan air sungai. Namun kali ini, sisi kiri sungai, jika kita melintas
dari arah Makassar menuju Takalar, seluruhnya dipenuhi oleh hamparan hijau
tumbuhan air tersebut.
Saya pun tak bisa memalingkan
pandangan dari pemandangan di sebelah kiri, bahkan hingga tak sempat melirik ke
arah kanan. Arus lalu lintas di Jembatan Kembar memang selalu padat pada sore
hari, namun mata saya tetap terpaku pada permukaan sungai yang terselimuti
hijau.
Sudah beberapa hari saya ingin mengabadikan momen ini, namun kesempatan selalu tak berpihak. Hingga sore itu, momen yang saya tunggu-tunggu akhirnya tiba—pemandangan permukaan sungai yang sepenuhnya tertutup oleh eceng gondok, menciptakan keindahan hijau yang jarang terlihat.
Dilansir dari greeneration.org, tulisan berjudul: Dua Sisi Eceng Gondok Untuk Ekosistem Perairan, dijelaskan, eceng gondok adalah tanaman air asal Brazil yang biasa hidup di perairan air tawar seperti danau, kolam, rawa dan sungai.
Tumbuhan ini memiliki nama
latin Eichorniacrassipes. Seperti halnya tanaman lain, anatomi tubuhnya terdiri
dari akar serabut, batang, daun, buah, dan bunga. Batang eceng gondong
panjangnya bisa mencapai lebih dari 50 cm. Daunnya tunggal berwarna hijau dan
memiliki permukaan yang licin.
Tanaman air yang mengapung ini
dapat berkembang biak dengan sangat cepat dan dapat beradaptasi dengan baik
pada kondisi lingkungan apapun bahkan yang tercemar limbah kima.
Oleh karena itu, ia sering
dianggap sebagai gulma. Gulma adalah berbagai jenis tumbuhan yang keberadaannya
merugikan dan merusak ekosistem di sekitarnya. Meskipun memiliki daya tahan
yang kuat, tumbuhan satu ini tidak tahan pada wilayah perairan yang memiliki
kadar garam tinggi. Kadar garam tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman air
ini.
Manfaat Eceng
Gondok
Meski dianggap sebagai gulma,
eceng gondok memiliki berbagai manfaat untuk lingkungan dan manusia jika
jumlahnya terkendali. Untuk lingkungan, ia mampu mengurangi pencemaran air dan
dimanfaatkan menjadi pakan ternak, pupuk kompos, dan bioenergi.
Eceng gondok adalah tanaman
air yang banyak menyerap timbal untuk kebutuhan nutrisi pertumbuhan. Oleh
karena itu, tanaman ini acap kali ditemukan pada sungai yang tingkat
pencemarannya tinggi.
Tanaman ini juga menjadi
indikator suatu sungai tercemar atau tidak. Tanaman ini cukup efektif untuk
mengurangi pencemaran air karena ia menyerap banyak fosfor dan dan nitrogen
dari air yang tercemar limbah bahan beracun.
Tumbuhan ini memiliki
kandungan nutrisi yang tinggi sehingga cocok untuk pakan ternak dan pupuk.
Tanaman ini digunakan sebagai pakan ternak karena kandungan mineral dan air
yang tinggi. Untuk memperkaya nutrisi, ia dapat dicampur dengan dedak untuk
menambah kandungan karbohidrat.
Selain pakan ternak, tanaman
ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Ia memiliki kandungan fosfor,
nitrogen, dan kalium yang tinggi. Untuk bisa digunakan sebagai pupuk, eceng
gondok harus diolah menjadi kompos terlebih dahulu.
Eceng gondok juga bermanfaat
sebagai sumber energi alami. Tanaman ini bisa diolah menjadi bioenergi, bahan
bakar yang terbuat dari pengolahan tanaman (biomassa). Hasil olahan bioenergy
dari eceng gondok menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar
pada skala rumah tangga.
Selain itu juga dapat diubah
menjadi biogas karena tanaman ini memiliki kandungan hemiselulosa dan selulosa
yang cukup besar yaitu 43% dan 17%. Proses hidrolisis dari dua kandungan
tersebut menghasilkan gas metana dan karbon dioksida. Karena pembuatan juga
melalui proses fermentasi, kandungan air tinggi yang mencapai 95% dan struktur
jaringan yang berongga turut menghasilkan gas.
Bahaya Eceng
Gondok untuk Ekosistem Sungai
Meskipun kaya akan manfaat,
keberadaannya yang tak terkendali juga mengancam kelestarian ekosistem perairan
karena pada dasarnya ia adalah tanaman invasif. Tanaman invasif ini
membahayakan ekosistem karena keberadaannya dapat mengurangi jumlah spesies lain
dan menurunkan keanekaragaman hayati.
Invasi eceng gondok pada
ekosistem perairan terjadi karena ia membutuhkan suplai oksigen yang cukup
besar dari perairan yang didiaminya untuk proses evapotranspirasi (proses
penguapan oleh tumbuhan air).
Tanaman ini menyerap banyak
oksigen dan menurunkan kadar oksigen air yang dibutuhkan oleh ikan. Akibatnya
banyak ikan yang mati karena kekurangan oksigen. Selain itu, ia juga dapat
menghalangi masuknya cahaya matahari ke air yang mempersulit proses reproduksi
ikan dan merusak habitat ikan. Tak hanya yang hidup yang menyebabkan masalah
lingkungan, yang mati pun juga menyebabkan pendangkalan sungai. Hal ini dapat
meningkatkan risiko banjir. (asnawin aminuddin)