Mengaktivasi Ekosistem Patuh pada UU Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam

SERAHKAN BUKU. Ketua DPP IPMI Muhammad Amir Jaya (berdiri, kanan) menyerahkan dua buah buku kepada Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulsel Mohammad Hasan Sijaya (berdiri kiri) disaksikan Yudhistira Sukatanya (duduk kedua dari kiri) dan Upi Asmaradana, pada acara Workshop Implementasi Perda Aksara Lontaraq dan Sosialisasi UU Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR), di Hotel Raising, Jalan Racing Centre, Makassar, Ahad, 01 Desember 2024. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)


-----

PEDOMAN KARYA

Rabu, 04 Desember 2024

 

Mengaktivasi Ekosistem Patuh pada UU Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam

 

Oleh: Yudhistira Sukatanya

(Sutradara Teater, Budayawan)

 

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Berasal dari bahasa Yunani, “oikos” yang berarti rumah atau tempat di mana ada organisme hidup, dan “system” berarti cara atau susunan. 

Istilah ekosistem pertama kali digunakan oleh Sir Arthur Tansley dari Inggris pada tahun 1935. Berdasarkan sejarahnya Ekosistem dapat dibagi menjadi tiga yaitu ekosistem alami, ekosistem buatan, dan ekosistem suksesi. 

Ekosistem alami adalah ekosistem given, tercipta secara harfiah tanpa rekayasa. Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya dan ekositem suksesi adalah ekosistem lanjutan dari yang sudah ada/ tercipta.

Demikianlah ekosistem menjadi lema yang sudah sering didengar dan dikaitkan dengan interaksi di sebuah lingkungan

Dalam hal ini, ekosistem yang dimaksud adalah suatu tatanan kesatuan yang utuh dan menyeluruh dalam interaksi antara para pihak atau segenap unsur yang saling mempengaruhi dalam satu aktivitas kegiatan-kerja secara berjaringan dalam aktivasi ekosistem yang diharapkan mewujudkan kepatuhan pada UU RI NoO 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam ( SSKCKR ). Undang-undang yang dibuat untuk menghimpun karya cetak dan karya rekam. 

Lalu pihak siapa saja yang ada dalam ekosistem itu?

Unsur jaringan kegiatan – kerja yang saling terhubung dari semua unsur seperti perpustakaan, pustakawan, pemustaka - sukarelawan, wali amanat, sahabat, yayasan, asosiasi yang menyediakan dan memfasilitasi layanan perpustakaan —untuk masyarakat; pelajar, komunitas perguruan tinggi dan universitas; badan legislatif dan pemerintah lokal, bahkan negara.

Kondisi ekosistem yang baik tentu berada dalam keteraturan dan kepatuhan. Ketidak patuhan membuat ketidak seimbangan dan bisa mengurangi kemampuan dan soliditas sumber daya tersebut. Selanjutnya akan berdampak langsung pada kualitas hidup kita sebagai manusia pegiat literasi.

Keseimbangan dalam ekosistem apa pun menjadi sangat penting karena gangguan terhadapnya dapat menyebabkan runtuhnya seluruh sistem, dan mengakibatkan konsekuensi serius bagi keberlanjutan hidup dan aktivitas manusia. Karena ekosistem itu bersifat terbuka dan saling terhubung, maka kemunduran satu ekosistem juga dapat membahayakan ekosistem lainnya.

Fungsi utama ekosistem dalam bahasan ini adalah; mewujudkan situasi dan kondisi yang diciptakan yang untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak dan transformasi sikap yang mengalirkan energi kepatuhan, mengatur siklus kegiatan, menjaga transfer aliran pengetahuan dan pemahaman atas keberadaan dan penerapan SSKCKR secara menyeluruh dan luas.

 

Kondisi Objektiv SSKCKR

 

UU No. 4 Tahun 1990 tentang SSKCKR telah direvisi untuk mengakomodir banyak hal baru dan berkaitan dengan Undang-undang yang lain.  Oleh sebab itu dibuatlah UU RI Nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR.

Keberadaan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR diharapkan dapat meningkatkan penghimpunan dan pelestarian karya hasil budaya anak bangsa untuk menunjang pembangunan nasional, terutama yang berasal dari karya muatan lokal.

Berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ( UU) RI tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR) dan PP-nya masih ada beberapa permasalahan yang terkait dengan kondisi objektif.

Permasalahan tersebut antara lain masih ada sebagian masyarakat yang tidak/belum mengetahui kewajiban untuk menyerahkan karya cetak dan karya rekam ke Perpustakaan Nasional, serta tingkat kepatuhan pada pelaksana SSKCKR di seluruh provinsi Indonesia masih terbilang rendah, yaitu sebesar 39,1% pada tahun 2020.

Beberapa hal yang dapat diberikan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melakukan sosialisasi secara berkala dengan konsisten, intensif yang melibatkan seluruh pemangku kepetingan dalam ekosistem.

Meningkatkan kepatuhan penulis dan penerbit terhadap Undang-undang yang berlaku, meningkatkan kepatuhan kreator karya rekaman terhadap Undang-undang yang berlaku, mengawasi pelaksanaan serah simpan karya cetak dan karya rekam di semua tingkatan.

Juga mempublikasikan buku-buku yang ditulis dan rekaman karya sudah di SSKCKR oleh penulis dan penerbit di Indonesia, memberikan penghargaan pada penulis, penerbit kreator karya rekaman yang patuh pada UU SSKCKR, dan menjadikan HKI sebagai peraturan payung yang terkait.

 

Tentang Patuh

 

Secara umum, patuh dapat diartikan sebagai sikap atau tindakan seseorang yang mematuhi perintah, aturan, atau petunjuk yang diberikan oleh otoritas, norma, atau tata tertib yang berlaku. Orang yang patuh akan mengikuti petunjuk atau peraturan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan arti kata patuh adalah taat aturan atau berdisiplin, suka menurut (perintah dan sebagainya); taat (pada perintah, aturan, dan sebagainya); berdisiplin.

Seseorang dikatakan patuh apabila yang bersangkutan menerima baik kehadiran norma-norma ataupun dari suatu peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis.

Sementara obedience (kepatuhan) didefinisikan sebagai sikap disiplin atau perilaku taat terhadap suatu perintah maupun aturan yang ditetapkan, dengan penuh kesadaran.

Darley dan Blass dalam Hartono, kepatuhan merupakan sikap tingkah laku Individu yang dapat dilihat dengan aspeknya mempercayai (belief), menerima (accept) dan melakukan (act) sesuatu atas permintaan atau perintah orang lain.

Faktor-faktor ini ada yang bisa berpengaruh pada setiap keadaan namun ada juga berpengaruh pada situasi yang bersifat kuat dan ambigu saja.

Pertama, kepribadian. Faktor kepribadian adalah faktor internal yang dimiliki individu. dimanakah individu tumbuh dan peranan pendidik yang diterimanya. Kepribadian cukup dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sosial kemasyarakatan dan budaya setempat. Kepribadian dipengaruhi nilainilai dan perilaku tokoh panutan atau teladan.

Kedua, kepercayaan, Suatu perilaku yang ditampilkan individu kebanyakan berdasarkan pada keyakinan yang dianut. Sikap loyalitas pada keyakinannya akan memengaruhi pengambilan keputusan.

Suatu individu akan lebih mudah mematuhi peraturan yang didoktrin oleh kepercayaan yang dianut. Perilaku patuh berdasarkan kepercayaan juga disebabkan adanya penghargaan dari hukuman yang berat.

Ketiga, lingkungan. Nilai-nilai yang tumbuh dalam suatu lingkungan nantinya juga akan memengaruhi proses internalisasi yang dilakukan oleh individu. Lingkungan yang kondusif dan komunikatif akan mampu membuat individu belajar tentang arti sebuah aturan dan kemudian menginternalisasi dalam dirinya dan ditampilkan lewat perilaku.

 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

 

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian dalam wacana dan eksperimen yang dilakukan diketahui.

Pertama, pemahaman tentang instruksi. Tak seseorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya, sehingga karena salah paham terhadap instruksi yang diberikan individu cenderung melakukan ketidakpatuhan pada suatu hal. Jadi, perlu adanya instruksi yang jelas dan tepat agar individu tersebut dengan sesuai bisa melakukan apa yang diperintahkan.

Kedua, kualitas interaksi. Kualitas interaksi antara para pihak merupakan bagian penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Dimana hubungan emosional yang baik sangat mempengaruhi kualitas interaksi antara keduanya hingga dengan sadar menerima peraturan yang harus dipatuhi.

Ketiga, dukungan sosial dan keluarga. Dukungan sosial dan keluarga yang kurang maksimal dapat mengahambat individu tersebut untuk tidak mematuhi peraturan yang ada.

Keempat, keyakinan, sikap dan kepribadian individu. Keyakinan, sikap, dan kepribadian individu cenderung mengarah ke sifat yang dapat menyebabkan seseorang tidak patuh.

 

Faktor-faktor yang Dapat Memengaruhi dan Meningkatkan Kepatuhan

 

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan dan kepatuhan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, hukuman atau ancaman.

Dalam batas-batas tertentu, semakin besar ganjaran, ancaman, atau hukuman, semakin besar ketaatan dan kepatuhan yang akan timbul. Bilamana seseorang ingin orang lain mematuhi apa yang dikatakan, maka jangan hanya ucapan saja akan tetapi memberi contoh dengan perilaku.

Dengan kata lain, seperti sering kita temui dalam kehidupan sehari- hari, tampaknya bukan apa yang dikatakan oleh model atau seseorang tersebut tetapi apa yang diperlihatkan oleh orang itu.

Dalam batas- batas tertentu, semakin besar ganjaran, ancaman, atau hukuman, semakin besar ketaatan dan kepatuhan yang akan timbul. Bilamana seseorang ingin orang lain mematuhi apa yang dikatakan, maka jangan hanya ucapan saja akan tetapi memberi contoh dengan perilaku.

Dengan melakukan strategi terukur dan terkendali diharapkan mampu mengaktivasi ekosistem yang patuh pada UU No 13 Thn 2018 tentang SSKCKR.***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama