Budaya Lokal Memberi Kekayaan Terhadap Agama

TEMU BUDAYA. Akademisi UIN Alauddin Makassar, Abu Haif M. Bilalu, tampil sebagai salah narasumber padaTemu Budaya Akhir Tahun 2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024.

 

-----

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 11 Januari 2025

 

Temu Budaya Sulawesi Selatan (6):

 

Budaya Lokal Memberi Kekayaan Terhadap Agama

 

Laporan: Asnawin Aminuddin

(Wartawan Pedoman Karya)

 

Agama dan budaya lokal dapat saling mempengaruhi karena keduanya memiliki nilai dan simbol. Agama adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Allah. Budaya juga mengandung nilai dan simbol agar manusia dapat hidup dinamis dalam kehidupannya.

“Agama memberikan warna atau spirit pada budaya lokal, sedangkan budaya lokal memberi kekayaan terhadap agama. Inilah yang disebut dengan istilah terjadi dialektika antara agama dengan budaya lokal,” kata akademisi UIN Alauddin Makassar, Abu Haif M. Bilalu.

Hal itu ia sampaikan pada Temu Budaya Akhir Tahun 2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024.

Abu Haif yang dosen Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Alaudin Makassar, mengatakan, budaya lokal adalah gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

“Dalam disiplin antropologi, budaya lokal disebut dengan istilah ‘lokal genius’. Lokal genius adalah kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu daerah,” kata Abu Haif.

Dia mengatakan, ada empat unsur yang membentuk budaya lokal, yaitu (1) manusia, (2) gagasan yang bernilai baik, (3) kebenaran yang telah mentradisi, dan (4) diakui oleh masyarakat.

Dengan menggunakan empat unsur tersebut dalam memahaminya, dapat dipahami bahwa dalam budaya lokal nilai agama tidak terpisahkan. Gagasan yang bernilai baik kemudian menjadi kebenaran yang mentradisi dan diakui oleh masyarakat merupakan prinsip dasar dari semua agama, khususnya agama Islam.

Islam adalah agama universal yang juga berinteraksi secara kultural dengan masyarakat penganutnya secara lokal, sehingga dapat dikatakan bahwa Islam adalah produksi budaya sekaligus bukan produksi budaya.

Islam bukan produksi budaya dalam pandangan bahwa wahyu Islam berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala, sementara Islam sebagai produk budaya karena Islam mengandung dialektika, hasil pikiran yang memberi solusi dan tawaran penyelesaian berbagai persoalan yang muncul di tengah masyarakat.

“Dalam konteks inilah, Islam tertransformasi dengan tradisi setempat di mana Islam hidup dan berkembang,” kata Abu Haif.

 

Tidak Menghilangkan Budaya Lokal

 

Ketika Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam diutus menjadi nabi, beliau mendapati banyak adat dan kebudayaan lokal di Makkah, tetapi Rasulullah tidak serta merta menghilangkan adat dan budaya lokal tersebut.

Budaya lokal Arab, seperti asabiah kesukuan oleh Rasulullah diubah menjadi solidaritas keummatan dan kemanusiaan, sebagaimana tercermin dalam Surah Al-Hujurat (49), ayat 13;

“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

“Budaya lokal Arab lainnya, yakni tawaf mengelilingi ka`bah. Ketika itu, para jamaah melaksanaannya dengan telanjang bulat, lalu oleh Rasulullah disyariatkannya dengan menggunakan pakaian ihram,” ungkap Abu Haif.

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, di sana ada lembaga perang, dan oleh Rasulullah tetap diteruskan dengan muatan kemanusiaan.

Dalam perang yang dilakukannya, Rasulullah melarang mengganggu orang-orang lemah seperti anak-anak, perempuan, orang lanjut usia, bahkan para orang-orang yang sedang menjalangkan ibadah agamanya.

“Tempat-tempat ibadah dilarang untuk diganggu apalagi diruntuhkan. Musuh yang sudah kalah dalam perang, dimaafkan sebelum minta maaf,” kata Abu Haif dalam Temu Budaya yang diadakan oleh Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKKSS).

Temu Budaya dibagi dua kegiatan, yaitu “Dialog Budaya” pada siang hari dan “Pertunjukan Seni dan Dialog Kesenian” pada malam hari.

Dialog Temu Budaya menampilkan beberapa pembicara yaitu Prof Dr Munsi Lampe MA (Antropolog Unhas, membawakan materi: “Budaya Religius, Budaya Maritim: Refleksi Budaya Sulawesi Selatan 2024”).

Dr Andi Ihsan SSn MPd (Dekan Seni dan Desain UNM, dengan materi: “Merajut Tradisi, Menggapai Inovasi”), serta Dr Abu Haif M. Bilalu MHum (Akademisi UIN, dengan materi: Agama dan Budaya Lokal Perekat Keberagaman).

Dialog yang dipandu Idwar Anwar SS MHum (penulis) juga menampilkan beberapa penanggap yakni Rusdin Tompo (Koordinator Satupena Sulawesi Selatan), Yudhistira Sukatanya atau Eddy Thamrin (sastrawan, sutradara teater), dan Dr Hasanuddin.

Dua ratusan peserta menghadiri dialog temu budaya, termasuk beberapa tokoh budaya dan akademisi, seperti Prof Sukardi Weda (Guru Besar UNM), Prof Amran Razak (Guru Besar Unhas), dan Prof Muhammad Azis (Guru Besar UNM).

Temu Budaya dibuka oleh Pembina LAPAKKSS Dr Ajiep Padindang yang juga memberikan materi pengantar diskusi, dengan dua materi, yaitu “Refleksi Budaya Tahun 2024: Gerakan Pemajuan Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan”, dan “Refleksi Budaya Tahun 2024: Perspektif Industri Kebudayaan Menuju Revolusi Budaya Indonesia Tahun 2045.”

Ajiep yang mantan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) juga membacakan Pidato Wakil Ketua DPD RI Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tamsil Linrung. (bersambung)


.....

Artikel Bagian 5: 

Pemajuan Kebudayaan Bugis Perlu Regulasi Tersendiri

Artikel Bagian 4: 

Gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia dan Sulawesi Selatan

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama