![]() |
Gunung memang penting untuk didaki, lautan menarik untuk dijelajahi, tetapi jangan sampai masjid yang ada di dekat kita malah terlewati. |
------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 05 Oktober 2024
Gunung Kau Daki,
Masjid Kau Lewati: Fenomena Orang Cerdas yang Enggan ke Masjid
Oleh: Asnawin Aminuddin
(Majelis Tabligh Muhammadiyah Sulsel)
Di era modern ini, semakin banyak kita
menemukan orang-orang yang cerdas, memiliki pendidikan tinggi, mahir berbicara,
dan piawai dalam menulis. Mereka memiliki banyak pengalaman, gemar bepergian,
bahkan ada yang hobi mendaki gunung serta menjelajah lautan.
Beberapa di antara mereka juga sangat
fasih membicarakan agama, mengutip ayat-ayat dan hadits dengan lancar. Namun,
ironi yang sering kali muncul adalah, di tengah segala kecerdasan dan kemampuan
mereka, justru ada yang jarang terlihat di masjid atau menghadiri kajian agama.
Fenomena ini menjadi perbincangan di kalangan masyarakat, yang menyebutnya
sebagai, “Gunung kau daki, lautan kau seberangi, masjid kau lewati.”
Tak jarang, orang-orang yang dikenal
cerdas dan berprestasi justru menunjukkan sikap yang kontras terhadap kewajiban
beribadah di masjid. Mereka memiliki segudang prestasi di bidang akademik,
sosial, dan bahkan spiritual dalam aspek-aspek tertentu. Namun, ketika datang
urusan menghadiri ceramah agama atau shalat berjamaah di masjid, sering kali
muncul rasa malas.
Beberapa di antaranya mengaku merasa
bosan, mengantuk, atau bahkan menganggap ceramah di masjid kurang menarik bagi
mereka. Kondisi ini menjadi paradoks antara kecerdasan intelektual dan
spiritualitas.
Padahal, Islam sangat menekankan
pentingnya shalat berjamaah di masjid, terutama bagi laki-laki. Pahala yang
dijanjikan bagi orang yang shalat berjamaah di masjid sangatlah besar.
Rasulullah SAW bersabda, “Shalat berjamaah
lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Artinya, shalat berjamaah memiliki keutamaan yang tidak
dapat diabaikan.
Sebaliknya, orang yang meninggalkan shalat
berjamaah tanpa alasan yang syar’i juga dihadapkan pada ancaman berat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada
di tangan-Nya, sesungguhnya ingin rasanya aku menyuruh mengumpulkan kayu bakar
hingga terkumpul, kemudian aku perintahkan shalat dan dikumandangkan azan
untuknya, kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang itu,
lalu aku mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah itu dan
aku bakar rumah mereka.
Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya,
seandainya salah seorang di antara mereka tahu bahwa ia akan mendapatkan tulang
berdaging gemuk atau tulang paha yang baik niscaya ia akan hadir berjamaah
dalam shalat Isyak itu.”
(Muttafaqun ‘alaih dan lafaznya menurut
riwayat Al-Bukhari). [HR. Bukhari, no. 644 dan Muslim, no. 651]
Prioritas Bergeser
Mengapa orang yang telah mendaki gunung,
menjelajah lautan, bahkan fasih berbicara soal agama, justru mengabaikan
masjid? Salah satu penyebabnya adalah adanya pergeseran prioritas dalam
kehidupan.
Dalam dunia yang serba cepat ini, godaan
untuk terus mencapai prestasi duniawi seringkali mengalahkan kesadaran akan
kewajiban spiritual. Beberapa orang merasa telah menjalani kehidupan yang
aktif, berprestasi, dan produktif sehingga kewajiban ibadah berjamaah di masjid
dipandang sebagai hal yang tidak perlu diutamakan.
Ada juga yang merasa bahwa dengan
melaksanakan ibadah di rumah, mereka sudah cukup menjalankan kewajiban. Namun,
dalam Islam, masjid bukan hanya tempat untuk shalat, melainkan juga pusat
pembinaan keimanan dan kebersamaan. Di masjid, umat Muslim belajar, mendengar
ceramah, dan memperkuat ukhuwah Islamiah.
Fenomena ini juga sering terlihat pada
orang-orang yang telah melaksanakan ibadah haji atau umrah. Mereka mungkin
sudah beberapa kali mengunjungi Tanah Suci, tapi selepas pulang, kaki mereka
tetap terasa berat untuk melangkah ke masjid.
Ibadah haji dan umrah adalah rukun Islam
yang sangat mulia, tetapi ibadah tersebut seharusnya menjadi motivasi untuk
semakin mendekatkan diri kepada Allah, termasuk dengan memperbanyak kehadiran
di masjid.
Fenomena ini seharusnya menjadi renungan
bagi kita semua. Sebagai Muslim, kesuksesan duniawi dan kecerdasan intelektual
adalah hal yang baik, namun tidak boleh mengalahkan komitmen kita terhadap
kewajiban agama.
Masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi
juga tempat untuk menumbuhkan ketenangan batin dan mendekatkan diri kepada
Allah. Dengan memprioritaskan masjid dan shalat berjamaah, kita tidak hanya
mengejar pahala yang besar, tetapi juga menunjukkan kepatuhan kita kepada
perintah Allah dan mengikuti jejak Rasulullah SAW.
Gunung memang penting untuk didaki, lautan
menarik untuk dijelajahi, tetapi jangan sampai masjid yang ada di dekat kita
malah terlewati.***