Jika Saya Menjadi Walikota Makassar

KOTA MAKASSAR, sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pintu gerbang menuju kawasan timur Indonesia. Memimpin kota ini bukan hanya soal mengelola sebuah wilayah administrasi, tetapi juga merangkul dan memajukan masyarakat yang dinamis dan beragam. (int)

 

-----

PEDOMAN KARYA

Rabu, 16 Oktober 2024

 

Jika Saya Menjadi Walikota Makassar

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

 

Kota Makassar, sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pintu gerbang menuju kawasan timur Indonesia. Memimpin kota ini bukan hanya soal mengelola sebuah wilayah administrasi, tetapi juga merangkul dan memajukan masyarakat yang dinamis dan beragam.

Siapa pun yang dipercaya menjadi Walikota Makassar, akan dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks dan menuntut solusi yang inovatif serta berkelanjutan.

Di tengah kemegahan dan sejarah panjangnya, Kota Makassar tidak terlepas dari berbagai masalah yang mengakar. Masalah-masalah ini meliputi persoalan lingkungan, kemacetan lalu lintas, kriminalitas, serta dinamika politik dan pemerintahan.

Namun, untuk fokus pada inti dari permasalahan yang dihadapi, saya ingin menyoroti dua masalah pokok yang harus diatasi jika saya menjadi Walikota Makassar: masalah ekonomi dan pola pikir (mindset) masyarakat.

Masalah ekonomi yang dihadapi Kota Makassar tidak hanya soal angka pengangguran dan kemiskinan. Jarak yang semakin lebar antara masyarakat kaya dan miskin menjadi tantangan tersendiri dalam menciptakan kesetaraan.

Banyak masyarakat yang memiliki daya beli rendah terhadap kebutuhan pokok, dan terbatasnya lapangan pekerjaan menjadi kendala bagi mereka yang tingkat pendidikannya rendah, maupun para sarjana yang keahliannya tidak sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar.

Solusi atas masalah ini memerlukan pendekatan yang holistik dan berkesinambungan. Pengembangan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu mendapatkan perhatian khusus sebagai salah satu tulang punggung perekonomian kota.

Selain itu, upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif dan pelatihan keterampilan kerja yang relevan dengan kebutuhan pasar harus digalakkan. Pendidikan vokasional yang sesuai dengan kebutuhan industri juga menjadi kunci agar para lulusan dapat langsung terserap di dunia kerja.

Pola pikir masyarakat yang masih cenderung mengandalkan pekerjaan sebagai pegawai negeri atau karyawan perusahaan juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak yang belum berani mengambil langkah untuk membuka usaha baru, baik karena kurangnya keterampilan, modal, maupun rasa takut akan kegagalan.

Membangun budaya kewirausahaan yang kuat dan memberikan dukungan nyata kepada para calon wirausahawan merupakan langkah penting yang harus dilakukan.

Dengan mengubah pola pikir masyarakat menjadi lebih proaktif dan berani mengambil risiko, serta didukung dengan pendidikan kewirausahaan dan akses modal yang memadai, kita dapat menciptakan generasi yang mandiri dan berdaya saing tinggi.

 

Fasilitas Publik dan Hiburan

 

Selain itu, Kota Makassar harus menjadi kota yang menyediakan ruang-ruang publik yang memadai untuk menyalurkan hobi dan menghabiskan waktu luang. Fasilitas seperti pantai yang bersih, sarana olahraga yang dapat diakses semua kalangan, dan tempat rekreasi yang terjangkau atau bahkan gratis, menjadi kebutuhan yang mendesak.

Bagi mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi, akses terhadap fasilitas ini menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup dan kebahagiaan masyarakat.

Kota Makassar memiliki sejarah religius yang kuat. Agama Islam masuk ke Sulawesi Selatan melalui Makassar pada abad ke-16 yang dibawa oleh tiga da'i dari Sumatera, yaitu Abdul Qadir Datuk Tunggal dengan julukan Datuk ri Bandang, Sulung Sulaeman sebagai Datuk Patimang, dan Khatib Bungsu sebagai Datuk ri Tiro. Namun, seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, tingkat religiusitas masyarakat mulai menurun.

Banyaknya tempat hiburan yang menyediakan fasilitas yang kurang mendukung perkembangan moral dan spiritual mengakibatkan nilai-nilai agama semakin terkikis. Oleh karena itu, jika saya menjadi Walikota Makassar, saya bertekad untuk mengembalikan nilai-nilai religius tanpa membatasi keragaman yang ada.

Kota Makassar harus menjadi kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi, dan kerukunan antargolongan, ras, dan agama. Dukungan terhadap kegiatan keagamaan dan pengembangan tempat-tempat ibadah serta pendidikan moral akan menjadi salah satu prioritas. Kota ini harus menjadi tempat di mana harmoni sosial dan spiritual dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan kemajuan pembangunan.

 

Kota Ramah

 

Impian saya berikutnya jika menjadi Walikota Makassar adalah menjadikan Makassar sebagai Kota Ramah. Kota yang bukan hanya bersahabat dengan penghuninya tetapi juga dengan lingkungan sekitarnya.

Kota Makassar harus menjadi pelopor dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Program penghijauan kota dengan penanaman pohon di ruang-ruang publik, trotoar yang teduh, dan taman kota yang terawat akan menjadi prioritas utama.

Pengelolaan sampah yang efektif melalui sistem pengolahan yang modern dan program daur ulang yang melibatkan partisipasi masyarakat juga harus diperkuat. Pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan penerapan teknologi ramah lingkungan dalam pembangunan infrastruktur akan menjadi langkah penting untuk menjaga kelestarian lingkungan kota.

Kota Makassar harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang. Pembangunan taman bermain yang aman, akses ke fasilitas pendidikan yang berkualitas, dan program kesehatan anak yang terpadu akan memastikan masa depan yang cerah bagi generasi penerus kita. Kota yang ramah anak juga berarti menyediakan transportasi umum yang aman dan nyaman untuk anak-anak, serta program pendidikan yang memperhatikan aspek keselamatan dan kesejahteraan mereka.

Lansia adalah bagian penting dari masyarakat kita dan harus mendapatkan perhatian khusus. Pembangunan fasilitas kesehatan yang mudah diakses, pusat kegiatan lansia, serta program sosial yang mendukung kesejahteraan dan partisipasi aktif mereka dalam masyarakat akan menjadi prioritas.

Kota Makassar harus menyediakan ruang publik yang nyaman bagi lansia, dengan aksesibilitas yang memadai dan program-program yang menjaga kesehatan serta kualitas hidup mereka.

Kota Makassar harus menjadi contoh dalam menghormati dan mendukung hak-hak penyandang disabilitas. Pembangunan infrastruktur yang ramah disabilitas, seperti trotoar yang mudah diakses, fasilitas umum yang inklusif, serta transportasi yang dapat diakses oleh semua, adalah langkah-langkah penting.

Pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi penyandang disabilitas juga harus ditingkatkan agar mereka dapat berkontribusi secara maksimal dalam masyarakat.

Kota yang ramah pejalan kaki adalah kota yang sehat dan efisien. Pembangunan trotoar yang aman dan nyaman, jalur sepeda, serta penataan lalu lintas yang memperhatikan pejalan kaki harus menjadi prioritas. Selain itu, pengembangan kawasan pedestrian yang menarik dan aman akan mendorong masyarakat untuk berjalan kaki, mengurangi polusi udara, dan meningkatkan kesehatan warga kota.

Memimpin Kota Makassar adalah tugas yang berat, namun dengan komitmen dan kerja sama dari seluruh elemen masyarakat, kita dapat menciptakan kota yang lebih baik.

Sebagai Walikota, saya akan berdedikasi untuk menghadirkan perubahan yang nyata dan berkelanjutan. Kita semua memiliki peran dalam membangun Kota Makassar yang lebih sejahtera, adil, dan harmonis. Bersama, kita dapat mewujudkan visi ini menjadi kenyataan.***

...... 

Keterangan:

-          Artikel ini termuat dalam Buku “Jika Saya Menjadi Wali Kota Makassar” karya 34 penulis.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama