Muhammadiyah Tumbuhkan Kesadaran Nasional untuk Rebut dan Pertahankan Kemerdekaan

PENGAJIAN UMUM. Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Prof. Mustari Bosra, membawakan materi pada Pengajian Umum Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, di Masjid Subulussalam Al-Khoory Kampus Unismuh Makassar, Senin, 30 September 2024. (ist)

 

------

Rabu, 02 Oktober 2024

 

Muhammadiyah Tumbuhkan Kesadaran Nasional untuk Rebut dan Pertahankan Kemerdekaan

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Organisasi Muhammadiyah (berdiri 18 November 1912) bersama Sarekat Islam (berdiri 16 Oktober 1905), Boedi Oetomo (berdiri 20 Mei 1908), dan Nahdlatul Ulama (NU, berdiri 31 Januari 1926) sama-sama berjuang dengan caranya masing-masing untuk merebut kemerdekaan Republik Indoensia.

Boedi Oetomo bergerak di Pulau Jawa, Sarekat Islam lewat perdagangan dan kemudian berubah merambah politik dan agama, sedangkan Muhammadiyah berjuang lewat pendidikan, sosial, dan agama.

“Muhammadiyah berperan merekatkan persatuan karena sudah terbentuk di berbagai wilayah di Indonesia dan setiap tahun mengadakan kongres. Tidak bisa tidak, Muhammadiyah berperan besar dalam merebut kemerdekaan. Lewat Muhammadiyah ditumbuhkan kesadaran nasional untuk berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan,” kata Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Prof. Mustari Bosra.

Hal tersebut ia kemukakan saat menjadi pembicara pada Pengajian Umum Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, di Masjid Subulussalam Al-Khoory Kampus Unismuh Makassar, Senin, 30 September 2024.

Pengajian Umum dengan tema “Hubbul Wathan minal Iman (Cinta Tanah Air adalah Bagian dari Iman) dan diawali dengan sambutan oleh Ketua Muhammadiyah Sulsel Prof Ambo Asse, menghadirkan dua pembicara.

Kedua pembicara tersebut yaitu Prof KH Mustari Bosra yang membawakan materi berjudul “Peran Kesejarahan dan Komitmen Muhammadiyah terhadap Kedaulatan NKRI”, dan Mayor Inf. Dr Khaedir Makkasau SAg MPd, yang membawakan materi berjudul; “Ancaman Ideologi Asing terhadap Kedaulatan NKRI: Komunisme, Liberalisme, dan Radikalisme.”

Mustari Bosra mengatakan, Muhammadiyah melahirkan banyak tokoh nasional, antara lain Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, serta Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan mantan Perdana Menteri Indonesia, Ir H Juanda Kartawijaya.

“Soekarno pernah jadi Ketua Majelis Dikdasmen Muhammadiyah di Bengkulu. Mertua Soekarno (Hasan Din, ayah dari Fatmaati, red) juga pengurus Muhammadiyah. Ir Juanda juga orang Muhammadiyah (pernah menjabat Direktur SMA Muhammadiyah Jakarta, red),” sebut Mustari.

Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Makassar (UNM) menambahkan, orang-orang Muhammadiyah juga termasuk yang mempelopori berdirinya Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang kemudian pernah menjadi partai politik terbesar di Indonesia.

“Peran orang-orang Muhammadiyah sangat besar dan Muhammadiyah tidak punya keinginan mengubah Indonesia menjadi negara Islam,” kata Mustari.

Pengajian Umum Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel turut dihadiri Wakil Ketua Muhammadiyah Sulsel Dr Syaiful Saleh, Dr KH Abbas Baco Miro, Dr Dahlan Lama Bawa, Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Sulsel Dr Nurdin Mappa, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Maros Muhammad Amin Duddin, Lc, serta seratusan warga Muhammadiyah, termasuk dosen, karyawan, dan mahasiswa Unismuh Makassar. (asnawin)


-----

Berita terkait:

Negara akan Diintervensi Kalau Tidak Mandiri

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama