Muhammad Yahya Daeng Sekre (almarhum) dan Kembong Daeng. |
----
PEDOMAN KARYA
Senin, 09 Desember 2024
Prof Kembong
Daeng: Suamiku Motivatorku
Oleh: Rusdin Tompo
Suara Syahratul Hawaisa Yahya tercekat.
Terasa ia berusaha kuat menahan tangisnya saat membacakan tulisan ayahnya, H
Muhammad Yahya Daeng Sekre, yang berkisah tentang ibunya, Prof Dr Hj Kembong
Daeng MHum.
Kisah yang terdokumentasi rapi dalam
lembaran-lembaran buku autobiografi “Permata Karya” itu, dibacakan penuh haru
di hadapan keluarga, sahabat, mahasiswa dan mereka yang menghadiri tahlilan
hari pertama mengenang wafatnya, Dr H Muhammad Yahya MPd, Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Patompo, di kediaman mereka di Kompleks Minasa Upa,
Makassar, Jumat, 6 Desember 2024.
Buku autobiografi Permata Karya
(Pakalawaki, 2024) merupakan kisah hidup Prof Dr Hj Kembong Daeng, M.Hum, Guru
Besar Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM). Soft
launching buku yang disunting oleh Rusdin Tompo ini diadakan pada tanggal 4
November 2023, sekaligus merayakan 34 tahun pernikahan (wedding anniversary) H
Muhammad Yahya dan H Kembong Daeng.
Pasangan pendidik ini menikah pada tanggal
4 November 1989 dan dikaruniai tiga orang anak, yakni Nurul Fajriati Yahya,
Syahratul Hawaisa Yahya, dan Muhammad Fahmi Yahya.
Kembong Daeng, dalam bukunya, menyebut
suaminya “Lelaki terbaik pilihan Allah”. Untuk mengenang almarhum H Muhammad
Yahya Daeng Sekre, tulisan beliau dalam buku tersebut ditampilkan pada
kesempatan ini.
*
Aku sungguh bahagia dan patut bersyukur
kepada Allah Swt karena dipilihkan jodoh terbaik untukku. Ada ungkapan yang
mengatakan bahwa laki-laki sukses itu karena ada istri yang hebat di
belakangnya. Demikian juga yang kurasakan, aku meraih apa yang menjadi harapan
dan cita-citaku karena di belakang aku ada suami yang hebat dan ikhlas
mendampingiku.
Beliau suamiku tercinta, Bapak Dr. H. Muh.
Yahya Daeng Sekre, M.Pd. Suamiku diberi gelar paddaengang, Daeng Sekre, setelah
menikah denganku. Harapannya agar dua suku dapat dipersatukan dalam satu wadah
yang dapat membina keluarga sakinah, mawaddah war-rahmah.
Suamiku, engkau bukan hanya pasangan
hidupku yang selalu setia dan penuh pengertian, tetapi juga motivatorku. Engkau
senantiasa mengingatkan, mendukung, dan mendorong aktivitasku yang berkaitan
dengan kampus. Tanpa pengertian dan kasihmu, tak mungkin Allah Swt meridhai
kita meraih keluarga harmonis penuh kesederhanaan.
Lalu, bagaimanakah sosok aku sebagai istri
di mata suami? Berikut ini dikisahkan beberapa rangkaian cerita yang masih
terekam dalam memori suami, sejak pandangan pertama hingga saat ini. Mari kita
ikuti kisah berikut.
*
Takdir mempertemukan aku dengan seorang
gadis berjilbab. Kala itu, Februari 1988. Sebelumnya, aku tidak pernah
melihatnya. Dia adalah Adindaku yang kini telah menjadi istri pendamping
hidupku dan ibu dari putra-putriku. Saat itu, aku dipertemukan dalam sebuah
RAKER yang diselenggarakan oleh KMA-PBS IKIP Ujung Pandang.
Entah mengapa, tiba-tiba pandanganku, saat
itu, tertuju padanya dan ketika aku memandangnya, secara spontan hatiku
tergetar dan denyut jantungku berdebar. Kutanya pada diriku, “Apakah ini yang
dinamakan cinta?” Kuyakin bahwa Allah menggerakkan pandangan mataku agar
tertuju padanya.
Sungguh, di kala aku memandangnya, kulihat
sorotan matanya yang tajam dan senyumnya yang menawan, membuat hatiku semakin
bergetar. Sejak saat itulah, aku selalu merindukannya dan membayangkan
senyumnya yang manis. Meskipun aku merasakan getaran cinta, tapi aku tak berani
mendekatinya. Dari tingkah, gerak, dan tutur sapanya yang kudengar, membuatku
semakin yakin bahwa dialah wanita idamanku yang selama ini kucari dan kucari
dalam perjalanan hidupku.
Selama pertemuanku, saat itu, aku belum
berani menyapanya, apatah lagi mengutarakan isi hatiku yang sesungguhnya.
Kuyakin dia wanita terhormat yang tak gampang menerima rayuan. Apa yang
kurasakan hanya kusimpan dalam hati. Aku belum punya keberanian untuk
mengutarakan isi hatiku.
Akhirnya, perpisahan kala itu membuat aku
semakin penasaran dan selalu merindukannya. Entah kapan lagi aku bisa menatap
sorotan matanya dan senyumnya yang selalu menghantuiku? Aku hanya berdoa,
semoga aku bertemu kembali.
Beberapa bulan kemudian, doaku diijabah
oleh Allah Swt. Meskipun aku sudah sarjana, tapi masih tetap diundang sebagai
panitia dalam kegiatan Pameran Buku Nasional yang diselenggarakan oleh KMA-PBS
IKIP Ujung Pandang. Alhamdulillah, aku dapat dipertemukan kembali dengan gadis
berjilbab itu, sehingga dapat menatap sorotan matanya dan senyumnya yang khas.
Selama pameran berlangsung, hatiku selalu
bahagia walau aku belum dapat menyampaikan isi hatiku. Yang kupinta, semoga apa
yang kurasakan dapat juga menembus relung hatinya yang paling dalam. Dia wanita
yang tak banyak bicara, apatah lagi bertingkah. Dia tidak seperti wanita
kebanyakan. Sifat dan karakter itulah yang selalu kudamba dari seorang gadis,
dan semuanya terpancar pada teman Supersemarku ini.
Sejak itulah, aku mulai berdoa, kiranya
Allah menjodohkan aku dengan gadis yang telah kuimpikan. Pada malam penutupan
Pameran Buku, kuberanikan diri menyapa dan menyampaikan alamatku. Dia pun
menjawab dengan lembut disertai senyum yang menawan.
Beberapa bulan kemudian, barulah aku
dipertemukan kembali, saat dia bersama temannya singgah di kontrakan untuk
menyampaikan undangan ujian tesisnya. Kedatangannya yang kedua, setelah ujian
tesis, secara kebetulan bertemu dengan Aji-ku (Ibu) dari Bulukumba. Ternyata,
apa yang kurasakan, dirasakan pula oleh Aji-ku. Beliau sangat menyayangi gadis
yang aku perkenalkan padanya.
Begitu kembali ke Bulukumba, Beliau
diam-diam mempersiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan anaknya. Setelah
persiapan sudah matang, aku pun dipanggil pulang ke Bulukumba. Beliau lalu
menyampaikan niatnya. Beliau mempunyai firasat, jika tidak secepatnya
diwujudkan, maka mungkin saja ada orang lain yang akan melamarnya.
Akhirnya, aku pun menyetujui niat orang
tua. Sesampai di Makassar, aku pun menyampaikan niat orang tua kepadanya. Saat
dia mendengar harapan orang tuaku, dia sempat meneteskan air mata, dan terlihat
wajahnya sangat pucat.
Singkat cerita, kami pun menikah
pada 4 November 1989. Selama pernikahan hingga dikaruniai anak, aku tak
pernah merasakan adanya benturan kata, sikap, maupun perbuatan yang berarti
dengan istriku. Sorotan matanya, senyumnya, dan tutur katanya, masih tetap sama
ketika aku pertama kali memandangnya.
Alkisah, setelah aku mempunyai seorang
anak, takdir membawaku ke Palu untuk melamar pekerjaan. Alhamdulillah, tahun
1993, aku diterima menjadi CPNS di Buol, Toli-Toli. Tiga tahun kemudian, aku
bermohon untuk pindah ke Makassar. Namun, belum direstui, sehingga dipindahkan
ke SMAN 7 Palu. Selama dalam perantauan, banyak suka dan duka serta godaan yang
menghantuiku.
Saat aku pertama kali bertugas di Palu,
banyak teman dan siswa yang mengira aku masih bujangan, sehingga aku pun tak
luput dari godaan. Meskipun demikian, alhamdulillah, aku kembali dengan
selamat. Setiap godaan datang menerpa, aku senantiasa mengingat kebaikan
istriku. Selama aku menikah, dia tidak pernah berkata kasar, apatah lagi
memandang remeh di hadapan keluarganya, meskipun status saya berbeda.
Istriku wanita hebat, penuh dedikasi dan
daya kreasi. Meskipun demikian, di tengah kesibukannya, dia tak pernah
mengeluh, baik itu urusan rumah tangga, anak-anak, maupun kariernya. Dia istri
yang sabar dan selalu menjaga kehormatan suami dan keluarga. Istriku pulalah
yang selalu memotivasi hingga aku meraih gelar Magister Pendidikan (M,Pd) dan
Doktor.
Selain itu, istriku tak pernah memilih dan
memilah keluarga, sehingga dia sangat disenangi oleh keluarga kami. Kedua orang
tua kami dihormati dan diperlakukan layaknya orang tuanya sendiri. Begitu pula
terhadap kakak dan iparku serta seluruh keluargaku. Semuanya diperlakukan
dengan baik, walaupun dia memliki pendidikan dan pekerjaan yang layak.
Kami pun semakin merasakan keharmonisan
dan kebahagian setelah aku berubah status dari guru menjadi dosen, dan
dikarunai tiga orang anak yang sehat-sehat. Hal ini semua berkat perjuangan dan
doa yang tulus dari istri tercinta. Sebagai suami, aku pun tidak luput dari
kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena itu, maafkan Kanda, bila selama ini ada
hal-hal yang kurang berkenan di hati istriku tercinta.
Melalui kisah ini, aku selalu berpesan
kepada putra putriku bahwa senantiasalah menjaga diri dari hal-hal yang tidak
sesuai dengan adat-istiadat dan ajaran agama. Insya Allah, perempuan yang
baik-baik akan dijodohkan dengan laki-laki yang baik, dan laki-laki yang
baik-baik, insya Allah, dijodohkan dengan perempuan yang baik.
Wahai anakku, jadikanlah ibumu sebagai
teladan dalam hidupmu. Allah pilihkan ayah sebagai suami terbaik untuknya
hingga melahirkan engkau dari rahimnya yang suci. Jika engkau berbuat baik
kepada suamimu, dan memperlakukannya dengan sopan dan terhormat, dia akan
dijauhkan dari godaan setan yang selalu menghantuinya.
Berkat ketulusan dan keikhlasan ibumu
menerima aku apa adanya, akhirnya aku pun dapat meraih impianku menjadi dosen
yang selalu diberi amanah di kampusku. Ibumu tak pernah mempertanyakan berapa
gajiku. Dia merupakan istri yang selalu sabar dan bersyukur atas nikmat rezeki
yang diterimanya.
Aku pun menyampaikan terima kasih kepada
kedua mertuaku yang telah melahirkan dan mengasuh anaknya dengan baik, sehingga
menjadi istri yang berbudi pekerti luhur. Demikian pula, aku ucapkan terima
kasih kepada ipar dan istri/suami iparku, dan seluruh keluarga yang senantias
menerima dengan baik dalam keluarga besarnya
Wahai istriku, engkau penyejuk hati dalam
kehausanku. Kebaikanmu, sorotan matamu, senyummu, dan tutur katamu selalu
mewarnai hidupku. Untuk itu, aku tak pernah kesepian karena engkau selalu setia
mendampingiku, baik di kala bahagia maupun susah, di kala suka maupun duka, dan
di kala sehat maupun sakit.
Kumohon kepada Allah Swt, semoga hanya
maut yang memisahkan di dunia dan kita dipertemukan kembali di surga terbaik
yang Allah ridhai. Semoga Allah Swt. mengijabah harapan dan doa kita sayang. Wassalam.
Muh. Yahya.