Mazhab Pemikiran Politik

 



PEDOMAN KARYA 

Ahad, 22 Desember 2014


OPINI


Mazhab Pemikiran Politik 


Oleh: Usman Lonta


Mazhab pemikiran politik tumbuh dan berkembang jauh sebelum diterapkannya sistem demokrasi yang diagungkan oleh berbagai negara. Pemikiran politik sudah tumbuh sejak zaman Plato (427–347 SM) hingga hari ini. 

Mazhab pemikiran politik sejak zaman Plato hingga kini mengalami banyak pandangan, atau mazhab pemikiran, tetapi jika disederhanakan mazhab pemikiran tersebut terdapat dua mazhab besar.

Pertama, mazhab yang beraliran norma, atau mazhab normatif. Mazhab pemikiran politik normatif berpandangan bahwa politik harus menghasilkan keadilan, kesetaraan, kesejahteraan, dan nilai-nilai moral yang mendasari lahirnya kebijakan publik yang menjadi dasar pengelolaan negara. 

Mazhab ini tidak hanya mendeskripsikan bagaimanana politik dijalankan, melainkan, bagaimana dijalankan berdasarkan berdasarkan  nilai-nilai moral yang akan menjadi dasar pengelolaan negara. Kesejahteraan, Kesetaraan, tegaknya hak azasi manusia, keadilan adalah setumpuk idealisme yang menjadi impian mazhab pemikiran politik ini. 

Tokoh-tokoh mazhab pemikiran politik normatif ini antara lain: Plato, Aristoles, Jonh locke, Jonh Rawels, Immanuel Kant, dan Hamengku Buwono IX dengan semboyan “tahta untuk rakyat”. Semboyan ini menegaskan bahwa bukanlah untuk kemuliaan pribadi, keluarga, dan kroni, melainkan untuk kepentingan rakyat.

Mereka berpandangan bahwa politik sejatinya  diasuh oleh nilai-nilai moral. Politik dibangun dan dijalankan berdasarkan etika politik. Unsur-unsur etika politik tersebut adalah keadilan, kebebasan, tanggungjawab moral, kesejahteraan umum dan legitimasi kekuasaan. 

Keadilan terpenuhinya hak, sumberdaya, dan kekuasaan secara adil di tengah-tengah masyarakat (Jonh Rawel). Kebebasan individu adalah nilai yang sejatinya terlindungi oleh negara. Hubungan negara dan masyarakat menghasilkan kebebasan.

Masyarakat tidak boleh hidup di bawah tekanan penguasa. Para pemimpin politik harus bertanggungjawab atas seluruh kebijakan dan dampaknya terhadap masyarakat. Politik membangun kebaikan bersama, bukan hanya kepentingan individu atau kelompok, dan kekuasaan politik hanya sah jika sesuai dengan nilai moral dan prinsip keadilan.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam mazhab pemikiran politik normatif⁹ ini adalah apa yang seharusnya dilakukan dalam mengelola kekuasaan politik? Bagaimana keadilan ditegakkan dalam seluruh dimensi kehidupan? Apakah pemerintahan otoriter dapat dibenarkan demi stabilitas politik? lBagaimana para pemimpin politik membentuk peradaban melalui kebijakan publik? Pertanyaan-pertanyaan tersebut setidaknya akan menuntun para pemimpin politik untuk menjadi panduan dalam mengelola suatu negara/daerah.

Kedua, mazhab yang beraliran empiris atau mazhab empiris. Mazhab pemikiran politik empiris ini adalah mazhab pemikiran yang berorientasi pada pengumpulan data dan analisis fakta yang dapat diamati untuk memahami, menjelaskan, dan memprediksi apa yang terjadi dalam proses politik berdasarkan realitas dan bukti empirik, bukan berdasarkan etika  politik. 

Maraknya politik uang, pemihakan aparat  dalam memenangkan kandidat/partai politik tertentu adalah fakta yang menjadi bahan analisis bagi penganut mazhab pemikiran politik empiris. Mazhab pemikiran politik ini bertumpu pada observasi (pengamatan), survey, eksprimen dan analisis statistik untuk memahami perilaku politik. 

Mazhab ini mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena politik, misalnya sistem Pemilu, perilaku pemilih, perilaku kandidat, serta dinamika pasca proses politik berlangsung. 

Hubungan antara kekuasaan, kebijakan publik, budaya politik dan aktor politik menjadi kajian dan analisis bagi tokoh-tokoh ilmuan politik yang berhaluan empiris. Di antara tokoh-tokohnya adalah Davis Aston, Gabriel Almond, Harold Lasswell, Nicolo’ Macneavelly dan lain-lain. 

Mazhab pemikiran politik empiris ini hampa idealisme, sunyi dari etika politik, mereka hanya melakukan pengamatan, analisis, terhadap realitas yang mengitari system politik, perilaku pemilih, dan perilaku elit, serta aktor politik yang terlibat dalam proses politik. Wallahu ‘a’lam dishshawab.


Sungguminasa, 21 Desember 2024

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama