------
PEDOMAN KARYA
Minggu, 03
November 2024
Narasi
Reingkarnasi PBSI Kita
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Goresan ini dihadirkan, guna
menghargai saran dari jurnalis senior Bung Asnawin Aminuddin via WhatsApp,
pukul.07;10, 29/10/2024, yakni sbb: “Bagus juga kalau kita’ (Anda, red) bikin tulisan dari
acara tadi malam. Selain suasana acaranya, juga ada banyak kenangan yg bisa
ditulis.”
Saran tersebut, beriringan
dengan pembicaraan langsung melalui call yang dibuktikan pula dengan akhir dari
tulisan beliau menjadi kuncinya.
“... Khusus Kak Maman,
puisinya bukan dua bait, tapi kami beri waktu lima sampai tujuh menit, karena
beliau memang kita undang khusus,” jelas Muhammad Akhir lagi-lagi sambil
tersenyum"_ (Asnawin, https://www.pedomankarya.co.id/2024/10/rektor-dosen-dan-alumni-unismuh-baca.html?m=1).
Pada reuni Perhimpunan Bahasa
dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas
Muhammadiyah (Unismuh) Makassar pun, bereingkarnasi akan suara jejak Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928. Plus 2024 beraksara deklamasi reingkarnasi bulan Bahasa
Indonesia, jadi pilihannya di gerbang diksi bertabir siraturahmi penuh
kemisterian, dan juga bermakna!
Di malam Selasa dalam
genggaman langgam bersalam dari ragam ubun-ubun nan ditabung bagian yang
terhubung akan tembang bertalu durasi diksi kanduri wewangian. Sekalipun, itu
hanya secuil dari akar sekapursiri, namun bagian yang tertampak berarti guna
bercermin.
Manakala, memang benar benar
beriman dan meyakini akan ayat Tuhan, minimal mengamalin, di antaranya kepada;
“Yā ayyuhallażīna āmanụ lima taqụlụna mā lā taf'alụn”, berarti; ‘Wahai
orang-orang yang beriman kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan?’《QS As Syaff:2》
Pengantar Diksi
Reuni
Sebelum saya menyihir dengan
mantra diksi reingkarnasi, dan juga mungkin akan berhujah. Namun, bukan bah
senyapan kepada para klenikan kata kata selundupan,mesti berhadapan dengan
aksara Allahu Akbar yang membakarinya.
Ijinkan saya, untuk menyapa
tanpa membedakan aksara kalkulasi durasi peringkatan, dan akan menyapa kalian
semua dengan teman, agar tidak terkesan tembang pilih sejurus, terkecuali yang
bukan dari sejurus akan saya panggil bung ! Tidak lain, agar kinclong terngiang
akan reingkarnasi bagi para pengantar diksi untuk dikenang, sekalipun hingga
berliang menanti menjadi akar narasinya;-
Narasi Reingkarnasi
Narasi prosais ini, digores,
yakni 45 menit setelah dikontak oleh dinda Dr. Muhammad Akhir, yang mengharap
kiranya berkenan membuatkan goresan puisi, dan plus hadir membacakannya pada
acara reuni PBSI FKIP Unismuh Makassar.
Jujur, memang awalnya, saya
selalu menghindar, bila ada acara pementasan, dan itu telah cukup lama! Bahkan
dalam melanjutkan studi pun bukan memilih jurasan yang linear dari akar
narasinya.
Narasi goresan ini,
dikarenakan diminta dan diinstruksikan oleh panitia, untuk membuat goresan, ya,
apa boleh buat _ mesti manut dan terpaksa untuk membuat narasi guna
bereingkarnasi lagi.
Tapak Reingkanasi
Berakar dari kampus Ranggong
Daeng Romo (1987) hingga berumput di kampus baru Talasalang (1990-1996), dan
kini, telah jadi menara biru mengepung nan terapung aduhai_
Dulu, ketika kami di sana,
masih berhamparan pematang sawah melintang nan subur, bah empang berlinang
_memang mesti dikenang!
Aku masih sempat menanam
singkong, sembari berternak Kambing, nan bebas berkeliaran masuk ruang kelas, ketika
itu lagi gondrong tak ada tabir yang mesti bias jadi beban terlarang.
Berhingga tampil membacakan
puisi Istiqamah di TVRI diiringi oleh teater BADAI (1992). Sebelum melancong
ditugasin jadi ketua Korps Instrukrur Nasional DPP IMM di Jakarta (1996-1998).
Di Jakarta pun tetap jua
dijadikan icon pembaca narasi dan puisi, hingga Taman Ismail Marzuki, dan juga
di Menteng Raya 62, jadi tumpuan beraksi dalam berkreasi diksi, memang mesti
jadi kenangan nan menawan.
Kenangan itu, berbuah sehingga
Tahun 1997_1998, lahirlah dua buku kumpulan puisi, itu atas kebaikan hati
seorang ibu angkatku yang sungguh dermawan; _PROF. DR. Hj. Bainar (almarhumah)
semoga husnul khotimah ... aamiin, dan setiap sholat kuiringi doa selalu.
Bahkan, tidak terkecuali pada
era revormasi 1998, sekalipun sempat dikepung di ruko ibu angkatku jadi
kediamannku, sehabis baca puisi di kampus, dan diteriakin orang Cina, hingga
barangku ludes dijarah. Syukur ijazah disisain dan dikeluarin dari koper_ si
penjarah, masih ada sisakan pikiran jernihnya_ disela gulita otak isi
jeroannya.
Dan melaju kinclong berhingga
mengawali dan juga mengakhiri Gusdur / KH Abdurrahman Wahid jadi Presiden,
berpuncak bersama tokoh dunia lintas aksara pentasan.
Lebih kurang, seminggu Gusdur
dipilih jadi Presiden, di Menteng Raya, bersama tokoh revormasi, di antaranya,
Prof. M. Amien Rais, dan Gusdur, dkk. Saya berduet dengan Budayawan senior
Taufiq Ismail membacakan puisi_
Dan sebulan dalam mengakhiri
Gusdur, jadi Presiden pun, saya dipentasin lagi untuk membacakan puisi
rekonsialisasi bersama para tokoh kebangsaan guna meredam ketegangan antara
Presiden dan MPR/DPR ketika itu.
Menampilkan, mulai Presiden
Gusdur, M. Amien Rais (ketua MPR), Akbar Tanjung (ketua DPR), dkk, dan beberapa
perwailan Negara sahabat, dan juga semua elemen tokoh lintas agama berhingga
hampir pimpinan Republik berbarengan membacakan puisi, di Gedung Kesenian
Jakarta, dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.
Kemudian, saat Kuliah S3 juga
tertantang lagi oleh Dosen bahasa Melayu yang selalu berpantun, dan juga plus
teman sekelas, di Universitu Kebangsaan Malaysia, di antaranya, Das'ad Latif,
Arham Selo, dkk, termasuk teman antar Negara yang lagi studi bersama. Maka,
lahir goresan puisi dengan spontan yang berjudul Aku dan Engkau Siapa?
Dan menjadi buku yang diberi
judul; Aku dan Engkau Siapa; Persembahan Indonesia- Malaysia, editor: Andi
Sukri Syamsuri, Prof., Dr.; Nini Ibrahim, Dr.; Hasmawati, Ph.D; Dewi; dan
diluncurkan tahun 2018 di kampus Biru Talasalapang, pembedah Taufiq Ismail, Prof.
Ade Hikmat, Prof. Irwan Akib, Prof. M. Rapi Tang, dan Dr. Andi Syukri Syamsuri.
AKU
dan
Engkau Siapa?
Siapakah Aku
kalau bukan engkau
Siapakah kau
kalau bukan engkau
Siapakah engkau
kalau bukan Aku
kau
engkau
bukan siapakah Aku
Kalau engkau
bukan Aku
siapakah kau
Kalau kau
bukan Aku
siapakah engkau
Kalau aku
bukan engkau
siapakah Aku …?
Malaysia, 2013
Setelah, balik dari Malaysia
pun, masih jua demikian, sekalipun Aku bukan berlinearisasi dengan akar rumput
PBSI, bah seperti narasi dari sekian kali diiconkan,
PBSI
bukan hanya diksi
Kita mesti number one
di mana pun bersinergi
dan
reingkarnasi itu
telah jadi bukti
Tetapi
logis mesti lentur
juga terukur
tidak kaku
dan beku bah batubara
agar tidak Aba wastakbara
Maka
mesti muhibbah Lillahi Ta'ala
agar tidak rontok
jadi cermin retak
"Kabura maqtan ‘indallâhi
an taqûlû mâ lâ taf‘alûn:_
Sangat besarlah
kemurkaan di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan
apa yang tidak kamu
kerjakan"
(QS.As-Shaff: 3)
Selasa, 13:43, 21/10/2024
Dan esensi dari akar reuni
reingkarnasi PBSI ini, tetap akan bermakna menawan guna menawari secuil
percikan kerinduan jadi harapan. Namun, bukan jua sekedar gincu retorik penuh
basa basi nan bergelora di dalam kemisterian berhingga diksi Abawastakbara pun
bersalaman pula. Semoga!