Akar Statistics dan Keiblisan

PENEMU X & Y. Sesungguhnya yang pertama kali menemukan rumus x dan y, yakni Al Khawarizmi (kiri atas)) atau yang kerap disebut bapak matematika. Kemudian, dikaburi lagi akar jejaknya oleh para penukilan rumus statika Barat. Di antaranya, dianggap sebagai pendiri matematika analitik dan penemu geometri analitik Rene Descartes (kiri bawah) yang menemukan rumus sumbu x/garis vertikal dan y/ garis horizontal.

 

----

PEDOMAN KARYA


Sabtu, 07 Desember 2024

 

Akar Statistics dan Keiblisan

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Mungkin tidak terlalu keliru, manakala goresan tertanggal 23/11/2024 di Pedoman Karya, dan media online lain, saya nukil kembali mengenai akar jejak penemu angka 0/nol dan rumus statistics.

Kata hero berasal dari bahasa Yunani yang berarti pahlawan atau pejuang merasa di atas angin. Kemudian, Zero dari bahasa Inggris yang identik dengan angka 0 atau kosong.

Angka nol0pertama kali diperkenalkan oleh Khawarizmi tahun 773 Masehi, untuk bilangan / hitungan dari bahasa Arab. Kemudian, hendak dikaburin oleh para ilmuwan Barat, angka nol/0 dari bahasa India, termasuk  rumusan teori statistics.

Sama halnya dengan nasib penemu angka0di atas, sesungguhnya yang pertama kali menemukan rumus x dan y, yakni Al Khawarizmi (820 Masehi) atau yang kerap disebut bapak matematika. Kemudian, dikaburi lagi akar jejaknya oleh para penukilan rumus statika Barat.

Di antaranya. dianggap sebagai pendiri matematika analitik dan penemu geometri analitik Rene Descartes (1637) yang menemukan rumus sumbu x/garis vertikal dan y/ garis horizontal.

Descartes juga menemukan kemiringan atau yang sering disebut dengan gradien Kemiringan. Di mana, dalam menentukan posisi suatu garis terhadap koordinat X dan koordinat Y.

Selanjutnya, Douglas McGregor (1960) menemukan teori x dan y, yaitu teori motivasi manusia. Kemudian, yang menemukan rumusan yang diidentikan dengan istilah quasi - eksperimen, yakni Campbell dan Julian C.Stanley (1963).

Sedangkan yang memperkemakan metode perhitungan sampel, adalah Slovin di tahun 1960. Lalu diberi nama rumus Slovin, menjadi salah satu rumus yang umum digunakan dalam bidang statistik. Khususnya, ketika penghitungan data bersifat/berbentuk survey dengan populasi yang relatif besar.

Selanjutnya, pencetus rumus O1x O2, adalah Thomas D. Cook dan Donald T. Campbell  tahun 1979. Kemudian menulis buku Quasi - Experimentation: Design & Analysis Issues for Field Settings .

Selanjutnya, Skala Likert diambil dari nama penciptanya, yakni Rensis Likert, dan rumusan ini, ia perkenalkannya pada tahun 1932. 

Typical kelakuan yang suka atau terlalu berani mencuri dengan sengaja menghilangkan akar jejak penulis/penemu aslinya, sulit dipungkiri memang sering terjadi di dunia akademisi formalin, terlebih pada belantara liar lainnya.

Padahal para penemu rumusan teori atau angka demikian, bukan hal instan dengan copypasta tetapi hasil pembacaan dengan penelitian yang  berlogika tinggi yang direnungkan cukup lama sungguh dalam dan tajam. Berhingga diuji dengan literatur data analisis tinggi, dan bukan sekedar tumpukan goresan copypasta-an dengan mencuri rumusan karya orang lain.

Mungkin hampir sebagian besar, para penggores karya yang diidentikan ilmiah, baik berupa skripsi, thesis, disertasi maupun buku dan juga jurnal tidak menuliskan akar jejak pencetus teori statistics asalnya.

Padahal kelakuan demikian, tentu logikanya mestinya beridentik pada angka nilai zero/0/nol saja. Boleh jadi berkaitan dengan sengaja menggelabui sumber literature aslinya, sekalipun berwujud 0,1 secara kuantitatif.

 

O,1

 

Bila database penelitian secara kuantitatif telah menunjukan hasilnya 0,1% , maka itu bukan lagi dikatakan berindikasi, tetapi sudah terbukti memang ada kaitan dan terhubung secara nyata. 

Hal itu, boleh berlaku, baik berupa gravitasi benda padat maupun pada sirkulasi molekul zat cair lainnya. Sekalipun, kadar bendanya besar atau secuil apa pun, biar berupa pecahan cangkang telur bakteri yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Benda benda yang demikian, dapat dibantu dengan alat pembesar di laboratorium yang canggih dan memadai.

Tentu, berbeda dengan metode penelitian yang berindikasi, baik ramalan cuaca maupun menerawang keghoiban yang hampir metodenya dicocologikan, seperti sedang dirasakan atau berdasarkan akumulasi pengalamannya saja.

Termasuk, di dalam logika penelitian tetasan cangkang telur atau berupa permainan bola berangka jadi pembuktian, kalah atau menang 1- 0 atau berimbang dan juga mesti tumbang.

Boleh jadi, ada bah main tinju yang KO/Knockout_tanpa diperhitungkan hasil angka secara kuantitatif lagi. Namun, berbeda dengan esensi penelitian bersifat kualitatif yang fokus bukan pada angka, terapi pengamatan yang mendalam.

Tentu, metode kualitatif di dalam penelitian yang dapat menghasilkan kajian mengenai suatu fenomena yang lebih komprehensif, dan diperkuatkan dengan logika data literature.

Metode ini, biar persoalan ghoib dan masalah mengenai keyakinan beragama boleh dinaratifkan, termasuk mengenai karakter keiblisan sekalipun. Metode masalah dimaksudkan, tidak juga tertutup untuk dipadukan dengan metode secara kuantitatif, namun pada durasi frekwensinya, termasuk tingkat atau kadar logika sebagai syarat untuk memaafkan kelakuan keiblisannya.

 

Bila Iblis Dimaafin

 

Memang saling memaafkan itu sangat indah serta mulia di sisi Allah dan RasulNya. Tetapi, tidak terlalu berlebihan kadarnya sehingga bertindak lebih bodoh di dalam memaknainya. Bahkan kepada Iblis hingga Abu Lahab dan juga Abu Jahal pun hendak juga dianjurkan untuk dimaafkan.

Bukan anjuran demikian, juga merupakan kebodohan menjadi bagian dari buhulan secara halus, sebagai siasat terselubung guna melawanan perintah dan keyakinan kepada Allah dan Rasullullah Saw.

Dan memaknai/menafsirkan pesan ayat Tuhan pun mesti membaca tanda dengan seksama dari akarnya hingga lattarnya, sebagaimana QS Al A'raf ayat 199, yang artinya:

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”

Dalam ayat, ada anjuran jadi pemaaf dan jangan peduli orang bodoh_ tentu mesti dikaitan dengan lattar yang menjadi akar diturunkan ayat tersebut.

Bukan berarti kesan dimaknai dengan asas sapurata hingga karakter keIblisan Abu Lahab dkk pun mau dimaafin !

Mungkin juga, tidak sama esensi atas keteledoran di dalam melupain asal susurgalur pencetus teori sesungguhnya, dan itu masih bisa dimaklimi/dimaafin. Dan tidak mesti disapurata, menjadi tertuduh sebagai akar golongan statistics yang bersekutuan dengan keiblisan pula, itu sungguh terlalu berlebihan.

Walahu'alam


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama