-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 04 Desember 2024
Mengaktivasi
Ekosistem Patuh pada UU Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam
Oleh: Yudhistira
Sukatanya
(Sutradara Teater, Budayawan)
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Berasal dari bahasa Yunani, “oikos” yang berarti rumah atau tempat
di mana ada organisme hidup, dan “system” berarti cara atau susunan.
Istilah ekosistem pertama kali digunakan
oleh Sir Arthur Tansley dari Inggris pada tahun 1935. Berdasarkan
sejarahnya Ekosistem dapat dibagi menjadi tiga yaitu ekosistem alami, ekosistem
buatan, dan ekosistem suksesi.
Ekosistem alami adalah ekosistem given, tercipta
secara harfiah tanpa rekayasa. Ekosistem buatan adalah ekosistem yang
diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya dan ekositem suksesi adalah
ekosistem lanjutan dari yang sudah ada/ tercipta.
Demikianlah ekosistem menjadi lema yang sudah
sering didengar dan dikaitkan dengan interaksi di sebuah lingkungan
Dalam hal ini, ekosistem yang dimaksud adalah
suatu tatanan kesatuan yang utuh dan menyeluruh dalam interaksi antara para
pihak atau segenap unsur yang saling mempengaruhi dalam satu aktivitas
kegiatan-kerja secara berjaringan dalam aktivasi ekosistem yang diharapkan
mewujudkan kepatuhan pada UU RI NoO 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan
Karya Cetak dan Karya Rekam ( SSKCKR ). Undang-undang yang dibuat untuk
menghimpun karya cetak dan karya rekam.
Lalu pihak siapa saja yang ada dalam
ekosistem itu?
Unsur jaringan kegiatan – kerja yang saling
terhubung dari semua unsur seperti perpustakaan, pustakawan, pemustaka - sukarelawan,
wali amanat, sahabat, yayasan, asosiasi yang menyediakan dan memfasilitasi
layanan perpustakaan —untuk masyarakat; pelajar, komunitas perguruan
tinggi dan universitas; badan legislatif dan pemerintah lokal, bahkan negara.
Kondisi ekosistem yang baik tentu berada
dalam keteraturan dan kepatuhan. Ketidak patuhan membuat ketidak seimbangan dan
bisa mengurangi kemampuan dan soliditas sumber daya tersebut. Selanjutnya akan berdampak
langsung pada kualitas hidup kita sebagai manusia pegiat literasi.
Keseimbangan dalam ekosistem apa pun menjadi
sangat penting karena gangguan terhadapnya dapat menyebabkan runtuhnya
seluruh sistem, dan mengakibatkan konsekuensi serius bagi keberlanjutan hidup dan
aktivitas manusia. Karena ekosistem itu bersifat terbuka dan saling terhubung, maka
kemunduran satu ekosistem juga dapat membahayakan ekosistem lainnya.
Fungsi utama ekosistem dalam bahasan ini adalah; mewujudkan
situasi dan kondisi yang diciptakan yang untuk menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban para pihak dan transformasi sikap yang mengalirkan energi
kepatuhan, mengatur siklus kegiatan, menjaga transfer aliran pengetahuan dan
pemahaman atas keberadaan dan penerapan SSKCKR secara menyeluruh dan luas.
Kondisi Objektiv SSKCKR
UU No. 4 Tahun 1990 tentang SSKCKR telah
direvisi untuk mengakomodir banyak hal baru dan berkaitan dengan Undang-undang
yang lain. Oleh sebab itu dibuatlah UU RI Nomor 13 Tahun 2018 tentang
SSKCKR.
Keberadaan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2018 tentang SSKCKR dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR diharapkan dapat meningkatkan
penghimpunan dan pelestarian karya hasil budaya anak bangsa untuk menunjang
pembangunan nasional, terutama yang berasal dari karya muatan lokal.
Berkaitan dengan
pelaksanaan Undang-Undang ( UU) RI tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya
Rekam (SSKCKR) dan PP-nya masih ada beberapa permasalahan yang terkait dengan
kondisi objektif.
Permasalahan tersebut antara
lain masih ada sebagian masyarakat yang tidak/belum mengetahui kewajiban untuk
menyerahkan karya cetak dan karya rekam ke Perpustakaan Nasional, serta tingkat
kepatuhan pada pelaksana SSKCKR di seluruh provinsi Indonesia masih terbilang rendah,
yaitu sebesar 39,1% pada tahun 2020.
Beberapa hal yang dapat
diberikan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melakukan sosialisasi
secara berkala dengan konsisten, intensif yang melibatkan seluruh pemangku
kepetingan dalam ekosistem.
Meningkatkan kepatuhan penulis
dan penerbit terhadap Undang-undang yang berlaku, meningkatkan kepatuhan kreator
karya rekaman terhadap Undang-undang yang berlaku, mengawasi pelaksanaan serah
simpan karya cetak dan karya rekam di semua tingkatan.
Juga mempublikasikan buku-buku
yang ditulis dan rekaman karya sudah di SSKCKR oleh penulis dan penerbit di
Indonesia, memberikan penghargaan pada penulis, penerbit kreator karya rekaman yang
patuh pada UU SSKCKR, dan menjadikan HKI sebagai peraturan payung yang terkait.
Tentang Patuh
Secara umum, patuh dapat diartikan sebagai sikap atau tindakan seseorang yang mematuhi perintah, aturan, atau
petunjuk yang diberikan oleh otoritas, norma, atau tata tertib yang berlaku. Orang yang patuh akan
mengikuti petunjuk atau peraturan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mendefinisikan arti kata patuh adalah taat aturan atau berdisiplin, suka
menurut (perintah dan sebagainya); taat (pada perintah, aturan, dan
sebagainya); berdisiplin.
Seseorang dikatakan patuh apabila
yang bersangkutan menerima baik kehadiran norma-norma ataupun dari suatu
peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis.
Sementara obedience (kepatuhan)
didefinisikan sebagai sikap disiplin atau perilaku taat terhadap suatu perintah
maupun aturan yang ditetapkan, dengan penuh kesadaran.
Darley dan Blass dalam Hartono, kepatuhan
merupakan sikap tingkah laku Individu yang dapat dilihat dengan aspeknya
mempercayai (belief), menerima (accept) dan melakukan (act) sesuatu atas
permintaan atau perintah orang lain.
Faktor-faktor ini ada yang bisa
berpengaruh pada setiap keadaan namun ada juga berpengaruh pada situasi yang
bersifat kuat dan ambigu saja.
Pertama, kepribadian. Faktor kepribadian
adalah faktor internal yang dimiliki individu. dimanakah individu tumbuh dan
peranan pendidik yang diterimanya. Kepribadian cukup dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan sosial kemasyarakatan dan budaya setempat. Kepribadian dipengaruhi nilainilai
dan perilaku tokoh panutan atau teladan.
Kedua, kepercayaan, Suatu perilaku yang
ditampilkan individu kebanyakan berdasarkan pada keyakinan yang dianut. Sikap
loyalitas pada keyakinannya akan memengaruhi pengambilan keputusan.
Suatu individu akan lebih mudah mematuhi
peraturan yang didoktrin oleh kepercayaan yang dianut. Perilaku patuh
berdasarkan kepercayaan juga disebabkan adanya penghargaan dari hukuman yang
berat.
Ketiga, lingkungan. Nilai-nilai yang
tumbuh dalam suatu lingkungan nantinya juga akan memengaruhi proses
internalisasi yang dilakukan oleh individu. Lingkungan yang kondusif dan
komunikatif akan mampu membuat individu belajar tentang arti sebuah aturan dan
kemudian menginternalisasi dalam dirinya dan ditampilkan lewat perilaku.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ketidakpatuhan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian dalam wacana dan
eksperimen yang dilakukan diketahui.
Pertama, pemahaman tentang instruksi. Tak
seseorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi
yang diberikan padanya, sehingga karena salah paham terhadap instruksi yang
diberikan individu cenderung melakukan ketidakpatuhan pada suatu hal. Jadi,
perlu adanya instruksi yang jelas dan tepat agar individu tersebut dengan
sesuai bisa melakukan apa yang diperintahkan.
Kedua, kualitas interaksi. Kualitas
interaksi antara para pihak merupakan bagian penting dalam menentukan derajat
kepatuhan. Dimana hubungan emosional yang baik sangat mempengaruhi kualitas
interaksi antara keduanya hingga dengan sadar menerima peraturan yang harus dipatuhi.
Ketiga, dukungan sosial dan keluarga.
Dukungan sosial dan keluarga yang kurang maksimal dapat mengahambat individu
tersebut untuk tidak mematuhi peraturan yang ada.
Keempat, keyakinan, sikap dan kepribadian
individu. Keyakinan, sikap, dan kepribadian individu cenderung mengarah ke
sifat yang dapat menyebabkan seseorang tidak patuh.
Faktor-faktor
yang Dapat Memengaruhi dan Meningkatkan Kepatuhan
Salah
satu cara untuk menimbulkan ketaatan dan kepatuhan adalah dengan meningkatkan
tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui
ganjaran, hukuman atau ancaman.
Dengan
kata lain, seperti sering kita temui dalam kehidupan sehari- hari, tampaknya
bukan apa yang dikatakan oleh model atau seseorang tersebut tetapi apa yang
diperlihatkan oleh orang itu.
Dalam batas- batas tertentu, semakin besar
ganjaran, ancaman, atau hukuman, semakin besar ketaatan dan kepatuhan yang akan
timbul. Bilamana seseorang ingin orang lain mematuhi apa yang dikatakan, maka
jangan hanya ucapan saja akan tetapi memberi contoh dengan perilaku.
Dengan melakukan strategi terukur dan terkendali diharapkan mampu mengaktivasi ekosistem yang patuh pada UU No 13 Thn 2018 tentang SSKCKR.***