------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 22 November 2024
Cerdas Tidur Dua Jam
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Telah bertahun tak ada waktu yang lowong,
baik di lorong-lorong bah laron berkerumun maupun pada gedung serba menara
gading juga dinodai mengawang.
Telah bertahun tak ada waktu yang lowong,
baik pagi siang sore maupun hingga malam kemerlap gulita menggurita tetap saja
meliuk senyapan bah maling.
Telah bertahun tak ada waktu yang lowong,
baik sedang berbaring di ranjang maupun pada kursi darat, laut, udara lagi
mengawang tetap saja melolong bah ngigau menerjang.
Kalau bah BJ Habibie juga para filsuf dan ilmuwan kenamaan yang berlogika tinggi nan selalu berpikir genius di dalam menggagas guna menggapai karya yang berguna bagi kemanusiaan. Itu tidaklah mengapa memang ditakdirkan demikian, dan justru diharapkan kehadirannya. Bahkan rata-rata durasi tidur mereka yang berlogika genius tinggi demikian, hanya dua jam tiap hari.
Tentu, berbeda nun jauh dengan logika
orang yang hanya ngigau melolong saja, dan bahkan telah bertahun tak ada waktu
yang lowong, baik siang malam, bah goresan pada ketiga paragraf di atas ini.
Mereka hanya dihiasi oleh pikiran bebalan di dalam kepuraan berlakon, bah
goresan diksi berikut ini.
Cukup seru tidur hanya dua jam sehari.
Bukan jua karena serius kerjakan tugas, tetapi getar terapi pusaran semakin
panas membara tak karuan.
Semua dicari hampa hingga percuma saja.
Bahkan semakin jadi bara api. Justru otak berhadapan maut kematian dalam corner
mata jadi bebalan.
Kepuraan Otak Bebalan
Ragam taktik mesanggarai gulita yang
berotak isi jeroan dalam membuali bebalan buhulan, di antaranya.
Ada yang pura-pura sok akraban, padahal
lagi membara gulita di dalam berbunyutan untuk saling membuhulin melebihi gaya
musang berbuluan ayam potongan
Ada yang pura-pura sok cuekan seakan tak
saling mengenalin, padahal lagi kasmaratan di dalam buhulan nan sungguh aduhai,
bersengkongkolan bermain kong kalikongan
Ada yang pura-pura sok bermusuhan, padahal
menjadi kaki tangan yang paling setia, melebihi lengketan prangko di dalam
membuhulin siasat kesesatan nyata dihadapan mata.
Sekalipun, penggenggam jadi andalan telah
berguguran berhingga lain pun, berdiksi bah filosofis bahasa Bima/Nggăhï
Mbőnjø.
Nggähï Mbőjø Næ
Aina mbęi ňāhů čîĺã ĺappì ndì daloæ kàî
mbá ňāhů kännî, ndi mādè ncängkį mpøå kàî:
Kònnĕpű pessœmů tinnî rœ kœppă mènnæmų,
wàűřá ncěngkæ ndęmpæ issi tűtä ňāhů rœ ndáį męnnämů
Mungkin hampir mirip esensi pesan
filosofis diarahinnya, sekalipun berbeda alatnya, antara parang panjang bahasa
Bima dengan pedang saja, bila dimaknai dengan Nggähï Mæjûnæ/bahasa Indonesia.
Nggähï Malæjû Næ
Jangan berikan Aku Pedang yang tak bisa
Aku gunakan untuk menerjang_
Akan tetapi justru Pedang dengan otomatis
menebas hingga diriku juga kamu tewas_
Dua bait diksi di atas, adalah bahasa
filosofis para leluhur berkelas tinggi, dan dianggap jadi dukun terdahulu,
mungkin tingkat makam kecerdasannya di atas rata-rata.
Hal demikian, boleh saja berbeda cara
pemaknaan di dalam menilainya, bisa zero/0 hingga berangka lain.
- O -
Kalau tiada berbeda mesti adil dalam
bermata durasi penilaian atas kelebihan dan kekurangan menjadi cerminan.
Bila A dan B sama dari O, maka hasilnya
pun sama-sama kosong. Bukan didongkrakin dikarenakan atas kedekatan aliran
darahan atau akar rumpunan.
Terkecuali, ada pertimbangan lain,
dikarenakan ada kelebihan atau kekurangan yang logis dan dapat diterima secara
significance yang berstranparan bening jadi cerminan.
Hal demikian, baru boleh dibilang
berkeadilan yang tidak Zero/O atau omongkosongan yang terbayangi.
Tentu, dibaca dengan cerdas plus
berkacamata bening dan berakar kepada nurani kemanusiaan tinggi yang Bertuhan.
Terpenting, mesti membedakan durasi tidur
antara orang yang cerdas dengan yang hanya melolong saja.
Walahu'alam
Temukan rahasia desain sempurna di sini!
BalasHapusKontraktor Medan